Terbit: 24 September 2019 | Diperbarui: 29 September 2022
Ditulis oleh: Redaksi DokterSehat | Ditinjau oleh: Tim Dokter

DokterSehat.Com- Salah satu lauk favorit masyarakat Indonesia adalah telur. Tak hanya harganya yang murah, telur cenderung mudah untuk diolah dan memiliki rasa yang enak. Hanya saja, apakah benar anggapan yang menyebut hobi makan telur bisa menyebabkan penyakit jantung?

Hobi Makan Telur Bisa Picu Penyakit Jantung, Benarkah?

Anggapan Makan Telur Bisa Memicu Penyakit Jantung

Pakar kesehatan Prof. Christopher Blesso dari University of Connecticut, Amerika Serikat menyebut telur sangat padat nutrisi. Bahkan, jika kita mengonsumsi telur dengan makanan lain, tubuh akan bisa menyerap vitamin dalam jumlah yang lebih banyak.

“Contohnya, kalau kita makan telur dengan salad, maka vitamin E di dalam salad akan lebih banyak diserap oleh tubuh,” ucap Prof. Blesso.

Hanya saja, banyak orang yang mengkhawatirkan kandungan kolesterol di dalam telur. Sebagaimana kita ketahui, kolesterol identik dengan penyakit jantung yang dikenal mematikan. Padahal, di dalam satu butir kuning telur terdapat kolesterol sebanyak 185 mg. Sebagai informasi, pakar kesehatan menyarankan kita membatasi asupan kolesterol maksimal 300 mg.

Apa Itu Kolesterol?

Pakar kesehatan menyebut kolesterol terlanjur dianggap sebagai masalah bagi kesehatan. Padahal, dalam realitanya kolesterol tidak selalu didapatkan dari makanan. Sebagian besar kolesterol justru diproduksi oleh hati dan usus kita

Kolesterol dibutuhkan untuk membran-membran sel, produksi vitamin D, dan pengendalian kadar hormon testosteron dan estrogen. Hal ini berarti, asalkan jumlahnya di dalam tubuh seimbang, kita justru mendapatkan manfaatnya.

Hanya saja, karena pola makan yang buruk seperti hobi mengonsumsi daging merah, udang, mentega, gorengan, makanan cepat saji, dan makanan tinggi lemak jenuh lainnya, kadar kolesterol jahat di dalam tubuh menjadi lebih tinggi dari normal. Hal inilah yang bisa menyebabkan masalah kesehatan.

Makanan dengan kadar lemak jahat seperti lemak trans atau lemak jenuh bisa membuat kadar kolesterol jahat terus naik. Hal ini bisa memicu penumpukan plak di dalam pembuluh darah. Plak inilah yang bisa menyumbat sirkulasi darah dan memicu penyakit jantung, stroke, dan penyakit berbahaya lainnya.

Benarkah MakanTelur Bisa Menyebabkan Penyakit Jantung?

Pakar kesehatan Maria Luz Fernandez dari University of Connecticut, Amerika Serikat menyebut kadar lemak jenuh di dalam telur cukup rendah meskipun memiliki kadar kolesterol yang cukup tinggi.

“Lemak jenuhlah yang bisa menyebabkan kenaikan kolesterol darah. Telah banyak penelitian yang membuktikannya,” ucapnya.

Sementara itu, Elizabeth Johnson dari Tufts University, Boston, Amerika Serikat menyebut kolesterol di dalam telur tidak menyebabkan risiko kesehatan yang besar. Menurutnya, kolesterol baru bisa berbahaya jika sampai teroksidasi di dalam pembuluh darah arteri.

“Kalau sampai kolesterol teroksidasi, hal ini bisa memicu peradangan. Hanya saja, karena di dalam telur juga ada antioksidan, maka proses oksidasi kolesterol dari makanan ini bisa dicegah,” ucapnya.

Hanya saja, pakar kesehatan menyebut kebiasaan makan telur dengan berlebihan bisa memberikan dampak buruk jika kita memiliki masalah lainnya seperti obesitas atau kelebihan berat badan dan diabetes. Hal ini disebabkan oleh kedua kondisi kesehatan tersebut yang memungkinkan terjadinya peradangan atau oksidasi kolesterol dengan lebih tinggi.

Sementara itu, penelitian yang dilakukan oleh Chenxi Qin dan rekan-rekannya dari China Kadoorie Biobank Collaborative Group yang dipublikasikan hasilnya dalam heart.bmj.com menghasilkan fakta bahwa makan telur setiap hari bisa menurunkan risiko penyakit jantung hingga 18 persen dan stroke hingga 28 persen.

Melihat fakta ini, asalkan telur diolah dengan cara yang tepat dan dikonsumsi dengan jumlah yang tidak berlebihan, tidak akan menyebabkan dampak buruk bagi kondisi jantung kita.

 

Sumber:

  1. Brown, Jessica. 2019. Sering makan telur : Bisa sebabkan sakit jantung?. bbc.com/indonesia/vert-fut-49780820. (Diakses pada 24 September 2019).

DokterSehat | © 2025 PT Media Kesehatan Indonesia. Hak Cipta Dilindungi