Salah satu penyakit yang diakibatkan oleh terganggunya fungsi otak adalah afasia. Penyakit ini tentu tidak bisa disepelekan begitu saja dan harus segera ditangani sebelum kondisi bertambah buruk. Berikut adalah informasi lengkap mengenai penyakit ini!
Apa Itu Afasia?
Afasia adalah penyakit kelainan otak yang mengakibatkan penderitanya mengalami kesulitan dalam berbicara. Tak hanya itu, penderita penyakit ini acap kali merasa sulit untuk memilih, merangkai, dan menangkap makna dari suatu kata. Menulis juga menjadi kesulitan lainnya yang dialami oleh para penderitanya.
Penyakit afasia terjadi lantaran bagian otak yang bertugas untuk memproses bahasa dan kata-kata mengalami kerusakan. Penyakit ini juga berkaitan dengan penyakit otak lainnya seperti stroke, kanker otak, dan cedera otak traumatik. Sementara itu, penyakit ini akan berkembang secara bertahap pada mereka yang menderita gangguan saraf progresif.
Ciri dan Gejala Afasia
Afasia ditandai oleh sejumlah ciri dan gejala. Gejala-gejala yang muncul tergantung dari area otak yang mengalami gangguan kesehatan tersebut, pun tingkat keparahannya.
Gejala-gejala yang dimaksud adalah sebagai berikut:
- Tidak dapat mengucapkan suatu kata atau kalimat dengan lancar dan utuh
- Setiap kata, frasa, maupun kalimat yang diucapkan sulit untuk dimengerti orang lain
- Pemilihan kata yang digunakan tidak benar
- Tidak dapat menggunakan kata-kata dengan tepat
- Tidak dapat mengerti perkataan orang lain
- Tidak mampu mencerna perkataan yang cepat (fast-paced speech)
- Sulit mengerti perkataan yang bersifat kiasan
Kapan Harus ke Dokter?
Anda disarankan untuk segera memeriksakan diri ke dokter apabila mengalami gejala-gejala di atas dalam jangka waktu yang cukup lama dan intensitasnya semakin bertambah dari waktu ke waktu.
Penanganan medis sedini mungkin sangat penting untuk dilakukan guna mempermudah proses pengobatan, pun peluang kesembuhannya masih tinggi.
Penyebab Afasia
Cedera yang mengakibatkan kerusakan pada otak, dalam hal ini bagian otak tempat pemrosesan bahasa dan kata-kata, menjadi penyebab afasia. Terjadinya cedera ini sendiri tak lepas dari adanya penyakit otak yang sudah lebih dahulu diderita oleh pasien.
Stroke adalah penyakit otak yang kerap dikaitkan dengan penyakit ini. Dilaporkan sekitar 25 – 40 persen penderita stroke yang berhasil sembuh akan berlanjut pada kondisi tersebut. Selain itu, penyakit seperti epilepsi juga ditengarai menjadi salah satu faktor penyebabnya.
Sementara faktor lainnya yang juga turut memicu terjadinya masalah ini adalah:
- Tumor
- Infeksi otak (meningitis, ensefalitis, dsb.)
- Demensia
- Parkinson
- Cedera kepala akibat benturan keras
Diagnosis Afasia
Guna mendiagnosis penyakit ini, serta mengukur tingkat keparahan yang dialami oleh penderita, dokter akan melakukan prosedur pemeriksaan. Pemeriksaan ini nantinya dapat mengidentifikasi sejauh mana penderita dapat membaca, menulis, dan berbicara.
Ada 2 (dua) rangkaian pemeriksaan yang umum dilakukan, yaitu:
- Pemeriksaan kemampuan berkomunikasi, yakni dengan cara meminta pasien untuk menyebutkan satu per satu kata atau kalimat yang telah ditentukan, pun melihat respon pasien ketika diajak berbicara.
- Pencitraan otak, yakni dengan melakukan prosedur CT scan, MRI, atau tomografi emisi positron. Tujuannya adalah untuk melihat seberapa parah kerusakan yang terjadi pada bagian otak (Broca dan Wernicke) sebagai penyebab afasia.
