DokterSehat.Com- Pelaksana Tugas Gubernur Aceh, Nova Iriansyah meminta penundaan imunisasi campak dan rubella (MR) karena adanya enzim babi dalam proses pembuatan vaksin tersebut. Meskipun Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Majelis Permusyawaratan Ulama Aceh (MPU) membolehkan penggunaan vaksin ini, permintaan penundaan ini membuat keberhasilan program vaksinasi MR di Aceh sangat rendah, yakni hanya 7 persen.
Menurut Sekretaris Ikatan Dokter Anak Indonesia Cabang Aceh dr Aslinar, dari 1,5 juta anak yang harus divaksin, baru 100 ribu anak yang mendapatkan imunisasi MR di Provinsi Serambi Mekah ini. Hal ini cukup mengkhawatirkan karena targetnya seharusnya 90 persen anak di Aceh mendapatkan vaksinasi ini.
Menurut dr. Aslinar, sudah ada kasus campak dan rubella yang ditemukan di Aceh. Untuk kasus rubella, telah ada kasus anak yang terlahir dengan sindrom conginetal rubella yang membuat anak tersebut mengalami gangguan pendengaran, katarak, hingga kebocoran jantung. Saat berada dalam kandungan, ibu dari anak ini mengalami gejala campak seperti demam dan ruam-ruam kemerahan. Sayangnya, kondisi ini juga mempengaruhi bayi di dalam kandungan.
“Vaksin MR ini mampu memutus mata rantai campak dan rubella yang sangat berbahaya. Kami berharap imunisasi MR bisa berjalan kembali di Aceh karena sangat penting bagi perlindungan anak-anak disana,” ungkap dr. Aslinar.
Salah seorang ibu, Rita Yana, menyebut anaknya yang berusia tujuh tahun bernama Shafa terkena sindrom Rubella. Ia menyarankan Plt Gubernur Aceh untuk memperbolehkan vaksin MR diberlakukan di Aceh agar tidak ada orang lain yang mengalami nasib seperti dirinya dan buah hatinya.
“Setiap bulan saya mengeluarkan uang puluhan juta demi merawat anak saya. Bahkan, saya sudah sampai ke Malaysia, tapi anak saya tidak bisa diobati dan membutuhkan terapi seumur hidup,” ucapnya
–