Terbit: 17 January 2020
Ditulis oleh: Muhamad Nuramdani | Ditinjau oleh: dr. Antonius Hapindra Kasim

Akromegali adalah kondisi tubuh kelebihan hormon pertumbuhan (growth hormon). Hal ini mengakibatkan bagian tubuh tumbuh berlebihan seperti pada tangan, kaki, dan wajah. Hal ini juga memengaruhi jantung dan tulang. Kelebihan hormon pertumbuhan yang lain adalah gigantisme.

Akromegali: Penyebab, Gejala, Pengobatan, dan Pencegahan

Perbedaannya, akromegali terjadi ketika epifisis tulang telah menutup (itu artinya tulang tidak lagi bertambah panjang dan seseorang tidak lagi bertambah tinggi) sehingga tulang yang bertumbuh pada akhirnya terlalu tebal, sedangkan pada gigantisme, hormon pertumbuhan yang berlebih terjadi sejak dari masa sebelum epifisis tulang menutup (itu artinya seseorang masih dapat bertambah tinggi) sehingga penderitanya akan semakin tinggi melebihi manusia normal seusianya.

Ada beberapa pengobatan untuk akromegali, dan setiap kasusnya berbeda. Dalam kebanyakan kasus, pengobatan seharusnya dibutuhkan sebelum pasien memiliki gejala akromegali. Kebanyakan orang yang mengalami akromegali berusia dewasa. Jika anak-anak bermasalah dengan produksi hormon pertumbuhan yang terlalu banyak, kondisi demikian disebut dengan gigantisme.

Penyebab Akromegali

Penyebab paling sering dari kondisi ini adalah tumor jinak di kelenjar hipofisis, yang terletak di bawah otak. Tumor hipofisis ini bukanlah kanker. Karena tumor inilah maka tubuh membuat terlalu banyak hormon pertumbuhan. Dalam kebanyakan kasus, tumor adalah adenoma kelenjar hipofisis.

Sesekali, tumor di pankreas, hati, atau bagian dari otak dapat menyebabkan tingginya kadar hormon pertumbuhan yang mengarah ke kadar hormon yang lebih tinggi dari hormon lain, yang juga disebut hormon pertumbuhan seperti insulin atau insulin-like growth factor-I (IGF-I). Terlalu banyak IGF-I menyebabkan pertumbuhan jaringan lunak abnormal dan kerangka tulang, dan gejala lainnya yang khas dari akromegali dan gigantisme.

Faktor Risiko Akromegali

Faktor risiko umum dalam pengembangan kondisi ini terkait dengan faktor risiko perkembangan adenoma hipofisis. Adenoma hipofisis adalah penyebab akromegali yang paling umum.

Faktor risiko umum dalam pengembangan penyakit ini meliputi:

  • Riwayat keluarga adenoma hipofisis
  • Sindrom MacCun Albright
  • Kanker paru-paru
  • Tumor adrenal

Faktor risiko yang kurang umum dalam pengembangan akromegali adalah:

  • Wanita menopause dini
  • Menopause akibat operasi
  • Wanita usia muda saat melahirkan pertama

Gejala Akromegali

Ciri-ciri penyakit akromegali biasanya tampak pada tangan dan kaki yang mulai membesar. Penderita akan melihat perubahan di lingkar sepatu, ukuran sepatu, terutama lebar sepatu.

Fitur di wajah seperti pada bibir, hidung, dan lidah sering berubah menjadi lebih besar, bengkak, dan lebih luas. Gigi akan membesar sehingga kurang tempat dan tampak maju. Alis akan tampak lebih rendah karena tulang rahang dan dahi mulai membesar.

