Terbit: 23 December 2020
Ditulis oleh: Rhandy Verizarie | Ditinjau oleh: dr. Ursula Penny Putrikrislia

Apakah Anda pernah mendengar tentang ketofastosis? Ya, ini adalah jenis diet yang sebenarnya masih terkait dengan diet keto yang tentunya sudah tidak asing lagi. Lantas, seperti apa ketofastosis ini? Berikut adalah informasi selengkapnya!

Diet Ketofastosis: Manfaat, Cara, Efek Samping

Apa Itu Diet Ketofastosis?

Ketofastosis adalah metode diet yang tidak lain merupakan kombinasi dari diet ketogenik—atau keto—dan fastosis. Seperti yang kita ketahui, diet keto adalah diet dengan pengaturan pola makan dengan asupan rendah karbohidrat, tinggi lemak, dan sedang protein. Sementara itu, fastosis adalah Anda berpuasa dalam keadaan ketosis (fasting on ketosis).

Jadi, saat tubuh sudah masuk dalam kondisi ketosis—yakni ketika tubuh kekurangan karbohidrat sehingga menggunakan lemak sebagai ‘bahan bakar’ utama—Anda diharuskan untuk tidak mengonsumsi makanan alias puasa. Terdengar cukup ekstrem, bukan? Namun, cara ini diklaim dapat memaksimalkan proses pembakaran lemak, bahkan melebihi diet keto.

Manfaat Diet Ketofastosis

Tidak jauh berbeda dengan diet keto, manfaat dari penerapan ketofastosis dalam kehidupan Anda sehari-hari adalah sebagai berikut:

1. Mengurangi Kadar Lemak pada Tubuh

Manfaat yang pertama dan paling utama tentu saja untuk membantu menurunkan berat badan dengan cara mengurangi kadar lemak pada tubuh. Pola makan ini nantinya akan membuat tubuh menggunakan lemak sebagai ‘bahan bakar’ alih-alih karbohidrat.

Tambah lagi dengan puasa yang harus Anda lakukan ketika sudah mencapai tahap ketosis, tidak heran jika proses pembakaran lemak menjadi lebih optimal. Terlebih jika Anda juga mengimbanginya dengan cara menghindari junk food.

2. Memperkuat Otot-Otot Tubuh

Menerapkan ketofastosis juga bermanfaat untuk memperkuat otot-otot tubuh Anda. Kok bisa? Ya, ini karena menurunnya kadar lemak pada tubuh justru membantu meningkatkan kadar HGH.

Bahkan, kabarnya kadar HGH akan meningkat sebanyak 2000 persen pada pria, dan 1300 persen pada wanita. Nah, ini menjadi penting karena HGH tersebutlah yang berperan dalam memperkuat otot-otot tubuh.

3. Mengendalikan Gula Darah

Selain dapat membantu menurunkan berat badan, diet ketofastis juga memiliki manfaat untuk mengendalikan gula darah (glukosa), khususnya untuk para penderita diabetes mellitus.  Ini karena dalam penerapannya, ketofastosis akan mengharuskan Anda untuk mengonsumsi sedikit karbohidrat.

Jumlah karbohidrat yang masuk ke dalam tubuh sedikit, sehingga secara otomatis kadar glukosa pun menjadi berkurang. Inilah yang kemudian menjadikan ketofastosis sangat cocok bagi penderita diabetes.

4. Menurunkan Risiko Penyakit Jantung

Manfaat lainnya yang bisa Anda dapatkan ketika menerapkan ketofastosis adalah menurunnya risiko penyakit jantung. Mengapa bisa demikian?

Jawabannya karena asupan karbohidrat yang rendah membuat kadar insulin mengalami penurunan. Menurunnya kadar insulin ini lantas membuat produksi kolesterol “jahat” turut mengalami menurun. Sebagaimana yang kita ketahui, kolesterol merupakan salah satu pemicu utama dari penyakit jantung dan penyakit kardiovaskular lainnya yakni stroke.

5. Meredakan Gejala Epilepsi

Penelitian menunjukkan jika penerapan diet keto—khususnya pada anak-anak—dapat membantu meredakan gejala epilepsi yakni kejang sebanyak 50 persen. Ini tentu bisa menjadi solusi penanganan epilepsi selain dengan obat-obatan.

Mengapa diet ketofastosis bisa membantu meredakan gejala epilepsi? Jawabannya tidak lain karena saat sampai pada tahap ketosis, tubuh akan memproduksi keton. Keton inilah yang selanjutnya berperan untuk membantu meminimalisir gejala epilepsi tersebut.

