DokterSehat.Com- Pernahkah Anda mengenal istilah dispraksia? Dispraksia dulunya dikenal sebagai kelainan keseimbangan dan koordinasi. Sekarang dispraksia dianggap sebagai kesulitan belajar yang memengaruhi beberapa keterampilan anak.
Photo Credit: Alessandro Lucia
Gejala dan penyebab dispraksia
Dilansir dari WebMD, anak laki-laki memiliki peluang terkena dispraksia lebih besar dari perempuan dan kemungkinan dapat diturunkan ke generasi berikutnya. Mengenai penyebab dispraksia, para ahli sepakat bahwa hal ini disebabkan oleh sistem pengolahan indormasi otak tidak sepenuhnya dikembangkan dan pesan tidak dikirimkan dengan benar.
Risiko anak mengalami dispraksia menjadi lebih tinggi dari ibu yang mengonsumsi alkohol dan merokok selama kehamilan, kemudian pada bayi yang lahir prematur, dan lahir dengan berat badan lahir rendah.
Gejala dispraksia dapat dikenali sejak bayi dengan melihat beberapa kemampuan motorik dan kemampuan bicaranya. Beberapa gejala yang dapat diamati antara lain:
1. Gangguan keseimbangan dan koordinasi seperti memegang pensilm menulis, memakai baju, dan memegang sendok dan garpu.
2. Gangguan mengikuti instruksi dan daya ingat yang pendek.
3. Gangguan bicara dan mendengar, serta kemampuan bersosial yang kurang baik.
Gejala awal dispraksia pada bayi dapat diamati dari perkembangan motorik bayi yang lambat untuk melangkah, berjalan, dan kesulitan untuk toilet training. Selain itu anak-anak juga mungkin mudah terjatuh atau kesulitan untuk mengendarai sepeda. Umumnya anak yang diduga dispraksia juga memiliki kondisi lain seperti autis, ADHD atau disleksia.
Cara mengatasi dispraksia
Dikutip dari Mother and Baby, dispraksia sebenarnya merupakan kondisi yang tidak bisa disembuhkan. Anak dengan kondisi dispraksia perlu menjalani terapi yang tepat untuk mengurangi kesulitan belajar yang dihadapi.
Beberapa terapi yang disarankan untuk anak dispraksia antara lain mengajarkan anak untuk berlatih di jalan mengikuti bentuk yang sudah digambar di jalanan seperti bentuk garis lurus, lingkaran atau bentuk lainnya. Cara ini baik untuk meningkatkan koordinasi antara mata dan gerak pada anak.
Cara lain yang bisa dilakukan adalah dengan bermain dengan berbagai ukuran bola atau balon agar anak dapat melatih koordinasi mata dan tangan. Para ahli juga menyarankan anak untuk bermain dengan plastisin yang dibuat menjadi beberapa bentuk.