DokterSehat.Com- Selain protes tentang revisi dari beberapa RUU, salah satu hal yang menjadi tuntutan dalam aksi demonstrasi yang berlangsung di beberapa wilayah di Indonesia adalah soal iuran BPJS yang disebut-sebut akan naik. Sebenarnya, seperti apa komentar Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Terkait dengan isu ini?
Respons Kemenkes Tentang Isu Iuran BPJS
Isu tentang kenaikan iuran BJPS langsung memancing pro dan kontra masyarakat. Ada yang menyebut hal ini memang perlu untuk dilakukan demi memperbaiki pelayanan BPJS, namun ada yang menganggap hal ini membebani masyarakat. Kemenkes pun angkat bicara terkait dengan hal ini.
Staf Ahli Bidang Ekonomi Kesehatan Kemenkes dr. H. M. Subuh menyebut pemerintah hingga saat ini masih melakukan kajian terkait dengan hal ini. Dia menyebut belum ada kepastian bahwa iuran BPJS akan naik.
“Masih dalam proses pengkajian. Tapi kalau memang sampai ditetapkan ya harus diikuti. Presiden masih mempertimbangkan berbagai masukan, termasuk dari organisasi profesi. Kita juga masih mempertimbangkan tentang sebagian pembayaran yang harus ditanggung perusahaan,” ucap dr. H.M. Subuh.
Sebagai informasi, bayaran bagi penerima bantuan iuran atau PBI naik dari Rp23 ribu menjadi RP42 ribu. Pembayaran ini dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten atau Pemerintah Kota masing-masing.
Presiden Masih Mempertimbangkan Kenaikan Iuran BPJS
Presiden Jokowi menyebut pihaknya masih melakukan perhitungan terkait dengan usulan dari Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Andi Gani serta Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal tentang iuran BPJS Kesehatan Kelas III.
Jokowi menyebut ada banyak sekali hal yang harus dipertimbangkan mengingat dari pihak BPJS juga mengalami defisit.
“Kalau kenaikan tariff BPJS Kesehatan tidak dilakukan, di BPJS akan terjadi defisit yang sangat besar,” ucapnya.
Sebelumnya, pihak pemerintah mengusulkan kenaikan iuran BPJS. Khusus untuk kelas I, iurannya sekitar RP160 ribu untuk setiap jiwa, kelas II, iurannya RP110 ribu per jiwa untuk setiap bulan, dan kelas III sebesar Rp42 ribu.
Petisi Menolak Iuran BPJS Ditantangani Puluhan Ribu Orang
Petisi yang ada di situs change.org yang ditujukan kepada Presiden Jokowi, Menkeu Sri Mulyani, serta BPJS Kesehatan yang diinisiasi oleh Heri Irawan dari Advokasi dan Relawan Jamkeswatch Indonesia sejak akhir Agustus 2019 telah ditandatangani lebih dari 30.000 orang. Petisi ini isinya menolak wacana kenaikan iuran BPJS Kesehatan.
Dalam petisi ini, Heri menceritakan penyandang disabilitas bernama Mat Kosim yang ternyata menunggak iuran BPJS sebesar Rp7juta karena mengambil kelas II dengan biaya Rp51ribu setiap bulan untuk 4 orang anggota keluarganya. Masalahnya adalah Kosim tidak memiliki penghasilan tetap.
Heri menyebut kisah Mat Kosim banyak terjadi pada orang-orang dari kalangan tidak mampu lainnya. Selain itu, Heri juga menyebut kenaikan iuran tidak akan menjamin defisit BPJS akan bisa hilang.
“Tidak ada yang bisa menjamin defisit BPJS akan hilang setelah iurannya dinaikkan,” ucap Kosim.
Baginya, akar dari permasalahan yang ada di BPJS adalah manajemen yang sangat buruk seperti jumlah peserta aktif yang rendah, tunggakan iuran dari peserta yang semakin parah dan tidak bisa diatasi, data peserta yang masih kacau balau, dan manajemen klaim yang masih sangat buruk. Alih-alih menaikkan jumlah iuran, Heri menyebut ada solusi lain yang sebenarnya bisa dilakukan untuk mengatasinya.
“Pemerintah sebaiknya tidak membebankan defisit ini ke rakyat karena kesehatan itu seharusnya adalah hak rakyat,” tegas Heri.
Sumber:
- Widiyani, Rosmha. 2019. Iuran BPJS Kesehatan Jadi Naik atau Tidak? Ini Kata Kemenkes. health.detik.com/berita-detikhealth/d-4730026/iuran-bpjs-kesehatan-jadi-naik-atau-tidak-ini-kata-kemenkes. (Diakses pada 2Oktober 2019).