Terbit: 16 December 2019
Ditulis oleh: Redaksi DokterSehat | Ditinjau oleh: Tim Dokter

Siapa bilang merokok hanya akan menyebabkan dampak buruk bagi kesehatan paru-paru saja. Dalam realitanya, hampir semua bagian tubuh akan mengalami dampak buruk dari kebiasaan merokok. Salah satunya adalah otak. Kok bisa?

Dianggap Bisa Menenangkan, Dalam Realitanya Rokok Justru Merusak Otak!

Dampak Buruk Rokok bagi Otak

Peneliti yang berasal dari Northumbria University, Inggris bernama Tom Heffernan serta Anna-Marie Marshall melakukan sebuah penelitian yang membuktikan bahwa rokok memang bisa memberikan dampak bagi kesehatan otak dengan signifikan. Hal ini disebabkah oleh adanya sekitar 4.000 bahan kimia beracun di dalamnya.

Dalam penelitian yang kemudian dipublikasikan hasilnya dalam jurnal berjudul Frontiers of Psychiatry ini, disebutkan bahwa fungsi kognitif dan memori otak akan menurun dengan signifikan jika kita sering merokok. Jika kebiasaan ini juga diserta dengan kebiasaan minuman alkohol. Dampaknya bisa jauh lebih buruk.

Hal ini disebabkan oleh kemampuan kandungan beracun di dalam rokok yang bisa mempengaruhi bagian korteks otak yang berperan besar dalam fungsi memori serta pemrosesan informasi. Lapisan korteks ini memang secara alami menurun seiring dengan semakin tuanya seseorang, namun jika mereka juga merokok, proses penipisan ini akan berlangsung jauh lebih cepat.

Rokok Bisa Mempengaruhi Kesehatan Mental

Kandungan nikotin yang ada di dalam rokok bisa memberikan efek buruk bagi kinerja otak dengan signifikan. Tak hanya menyebabkan ketergantungan, hal ini juga bisa mengubah cara berpikir atau cara berperilaku. Kondisi ini terjadi akibat cepatnya otak menyerap nikotin setelah rokok diisap, yakni sekitar 10 detik saja. Masalahnya adalah nikotin ini terus menumpuk di dalam otak dan akhirnya memperburuk kondisinya.

Fungsi otak pun akan menjadi tidak seimbang dan hal ini akan mempengaruhi ketidakseimbangan hormon dan menurunnya enzim monoamineoxidase. Hormon ini bisa menyebabkan tidak terkendalinya kadar hormon dopamine dan akhirnya mempengaruhi kondisi mental kita.

Jika sampai kadar hormon dopamine di dalam otak berlebihan, maka kita akan merasakan sensasi bahagia, nyaman, dan tenang. Hal inilah yang sering dianggap perokok sebagai sensasi menenangkan pikiran atau menghilangkan stres saat mengisapnya. Tanpa disadari, hal ini sebenarnya adalah tanda bahwa tubuh sudah ketergantungan pada rokok hanya demi menghilangkan stres atau menenangkan pikiran.

Bahkan, dalam realitanya, jika kita tidak merokok selama beberapa waktu, tubuh seperti mengalami gejala stres dan kecemasan sehingga menagih kita untuk segera mengisap rokok lagi hanya demi mendapatkan ketenangan.

Banyak orang dari kalangan ekonomi sulit yang seperti kesulitan untuk berhenti merokok. Padahal, secara keuangan sebenarnya akan jauh lebih baik jika uang rokok ini dialokasikan untuk hal lain. Sayangnya, karena rokok bisa menghilangkan stres dan beban pikiran untuk sementara, mereka lebih memilih untuk terus mengisapnya hanya agar demi merasa jauh lebih tenang.

Merokok Bisa Menyebabkan Depresi

Pakar kesehatan menyebut kebiasaan merokok ternyata terkait dengan risiko depresi. Berdasarkan sebuah penelitian, disebutkan bahwa sekitar 30 persen dari total perokok berusia dewasa mengalami depresi. Bahkan, jika para perokok adalah kaum hawa atau para remaja, risiko untuk terkena masalah kesehatan mental ini juga akan meningkat dengan signifikan.

Ketergantungan pada rokok bisa membuat perokok cenderung mudah mengalami mood swing atau perubahan suasana hati dengan cepat dan drastis. Selain itu, kekacauan hormon dopamine juga bisa menyebabkan dampak ini.

Melihat fakta ini, ada baiknya memang kita berhenti merokok dan sebisa mungkin menghindari asap rokok agar tidak menjadi perokok pasif yang sama-sama berbahaya bagi kesehatan.

 

Sumber:

  1. Heffernan, Tom. 2016. EXPERT COMMENT: Smoking harms not just your physical health, but your mental health too. northumbria.ac.uk/about-us/news-events/news/2016/11/expert-comment-smoking-harms-not-just-your-physical-health-but-your-mental-health-too/ (Diakses pada 16 Desember 2019).

DokterSehat | © 2024 PT Media Kesehatan Indonesia. Hak Cipta Dilindungi