Terbit: 25 February 2018
Ditulis oleh: Muhamad Nuramdani | Ditinjau oleh: Tim Dokter

DokterSehat.Com- Hiburan merupakan segala sesuatu yang bisa menyenangkan. Salah satu hiburan yang paling digemari adalah acara televisi, mulai acara anak, remaja, hingga dewasa. Hiburan dipercaya bisa melepas stres dan ketegangan.

Benarkah Terlalu Lama Nonton TV Bisa Mengancam Nyawa?

Namun, ssperrti melansir Medical News Today, sebuah studi baru-baru ini menemukan bahwa terlalu banyak menonton televisi dapat meningkatkan risiko tromboemboli vena, suatu kondisi yang ditandai dengan penggumpalan darah yang berpotensi fatal.

Tromboembolisme vena (VTE) diperkirakan memengaruhi antara 300 ribu dan 600 ribu orang dewasa di setiap tahunnya.

VTE bisa datang dalam dua bentuk yang berbeda: deep vein thrombosis (DVT) dan pulmonary embolism (PE).

DVT terjadi ketika darah beku terbentuk di pembuluh darah dalam, paling sering terjadi pada kaki. PE timbul saat darah beu terlepas dari vena dalam dan bergerak ke paru-paru, di mana ia bisa menghalangi arteri yang memasok darah ke organ.

Ini memang terdengar menakutkan. Seperti di Amerika Serikat, sekitar 10-30 persen orang dewasa dalam waktu 1 bulan didiagnosis dengan DVT atau PE.

Lantas, bagaimana bisa sesuatu yang sederhana seperti menonton televisi menyebabkan kondisi yang mematikan?

Salah satu faktor risiko utama VTE adalah berkurangnya aliran darah, yang bisa disebabkan oleh duduk dalam jangka waktu yang lama. Namun, dalam kasus lain yang berhubungan dengan duduk selama berjam-jam tidak masuk dalam kategori ini.

Laporan yang dilakukan oleh Nielsen tahun lalu mengungkapkan bahwa orang dewasa di negeri Paman Sam ini menghabiskan hampir 6 jam per hari menonton televisi.

Sebuah studi yang diterbitkan dalam jurnal Circulation di 2016, terkait terlalu banyak waktu di depan televisi dengan risiko PE yang lebih besar pada pria dari Jepang.

Untuk penelitian baru, Yasuhiko Kubota, dari University of Minnesota School of Public Health di Minneapolis dan rekan-rekannya ingin mengetahui apakah menonton televisi dapat menimbulkan risiko yang sama untuk orang dewasa di Amerika Serikat.

“Insiden VTE lebih tinggi pada populasi orang-orang Barat daripada populasi di Asia, dengan demikian mungkin ada relevansi yang tinggi dengan studi tentang penayangan televisi dan VTE di populasi Barat,” periset menjelaskan.

Olahraga Tidak Akan Mengimbangi Risiko Telalu Banyak nonton Televisi
Kubota dan rekannya menggunakan data dari Risiko Atherosclerosis dalam studi komunitas untuk mencapai temuan mereka, yang baru-baru ini diterbitkan dalam Journal of Thrombosis and Thrombolysis.

Mereka memasukkan informasi tentang 15.158 orang dewasa Amerika Serikat, yang berusia 45-64 saat pertama kali mendaftarkan diri pada 1987-1989. Pada lima penilaian tindak lanjut yang terpisah, dari awal studi sampai 2009-2011, peserta ditanya seberapa sering mereka menonton televisi. Mereka menjawab “tidak pernah atau jarang,” “kadang-kadang,” “sering”, atau “sangat sering”.

Sebanyak 691 insiden VTE diidentifikasi selama masa tindak lanjut. Dibandingkan dengan orang dewasa yang melaporkan “tidak pernah atau jarang” menonton televisi, mereka yang menonton televisi “sangat sering” ditemukan 1,7 kali lebih mungkin untuk mengembangkan VTE.

Jika Anda berpikir bahwa olahraga bisa menurangi risiko telalu lama menonton televisi, coba Anda pikirkan lagi. Para periset menemukan bahwa bahkan bagi mereka yang memenuhi rekomendasi aktivitas fisik, sering menonton televisi terkait dengan risiko VTE 1,8 kali lebih besar.

Apa yang bisa kita lakukan untuk mencegah risiko pembekuan darah yang berpotensi fatal?

Kurangi waktu menghabiskan menonton televisi dan perbanyaklah waktu untuk berolahraga.

Perlu diingat, hasil ini menunjukkan bahwa bahkan individu yang secara teratur berolahraga, tidak boleh mengabaikan potensi bahaya dari kebiasaan terlalu lama menonton televisi.

“Menghindari seringnya menonton televisi, meningkatkan aktivitas fisik, dan mengendalikan berat badan mungkin bermanfaat untuk mencegah VTE,” Yasuhiko Kubota menyarankan.


DokterSehat | © 2024 PT Media Kesehatan Indonesia. Hak Cipta Dilindungi