Gejala akromegali lainnya mungkin termasuk:

  • Nyeri sendi, mungkin disebabkan arthritis
  • Rambut tubuh kasar
  • Suara lebih dalam dan serak
  • Masalah saraf yang terjepit, terutama saraf yang keluar dari tulang belakang karena ukuran tulang yang membesar sehingga radiks (akar saraf) yang keluar dari medula spinalis akan terjepit
  • Tekanan darah tinggi
  • Penyakit jantung
  • Penebalan kulit
  • Banyak berkeringat disertai kulit berminyak
  • Sakit kepala
  • Mendengkur dan sleep apnea (napas tersendat ketika tertidur)
  • Kelemahan dan lelah
  • Carpal tunnel syndrome (kesemutan atau sakit di jari-jari)
  • Masalah penglihatan
  • Dorongan seks rendah
  • Perubahan siklus menstruasi dan ukuran payudara pada wanita
  • Disfungsi ereksi pada pria

Penderita penyakit ini terkadang dapat memiliki masalah seperti diabetes tipe 2, tekanan darah tinggi, beriko lebih tinggi penyakit jantung, dan pembesaran jantung.

Kapan Harus ke Dokter?

Jika mengalami ciri-ciri penyakit akromegali yang telah disebutkan di atas, segera periksakan diri ke dokter untuk menjalani pemeriksaan dan penanganan. Akromegali adalah penyakit yang biasanya berkembang lambat dan membutuhkan waktu bertahun-tahun.

Penderita penyakit ini mungkin awalnya tidak sadar mengalami perubahan fisik bertahap yang terjadi dengan gangguan ini, tetapi diagnosis dini adalah langkah penting untuk mendapatkan perawatan yang tepat. Jika tidak segera diobati, penyakit ini dapat menyebabkan komplikasi serius.

Diagnosis Akromegali

Meski akromegali tergolong penyakit langka, banyak penderita penyakit ini tidak tahu mengalami penyakit ini karena gejalanya lambat. Namun, jika Anda diduga mengalami akromegali, dokter dapat melakukan tes. Akromegali adalah penyakit yang paling sering didiagnosis pada orang dewasa paruh baya, tetapi ciri-ciri penyakit akromegali dapat muncul pada usia berapa pun.

Berikut beberapa tes untuk mendiagnosis penyakit terkait pertumbuhan hormon ini:

1. Tes darah

Tes darah dapat menentukan apakah Anda memiliki terlalu banyak hormon pertumbuhan, tetapi ini tidak selalu akurat karena kadar hormon pertumbuhan berfluktuasi sepanjang hari. Sebagai gantinya, dokter dapat melakukan tes toleransi glukosa. Tes ini mengharuskan pasien minum sebanyak 75 hingga 100 gram glukosa dan kemudian melakukan tes kadar hormon pertumbuhan.

Jika tubuh mengeluarkan kadar hormon pertumbuhan normal, kelebihan glukosa akan menyebabkan tubuh menekan kadar hormon pertumbuhan. Orang yang memiliki akromegali masih akan menunjukkan tingginya kadar hormon ini.

2. Tes IGF-1

Dokter juga dapat melakukan tes protein yang disebut insulin-like growth factor 1 (IGF-1). Kadar IGF-1 dapat menunjukkan jika ada pertumbuhan yang abnormal pada tubuh. Tes IGF-1 juga dapat digunakan untuk memerhatikan perkembangan perawatan hormon lainnya.

3. Pencitraan

Jika dokter mencurigai pasien mengalami akromegali, sinar-X dan pemindaian magnetic resonance imaging (MRI) mungkin dapat dilakukan untuk memeriksa pertumbuhan tulang berlebih. Dokter juga akan melakukan pemeriksaan fisik, dan menganjurkan sonogram untuk memeriksa ukuran organ dalam.

Setelah didiagnosis akromegali, dokter dapat menggunakan MRI dan computerized tomography (CT) scan untuk membantu menemukan tumor hipofisis dan menentukan seberapa besar ukurannya.

Jika tidak menemukan tumor pada kelenjar epifisis, dokter akan mencari tumor di dada, perut, atau panggul yang mungkin menyebabkan produksi hormon pertumbuhan berlebih.

Komplikasi Akromegali

Akromegali adalah penyakit yang dapat menyebabkan pembesaran organ tubuh seperti jantung, kelenjar tiroid, hati, dan ginjal. Jika tidak segera diobati, akromegali dapat menyebabkan masalah kesehatan yang serius dan bahkan mengancam jiwa.

