Terbit: 15 January 2019 | Diperbarui: 7 October 2022
Ditulis oleh: Redaksi DokterSehat | Ditinjau oleh: Tim Dokter

DokterSehat.Com- Siapa sih yang tidak suka dengan sate kambing, rasanya yang gurih dan nikmat sangatlah sayang untuk dilewatkan begitu saja. Sayangnya, sudah menjadi rahasia umum jika makanan yang diolah dari daging kambing tergolong dalam makanan yang kurang sehat sehingga sebaiknya kita batasi konsumsinya.

Jangan Makan Sate Kambing Lebih dari 10 Tusuk

Makan daging kambing bisa menyebabkan sensasi panas

Selain sate, olahan daging kambing lainnya sepeti gulai, kari, atau sop bisa membuat tubuh terasa lebih panas setelah memakannya. Hal ini disebabkan oleh kandungan lemaknya yang cenderung sangat tinggi. Sayangnya, kebanyakan orang akan sayang untuk membuang lemak dari daging kambing karena bisa membuat rasa masakan menjadi lebih gurih.

Jika kita mengonsumsi daging kambing dengan kandungan lemak dalam jumlah yang sangat banyak, maka lemak ini akan memasuki sistem limfatik sebelum memasuki pembuluh darah dan menyebabkan kadar lemak darah naik dengan signifikan. Hal inilah yang menyebabkan sensasi panas pada tubuh.

Beruntung, masyarakat Indonesia telah menyadari dampak buruk dari makan daging kambing sehingga cenderung menghindari konsumsinya dengan berlebihan. Sangat jarang kita menemukan masyarakat Indonesia yang mengonsumsinya setiap hari.

Meskipun begitu, setiap kali kita memakannya, kita juga sebaiknya memastikan bahwa porsi daging kambing ini masih aman bagi kesehatan tubuh kita. Sebagai contoh, kita sebaiknya membatasi asupannya maksimal 10 tusuk saja jika makan sate kambing. Dengan melakukannya, maka kita pun tidak akan mudah mengalami kenaikan kolesterol atau tekanan darah.

Dampak makan daging kambing dengan berlebihan

Pakar kesehatan menyebut dampak pertama yang akan kita alami jika mengonsumsi daging kambing dengan berlebihan adalah sembelit, apalagi jika daging kambing dikonsumsi di malam hari. Hal ini disebabkan oleh daging yang cenderung sulit untuk dicerna oleh tubuh. Bahkan, kita bisa saja mengalami refluks asam lambung akibat hal ini.

Selain itu, saat kita mengonsumsi daging kambing, kita juga seperti sayang untuk melewatkan jeroannya. Padahal, di dalam jeroan daging kambing terdapat kadar purin yang sangat tinggi. Sering mengonsumsinya tentu akan membuat kita lebih rentan mengalami peningkatan risiko terkena penyakit asam urat.

Pakar kesehatan juga menyarankan penderita beberapa penyakit tertentu untuk menghindari olahan daging kambing seperti hipertensi, kolesterol tinggi, penyakit asam urat, diabetes, dan kegemukan. Jika mereka mengonsumsinya, dikhawatirkan akan membuat kondisi yang dialaminya akan menjadi semakin memburuk.

Membahayakan kesehatan organ kardiovaskular

Daging merah seperti daging kambing atau daging sapi juga termasuk dalam makanan yang kaya akan kandungan lemak jenuh. Di dalam lemak jenuh ini juga kaya akan kandungan koleterol jahat atau LDL yang bisa menyebabkan penumpukan plak pada dinding bagian dalam pembuluh darah, khususnya yang menuju otak atau yang berada di sekitar jantung.

Jika kita mengonsumsi daging kambing dengan berlebihan, maka risiko untuk mengalami masalah kolesterol tinggi atau hipertensi akan meningkat. Selain itu, hal ini juga akan membuat kinerja jantung semakin meningkat dan hal ini akan membuat risiko terkena kerusakan jantung semakin tinggi.

Daging kambing juga bermanfaat

Sebenarnya, asalkan dikonsumsi dengan jumlah yang sedang atau dengan frekuensi yang wajar, daging kambing bisa memberikan manfaat kesehatan bagi tubuh kita. Sebagai contoh, di dalamnya terdapat kandungan protein hewani yang berperan besar sebagai zat pembangun atau pengganti sel-sel tubuh yang rusak.

Selain mencoba untuk menghidari konsumsi daging kambing dengan berlebihan, kita juga sebaiknya memperbanyak asupan buah dan sayur yang kaya akan serat karena kandungan ini bisa membantu kita mencegah kenaikan kadar kolesterol jahat di dalam tubuh. Hal ini tentu akan bisa membantu mencegah datangnya penyakit kardiovaskular dengan lebih baik.


DokterSehat | © 2024 PT Media Kesehatan Indonesia. Hak Cipta Dilindungi