Diagnosis juga bertujuan untuk mengetahui jenis afasia yang diderita oleh pasien. Dengan demikian, dokter dapat menentukan metode penanganan apa yang tepat untuk diterapkan pada pasien.
Jenis-Jenis Afasia
Penyakit ini terbagi menjadi beberapa jenis. Berikut ini adalah jenis-jenis penyakit afasia yang perlu Anda ketahui dan waspadai.
1. Afasia Wernicke
Afasia Wernicke adalah jenis afasia yang diakibatkan oleh kerusakan bagian otak yang berkaitan dengan komprehensi bahasa. Mereka yang mengalami kondisi ini umumnya tidak dapat mengerti ucapan yang orang lain atau bahkan mereka sendiri katakan.
Hal ini karena pada saat berbicara, susunan kalimat menjadi sangat acak. Sebagai contoh “lewat duduk bapak depan yang saya sedang”. Kekeliruan berbicara ini lantas dikenal sebagai logorrhea dan menjadi ciri atau gejala yang paling mudah dikenali pada kasus ini.
Akan tetapi, penderita aphasia ini merasa jika apa yang dia ucapkan sudah benar adanya. Menurunnya kemampuan untuk mengidentifikasi kesalahan dalam berujar (anosognosia) menjadi alasan hal tersebut bisa terjadi. Manakala penderita menyadari bahwa ucapan mereka sama sekali tidak benar, penderita akan menjadi emosional dan merasa depresi.
2. Afasia Broca
Afasia jenis ini menyerang bagian otak yang berfungsi untuk memproses ujaran. Pada kasus ini, penderita merasa kesulitan dalam berujar, akan tetapi masih mengerti apa yang orang lain ucapkan. Dengan kata lain, mereka tidak bisa memanifestasikan apa yang ada di pikirannya ke dalam suatu ujaran.
Kondisi ini kerap diiringi oleh sejumlah kondisi lainnya, seperti:
- Hemiplegia
- Hemiparesis
- Agraphia
- Alexia
Hal ini terjadi karena adanya pembuluh darah abnormal yang memengaruhi pergerakan salah satu sisi tubuh (umumnya tubuh sebelah kanan).
3. Afasia Transkortikal Motorik
Jenis yang satu ini memiliki ciri atau gejala yang hampir mirip dengan jenis di poin kedua tadi, yakni si penderita tidak mampu menyampaikan apa yang ada di dalam pikirannya ke dalam suatu ujaran.
Akan tetapi, penderita afasia transkortikal motorik dapat dengan mudah mengulangi kata atau kalimat yang diucapkan oleh lawan bicaranya. Sebagai contoh, penderita hendak berkata “saya ingin duduk” namun tidak bisa. Namun, apabila lawan bicaranya mengucapkan kata tersebut, maka penderita dapat mengulangi perkataan tersebut tanpa hambatan berarti.
4. Afasia Transkortikal Sensorik
Afasia transkortikal sensorik tergolong jarang terjadi. Kondisi ini ditandai dengan ketidakmampuan penderitanya untuk dapat memahami perkataan lawan bicaranya, sementara ia sebetulnya dapat berbicara dengan lancar sebagaimana mestinya.
Sebagai contoh, Anda mengatakan “bagaimana kabarmu?”, maka penderita malah balik bertanya dengan pertanyaan yang sama. Adanya kerusakan pada bagian otak yang memproses bahasa ditengarai menjadi penyebabnya.
5. Afasia Global
Kerusakan pada otak bagian Broca dan Wernicke yang sudah berlangsung lama membawa penderitanya pada kondisi afasia global. Jenis yang satu ini ditandai oleh ketidakmampuan seseorang dalam memahami perkataan—baik dirinya sendiri maupun orang lain—serta tidak juga mampu untuk berbicara.
Pada sejumlah kasus, penderita masih dapat berkomunikasi dengan orang lain dengan memanfaatkan bahasa non-lisan.
6. Afasia Konduksi
Pada kasus ini, penderita dapat berbicara dengan lancar dan juga mampu memahami perkataan orang lain. Akan tetapi, penderita akan kesulitan dalam mengulang perkataan maupun menemukan kata-kata yang tepat untuk diutarakan olehnya.