6. Menjaga Kesehatan & Fungsi Saraf

Menjaga kesehatan dan fungsi sistem saraf menjadi keuntungan lainnya yang bisa Anda peroleh jika menerapkan pola makan ketofastosis ini. Sejumlah gangguan medis terkait saraf yang bisa diminimalisir antara lain:

  • Parkinson
  • Alzheimer
  • Gangguan tidur

Perbedaan Diet Ketofastosis dengan Ketogenik

Baik diet ketofastosis maupun ketogenik, keduanya memang hampir serupa dalam penerapannya, yakni sama-sama mengurangi asupan karbohidrat dan sebaliknya, meningkatkan asupan lemak dan juga protein. Namun, ada sedikit perbedaan yang bisa kita lihat. Apakah itu?

Ya, ketogenik tidak mengharuskan Anda untuk berpuasa. Sementara ketika Anda memutuskan untuk melakukan diet ketofastosis, maka selain menerapkan diet keto itu sendiri, Anda juga harus mengimbanginya dengan berpuasa dalam durasi yang sudah ditentukan. Bisa dikatakan, ketofastosis adalah versi diet keto yang lebih “ekstrem”.

Cara Melakukan Diet Ketofastosis

Lantas, bagaimana cara melakukan pola makan yang satu ini? Ada 3 (tiga) alternatif pilihan penerapan ketofastosis, yakni sebagai berikut:

1. Metode 16:8

Alternatif yang pertama adalah metode 16:8. Dalam metode ini, Anda harus berpuasa selama 16 jam lamanya setiap hari. Setelah itu, 8 jam sisanya Anda bebas untuk mengonsumsi makanan apa pun, kendati tetap disarankan untuk mengonsumsi makanan sehat.

2. Puasa Berselang

Anda juga bisa menerapkan metode yang satu ini. Ya, puasa berselang. Sesuai dengan namanya, puasa ini dilakukan selang 1 hari.

Jadi, misalkan hari ini Anda makan, maka besoknya Anda harus berpuasa seharian penuh. Cara ini memang terlihat “ekstrem”. Oleh sebab itu, sebaiknya konsultasikan terlebih dahulu dengan dokter sebelum menerapkan metode yang satu ini.

3. Makan Satu Kali Sehari

Cara selanjutnya adalah dengan makan besar dalam satu hari. Namun, ini hanya boleh dilakukan sebanyak 1 kali saja dalam sehari. Setelah itu, Anda diharuskan untuk berpuasa satu hari penuh pada keesokan harinya.

Dampak Melakukan Diet Ketofastosis

“Diet keto saja sudah kontroversial, apalagi diet ketofastosis?“. Mungkin itu yang terlintas di benak Anda, bukan? Lantas, apakah memang pola makan yang satu ini memang berbahaya?

Ketika berbicara mengenai ketofastosis, ada kondis yang disebut “healing crisis”. Ini adalah kondisi saat tubuh mengalami sejumlah gejala sebagai dampak proses adaptasi tubuh terhadap kebiasaan baru. Gejala-gejala yang dimaksud meliputi:

  • Kulit kering
  • Kulit gatal-gatal
  • Jerawat
  • Ketombe
  • Mual
  • Tubuh terasa lemas

Durasi munculnya gejala ini bisa berbeda-beda setiap orang. Ada yang bisa berlangsung cepat atau bahkan lama. Apabila Anda mengalami gejala-gejala di atas dan sudah berlangsung cukup lama, segera hentikan penerapan pola makan ini dan periksakan diri ke dokter.

 

  1. Akkeson, A. 2017. Keto and intermittent fasting: “I am completely blown away by the changes”. https://www.dietdoctor.com/keto-intermittent-fasting-completely-blown-away-changes (accessed on 23 December 2020)
  2. Kubala, J. 2018. Intermittent Fasting and Keto: Should You Combine the Two? https://www.healthline.com/nutrition/intermittent-fasting-and-keto (accessed on 23 December 2020)
  3. Migala, J. 2019. Intermittent Fasting on Keto: What to Know Before Combining the Diets for Weight Loss. https://www.everydayhealth.com/ketogenic-diet/intermittent-fasting-keto-how-it-works-benefits-risks-more/ (accessed on 23 December 2020)
  4. Shannon-Karasik, C. 2019. People Are Combining Keto and Intermittent Fasting. https://www.instyle.com/lifestyle/food-drink/diet/keto-and-intermittent-fasting (accessed on 23 December 2020)


DokterSehat | © 2024 PT Media Kesehatan Indonesia. Hak Cipta Dilindungi