Terbit: 6 May 2016
Ditulis oleh: Redaksi DokterSehat | Ditinjau oleh: Tim Dokter

DokterSehat.Com – Tanggal 25 April lalu, seluruh dunia memperingati hari malaria. Peringatan ini diadakan oleh WHO untuk meningkatkan kewaspadaan masyarakat di seluruh dunia dan mendorong negara-negara di muka bumi untuk bersama-sama melakukan upaya untuk mengontrol perkembangan malaria dan membebaskan dunia dari malaria.

Sabun Faso, Inovasi untuk Memberantas Malaria

Photo Source: Faso Soap

Malaria merupakan suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit Plasmodium sp. yang dibawa oleh nyamuk Anopheles sp. betina. Parasit ini menyerang sel darah merah dan menyebabkan berbagai gejala, seperti demam, menggigil, anemia, dan pembesaran limpa.

Menurut data WHO, pada tahun 2015, masih terdapat 3,2 juta orang (hampir setengah populasi dunia) yang berisiko terserang malaria dan 438.000 orang meninggal akibat malaria. Walaupun angka kejadian malaria terus menurun, dengan penurunan kasus sebanyak 60% sejak tahun 2000, kontrol terhadap malaria harus terus dipertahankan dan bahkan ditingkatkan dengan berbagai upaya inovatif.

Hingga saat ini telah banyak program yang dilakukan untuk memberantas malaria dan kematian yang disebabkan olehnya. Di antara berbagai program tersebut, program Indoor Residual Spraying (IRS) yang dilakukan dengan menyemprotkan insektisida di rumah-rumah serta membagikan kelambu antinyamuk masih merupakan program yang paling efektif. Namun, program yang didukung oleh WHO ini masih memiliki beberapa kekurangan. Di beberapa tempat, IRS masih dianggap mahal sulit untuk didapatkan. IRS juga menimbulkan masalah baru bagi kesehatan yaitu ISPA. Kelambu pun hanya efektif melindungi pada malam hari saat tidur, padahal nyamuk berada dalam kondisi sangat aktif ketika sore hari dan orang-orang masih berada di luar ruangan. Dengan kata lain, program ini belum mampu membereskan malaria hingga ke akarnya.

Gerard Niyondiko, seorang insinyur dari Burundi, menyatakan adanya kebutuhan inovasi baru dalam upaya menghentikan persebaran malaria. Ide awalnya adalah ia ingin memberikan perlindungan pada masyarakat dalam waktu yang lebih lama. Sabun, menurutnya, adalah suatu benda yang dimiliki oleh 95% keluarga di Afrika (dimana malaria menjadi suatu endemi). Dari situlah ia memulai proses penemuan sabun Faso yang diklaim dapat memberikan perlindungan dari malaria hingga 6 jam setelah penggunaan. Proyek penemuan ini bahkan memenangkan Global Social Ventures Competition dari University of Berkeley. Dengan adanya sabun Faso sebagai salah satu metode pencegahan malaria, diharapkan masyarakat memperoleh perlindungan sejak sore hari ketika nyamuk sangat aktif dan mereka masih berada di luar ruangan serta berisiko terpapar langsung. Gerard dan timnya berharap dapat bekerja sama dengan produsen dan distributor sabun skala besar sehingga produk ini dapat berkompetisi dengan sabun konvensional.

Pada awal kemunculannya ini, sabun Faso diharapkan dapat dipakai oleh 183 juta orang berisiko tinggi yang tinggal di negara-negara sub-Sahara seperti Nigeria, Kongo, Tanzania, Ghana, Ethiopia, dan Uganda. Oleh karena itu sabun Faso menggalakkan kampanye “Save 100.000 lives” untuk mendapatkan dana sebesar 100.000 Euro dan melindungi 100.000 orang dari malaria hingga 2018. Sabun Faso merupakan contoh sederhana dan mudah didapat, diharapkan dengan kehadirannya dapat menurunkan angka kejadian malaria lebih banyak dari sebelumnya.


DokterSehat | © 2024 PT Media Kesehatan Indonesia. Hak Cipta Dilindungi