7. Afasia Anomik
Afasia Anomik bisa dibilang tergolong ke dalam kasus yang ringan. Penderitanya masih dapat berbicara dengan lancar, pun mampu mengerti setiap perkataan yang diucapkan oleh lawan bicaranya.
Permasalahan yang dialami oleh penderita masih sebatas pada kesulitan untuk mengucapkan kata, frasa, maupun kalimat yang sudah muncul di pikiran. Alhasil, penderita akan mengucapkan kata-kata alternatif guna mengutarakan maksudnya tersebut
Pengobatan Afasia
Berbicara mengenai pengobatan afasia, maka hal ini harus disesuaikan dengan sejumlah faktor, seperti jenis, penyebab, usia, dan faktor-faktor lainnya. Pasalnya, setiap jenis memiliki metode pengobatan yang berbeda.
Pada kasus di mana aphasia disebabkan oleh stroke, misalnya. Penderita akan melakukan terapi wicara dengan dokter yang khusus menangani hal ini. Dokter juga lazimnya akan memberikan obat-obatan guna menunjang terapi, seperti memantine dan piracetam.
Secara umum, terapi pengobatan afasia terdiri dari aktivitas-aktivitas berikut ini:
- Latihan berbicara.
- Membuat kelompok diskusi untuk melatih kemampuan berkomunikasi.
- Menggunakan medium terapi lainnya seperti gestur, gambar, hingga komputer.
Peran orang-orang terdekat juga dibutuhkan guna mengoptimalkan proses penyembuhan. Berikut ini sejumlah tips yang perlu diperhatikan ketika sedang berbicara dengan penderita:
- Bicara perlahan dengan nada yang tidak keras.
- Gunakan bahasa isyarat dengan gerakan tubuh.
- Buatlah tulisan untuk berkomunikasi.
- Usahakan untuk mengajukan pertanyaan yang hanya berujung pada dua jawaban, ya atau tidak.
- Jangan alihkan pandangan mata saat berbicara.
- Selalu berikan semangat dan apresiasi pada penderita.
Pencegahan Afasia
Dikarenakan masalah ini umumnya disebabkan oleh penyakit seperti stroke, maka cara mencegah penyakit ini yaitu dengan mencegah diri Anda terserang penyakit-penyakit tersebut, baik itu dengan mengonsumsi makanan bergizi, maupun menerapkan pola hidup sehat.
Sementara itu, untuk penyebab afasia berupa cedera yang diakibatkan oleh kecelakaan, langkah pencegahan dapat dilakukan dengan selalu berhati-hati dalam beraktivitas, terlebih jika Anda memiliki aktivitas yang berisiko terhadap kecelakaan.
- Anonim. Aphasia. https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/aphasia/symptoms-causes/syc-20369518 (Diakses pada 10 Maret 2020)
- Anonim. Aphasia. https://my.clevelandclinic.org/health/diseases/5502-aphasia (Diakses pada 10 Maret 2020)
- Anonim. Aphasia. https://www.hopkinsmedicine.org/health/conditions-and-diseases/aphasia (Diakses pada 10 maret 2020)
- Anonim. Aphasia Definitions. https://www.aphasia.org/aphasia-definitions/ (Diakses pada 10 Maret 2020)
- Anonim. An Overview of Aphasia. https://www.webmd.com/brain/aphasia-causes-symptoms-types-treatments#1 (Diakses pada 10 Maret 2020)
- Giorgi, AZ. 2016. What is Aphasia? https://www.healthline.com/health/aphasia#1 (Diakses pada 10 Maret 2020)
- National Aphasia Association. Aphasia Definition. https://www.aphasia.org/aphasia-definitions/ (Diakses pada 10 Maret 2020)
- Paddock, M. 2017. Aphasia: What you need to know. https://www.medicalnewstoday.com/articles/217487 (Diakses pada 10 Maret 2020)
- Seladi-Schulman J. 2020. How to Identify the Different Types of Aphasia. https://www.healthline.com/health/dementia/types-of-aphasia (Diakses pada 10 Maret 2020)