DokterSehat.Com – Tekanan darah seseorang bisa naik turun tergantung aktivitas fisik dan kondisi psikologis yang sedang dialami. Variabilitas tekanan darah adalah sesuatu yang tidak perlu dikhawatirkan selama angkanya tidak konsisten tinggi atau rendah dalam waktu yang lama. Akan tetapi, jika hasil pengecekan menunjukkan angka yang tinggi kemungkinan Anda mengidap hipetensi.
Pengaruh Tekanan Darah Tinggi terhadap Kesehatan Tubuh
Hipertensi adalah penyebab kesakitan (morbidity) dan kematian (mortality) terbanyak di seluruh dunia. Penyakit yang sering disebut sebagai ‘silent killer‘ ini menurut Riset Kesehatan Dasar Kementerian Kesehatan (2018), prevalensi hipertensi adalah sebesar 34,1% dari populasi usia dewasa dan menjadi penyebab utama cuci darah.
Salah satu cara mengontrol hipertensi adalah dengan melakukan pemantauan tekanan darah di rumah. Senada dengan hal ini, Indonesian Society of Hypertension (InaSH) mengampanyekan ‘CERAMAH‘ (Cek Tekanan Darah di Rumah). Kini, CERAMAH adalah satu kontrol dan diagnosis yang direkomendasikan dalam tatalaksana hipertensi.
Menurut dr. Yuda Turana, Sp.S yang juga anggota dewan pembina InaSH, CERAMAH mempunyai nilai prognostik yang lebih baik dibandingkan hanya pemeriksaan tekanan darah di rumah sakit. Bahkan, CERAMAH juga bisa meningkatkan kepatuhan pasien untuk mendeteksi masked hypertension (hipertensi terselubung) dan white coat hypertension (hipertensi jas putih).
“Siapapun kalau lagi merasa khawatir, takut, tensi pasti tinggi. Cuman yang sering problem kenapa kita memasyarakatkan CERAMAH–itu juga sebenarnya untuk meyakinkan apakah ini true hipertensi apa enggak,” ujarnya saat acara media briefing dengan tema ‘Kendalikan Hipertensi dengan Kampanye CERAMAH untuk Jantung Sehat‘ yang diselenggarakan OMRON Healthcare Indonesia, Kamis (19/09/2019) di Jakarta.
Lantas, bagaimana membedakan masked hypertension dan white coat hypertension? White coat hypertension adalah fenomena di mana pasien mengalami peningkatan tekanan darah saat di hadapan pekerja kesehatan, akan tetapi ketika pengecekan dilakukan di luar lingkungan klinis tekanan darahnya normal.
Masked hypertension adalah sebuah fenomena di mana tekanan darah pasien menunjukkan angka normal saat diperiksa oleh tenaga kesehatan, namun tekanan darah menjadi tinggi ketika pengecekan dilakukan di rumah.
“Kejadian white coat ini lumayan tinggi khususnya pada orang yang kepribadiannya gampang cemas, kemudiaan white coat juga sering terjadi pada orang yang enggak biasa ke dokter. Jadi sebenernya di titik inilah mungkin pentingnya sekali lagi pengukuran tekanan darah di rumah,” katanya.
Dijelaskan oleh dr. Yuda Turana, seseorang yang mengalami white coat hypertension memiliki kecenderungan untuk memiliki hipertensi dan menimbulkan masalah organ. Selain itu ia mengungkapkan bahwa tekanan darah yang tidak terkontrol ditambah dengan gangguan kesehatan lainnya berisiko meningkatkan masalah pada organ tertentu.
“Semakin tekanan darah tidak terkontrol, semakin adanya komordibitas lain seperti misalnya hipertensi dengan obesitas, tentu lebih berisiko untuk terkena gangguan organ, hipertensi dengan DM (diabetes melitus) lebih berisiko, apalagi kalau gabungan semuanya. Semakin hipertensi itu lebih lama, semakin hipertensi itu ada faktor komordibitas, semakin mempercepat untuk terjadi kerusakan target organ,” ungkap dr. Yuda Turana.
Hal penting lainnya yang harus diwaspadai menurut dr. Yuda Turana adalah saat memasuki usia paruh baya. Pada usia ini seseorang bisa mengalami penurunan kognitif ketika didiagnosis mengalami hipertensi.
Stigma Konsumsi Obat Seumur Hidup bagi Penderita Hipertensi
Meski hipertensi bisa menyebabkan masalah yang serius pada jantung, saraf, ginjal, pembuluh darah dan organ tubuh lainnya, banyak masyarakat yang belum menyadarinya. Hal ini disebabkan hipertensi sendiri adalah penyakit yang tanpa gejala. Kondisi inilah yang sering kali menjadi kendala tenaga medis dalam menangani penderita hipertensi.
“Tantangan seorang dokter adalah mengobati sesuatu (penyakit) yang saat ini enggak ada keluhannya dan pasien dipaksa untuk minum obat. Bukan hanya tiga hari empat hari, tapi seumur hidup, misalnya,” kata dr. Yuda Turana.
Pada beberapa kasus, seseorang yang menderita hipertensi harus mengonsumsi obat seumur hidup. Namun, dokter bisa menurunkan dosis atau menghentikan pengobatan jika tekanan darah penderita sudah terkendali.
Menurut dr. Yuda Turana, tidak semua penderita hipertensi dianjurkan untuk mengonsumsi obat, karena jika tingkat hipertensinya masih di tingkat 1, perubahan gaya hidup adalah yang utama bukan langsung mengonsumsi obat.
“Jadi, awareness masyarakat itu penting banget karena yang dilihat bukan jangka pendeknya, tapi jangka panjangnya. Pada kasus hipertensi, sering kali problematika dasarnya adalah penyakit yang saat awal tanpa keluhan dan pasien biasanya dianjurkan untuk minum obat dalam jangka waktu lama–dan adanya stigma bahwa obat lebih banyak efek samping dibandingkan dengan tidak dengan minum obat,” jelas dr. Yuda Turana.