DokterSehat.Com- Ada anggapan yang menyebut orang-orang yang depresi atau mengalami gangguan mental adalah orang-orang yang jarang beribadah. Anggapan ini tentu cukup kontroversial dan dikecam banyak orang. Hanya saja, apakah memang ada kaitan antara ibadah dengan risiko terkena depresi?
Kaitan Antara Ibadah dengan Depresi
Pakar kesehatan menyebut ada banyak faktor yang bisa mempengaruhi munculnya depresi. Selain karena faktor kondisi atau lingkungan, bisa jadi hal ini juga terkait dengan faktor genetik, psikososial, atau dalam hal spiritual yang kurang lemah.
Khusus untuk faktor ibadah atau keagamaan, memang banyak orang yang tidak memahami spiritualitas yang baik dan akhirnya menyebabkan gangguan jiwa semakin memburuk, namun hal ini tidak serta merta berarti bahwa kurang ibadah bisa menyebabkan depresi.
Ada banyak faktor yang lebih besar yang bisa menyebabkan depresi. Bahkan, banyak pakar kesehatan jiwa yang menyebut mereka yang menyalahkan orang dengan masalah depresi sebagai orang yang kurang beribadah justru hanya akan membuat kondisi orang tersebut semakin memburuk.
Melihat fakta ini, jika memang kita memiliki teman atau anggota keluarga yang sedang mengalami depresi atau gangguan jiwa lainnya, sebaiknya mendengarkan mereka demi meringankan kondisinya. Bahkan, jika perlu kita bisa membantunya mendapatkan pertolongan medis.
Jika kita sendiri sedang mengalami stres, kekalutan, atau depresi, mendekatkan diri dengan Tuhan juga bisa menjadi cara yang baik untuk mengatasinya. Hal ini disebabkan oleh kemampuan ibadah atau berpasrah diri kepada Tuhan yang bisa memberikan efek menenangkan atau meningkatkan kadar hormon yang bisa mengendalikan stres.
Berbagai Cara untuk Menghindari Depresi
Seiring dengan perkembangan zaman, semakin banyak orang yang menderita depresi, khususnya pada mereka yang tinggal di kota besar yang memiliki masalah yang kompleks. Bahkan, kini semakin banyak anak muda yang mengalaminya.
Berikut adalah berbagai cara yang bisa kita lakukan demi mencegah depresi.
-
Rajin Berolahraga
Meski terlihat sepele, rajin berolahraga ternyata bisa membantu menurunkan risiko terkena depresi dengan signifikan, lho. Hal ini disebabkan oleh kemampuan olahraga dalam membuat jumlah hormon endorphin yang bisa memperbaiki suasana hati meningkat dengan signifikan. Selain itu, suhu tubuh yang menghangat juga bisa membantu sistem saraf pusat menjadi lebih tenang.
Tubuh yang bugar bisa membuat rasa percaya diri meningkat dan hal ini bisa berimbas besar pada menurunnya risiko terkena gangguan mental.
-
Tidur Cukup Setiap Malam
National Sleep Foundation menyebut orang yang kurang tidur atau bahkan mengalami insomnia cenderung memiliki risiko terkena depresi 10 kali lebih besar dibandingkan dengan mereka yang tidur cukup setiap malam. Karena alasan inilah jika sampai kita mengalami masalah insomnia, sebaiknya memeriksakan kondisi ini ke dokter demi segera mengatasinya.
Selain itu, cobalah kondisikan kamar senyaman mungkin agar bisa tidur tepat waktu setiap malam, membersihkan badan sebelum tidur, dan mematikan peralatan elektronik sebelum tidur sehingga kita bisa langsung terlelap.
-
Lebih Cermat Menggunakan Media Sosial
Penggunaan media sosial yang kurang tepat bisa meningkatkan depresi lho. Sebagai contoh, kita cemburu atau iri dengan orang lain, kita mengalami perundungan di media sosial, hingga melihat perseteruan di media sosial bisa membuat kita lebih rentan terkena stres atau depresi. Cermat-cermatlah dalam menggunakannya atau sebaiknya hanya mengikuti konten-konten yang positif saja demi mencegah gangguan mental.
-
Tidak Merokok dan Minum Alkohol
Rokok dan alkohol bisa meningkatkan risiko depresi, apalagi jika digunakan dengan berlebihan. Oleh karena itu, sebisa mungkin hindari konsumsi alkohol dan rokok.
-
Mengelola Stres
Bercerita dengan orang lain, berkumpul dengan teman-teman, melakukan hobi yang disukai, atau pergi piknik bisa mengendalikan stres sekaligus mencegah depresi.
Sumber:
- Prasasti, Giovani Dio. Benarkah Kurang Ibadah Sebabkan Orang Depresi?. com/health/read/4082880/benarkah-kurang-ibadah-sebabkan-orang-depresi. (Diakses pada 11 Oktober 2019).