Berikut sejumlah komplikasi umum dari akromegali:

  • Tekanan pada sumsum tulang belakang
  • Kehilangan penglihatan
  • Fibroid rahim pada wanita – tumor jinak rahim
  • Carpal tunnel syndrome
  • Pelepasan hormon hipofisis berkurang, yang disebut hipopituitarisme
  • Sleep apnea
  • Pertumbuhan prakanker, atau polip pada lapisan usus besar
  • Gondok – pembesaran kelenjar tiroid yang menyebabkan pembengkakan leher
  • Diabetes tipe 2
  • Radang sendi
  • Tekanan darah tinggi (hipertensi)
  • Penyakit jantung, terutama jantung yang membesar

Pengobatan Akromegali

Perawatan akromegali berdasarkan pada usia dan kondisi kesehatan secara keseluruhan. Perawatan untuk akromegali untuk mengembalikan tingkat produksi GH ke normal, meringankan tekanan di sekitar tumor pituitari yang tumbuh, mempertahankan fungsi hipofisis normal, mengobati kekurangan hormon dan memperbaiki gejala akromegali.

Berikut beberapa perawatan yang dapat mengobati akromegali:

1. Operasi

Pembedahan dilakukan untuk mengangkat tumor yang menyebabkan kelebihan hormon pertumbuhan adalah pilihan pertama yang biasanya dianjurkan oleh dokter kepada penderita akromegali. Perawatan ini cepat dan efektif untuk mengurangi kadar hormon pertumbuhan, yang dapat meningkatkan gejala.

Salah satu kemungkinan komplikasi adalah kerusakan pada jaringan hipofisis yang mengelilingi tumor. Jika terjadi, ini menandakan pasien harus mendapat perawatan penggantian hormon hipofisis seumur hidup. Komplikasi ini jarang tetapi serius, termasuk kebocoran cairan serebrospinal dan meningitis.

2. Obat

Penggunaan obat biasanya diberikan jika pembedahan tidak berhasil menurunkan kadar GH, dan juga dapat digunakan untuk mengecilkan tumor besar sebelum menjalani operasi. Jenis obat berikut digunakan untuk mengatur atau menghambat produksi hormon pertumbuhan:

  • Analog somatostatin (lanreotide atau octreotide)
  • Antagonis reseptor hormon pertumbuhan (pegvisomant)
  • Dopamin agonis (kabergolin dan bromocriptine)

3. Terapi Radiasi

Radiasi digunakan untuk menghancurkan tumor berukuran besar atau tumor yang tersisa setelah operasi atau ketika penggunaan obat-obatan tidak efektif. Radiasi dilakukan secara perlahan dapat membantu menurunkan kadar hormon pertumbuhan saat digunakan bersamaan dengan pengobatan.

Penurunan kadar hormon pertumbuhan yang drastis menggunakan jenis perawatan ini mungkin membutuhkan waktu beberapa tahun, dengan radiasi diberikan dalam beberapa sesi sekitar empat hingga enam minggu. Tetapi terapi radiasi dapat merusak kesuburan. Dalam kasus yang jarang terjadi, pengobtan ini dapat menyebabkan kehilangan penglihatan, cedera otak, atau tumor sekunder.

Pencegahan Akromegali

Akromegali tidak bisa dicegah, tetapi diagnosis dan perawatan dini adalah cara paling efektif untuk mengobati, mengelola, mencegah penyakit menjadi lebih buruk dan membantu menghindari komplikasi akromegali.

 

  1. Acromegaly risk factors. https://www.wikidoc.org/index.php/Acromegaly_risk_factors. (Diakses 17 Desember 2019).
  2. Acromegaly. https://medlineplus.gov/ency/article/000321.htm. (Diakses 17 Desember 2019).
  3. Acromegaly. https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/acromegaly/diagnosis-treatment/drc-20351226. (Diakses 17 Desember 2019).
  4. Hale, Kathryn L. Tanpa Tahun. Acromegaly FAQs. https://www.emedicinehealth.com/acromegaly_faqs/article_em.htm#what_causes_acromegaly.(Diakses 17 Desember 2019).
  5. Healthline Editorial Team. 2016. Acromegaly. https://www.healthline.com/health/acromegaly#causes. (Diakses 17 Desember 2019).


DokterSehat | © 2024 PT Media Kesehatan Indonesia. Hak Cipta Dilindungi