Masyarakat Indonesia dikenal luas sebagai penggemar makanan pedas. Sensasi rasanya yang mantap dan segar bisa membuat sesi makan menjadi lebih nikmat. Hanya saja, belakangan ini muncul informasi yang menyebut sering makan makanan pedas bisa membuat kita cepat pikun. Apakah anggapan ini benar?
Dampak Makan-Makanan Pedas bagi Kesehatan
Sebuah penelitian dilakukan oleh tim dari University of South Australia di Tiongkok. Hasilnya cukup mengejutkan. Ternyata hobi makan-makanan pedas bisa memberikan pengaruh negatif bagi fungsi kognitif otak, termasuk daya ingatnya.
Biasanya, kita akan merasakan sensasi peradangan atau iritasi pada lambung dan kerongkongan setelah mengonsumsinya, namun karena makanan pedas biasanya tinggi kandungan capsaicin dan vitamin C yang baik bagi kesehatan, kita seperti tidak begitu merisaukan efek iritasi tersebut. Sebagai informasi, capsaicin yang bisa ditemukan di dalam cabai bisa memicu sensasi panas dan nyeri pada saraf-saraf pada lidah, namun dampak dari kandungan ini ternyata jauh lebih besar dari yang kita duga.
Penelitian yang dipublikasikan hasilnya dalam British Journal of Nutrition menyebut sensasi pedas dan panas yang kita dapatkan dari capsaicin bisa membuat laju sistem metabolisme tubuh naik hingga lima persen. Proses pembakaran kalori pun bisa ditingkatkan hingga 16 persen. Selain itu, penelitian bertajuk American Association for Cancer Research juga mengungkap fakta bahwa capsaicin bisa menurunkan risiko terkena beberapa jenis kanker seperti kanker prostat, kanker pankreas, dan lain-lain.
Sayangnya, penelitian yang dilakukan di Tiongkok dan dipublikasikan hasilnya dalam jurnal Nutrients justru membuktikan bahwa terlalu sering mengonsumsi makanan pedas bisa meningkatkan risiko terkena demensia.
Kaitan Antara Makanan Pedas dengan Demensia
Dalam penelitian yang disebutkan terakhir, disebutkan bahwa 4.582 partisipan dari Tiongkok dengan usia lebih dari 55 tahun dicek kebiasaan makannya dari 1997 hingga 2006. Diketahui, sebagian partisipan mengonsumsi makanan pedas rata-rata 50 gram cabai atau lebih. Cabai yang dikonsumsi juga bervariasi, ada yang mentah, namun ada juga yang sudah dimasak.
Setelahnya, para partisipan diminta untuk melakukan tes daya ingat dan fungsi kognitif yang disebut sebagai global cognitive score. Hasilnya adalah, partisipan yang mengonsumsi cabai lebih dari 50 gram setiap hari cenderung memiliki risiko lebih besar terkena masalah penurunan daya ingat dua kali lipat dibandingkan dengan partisipan yang mengonsumsi makanan pedas dengan frekuensi lebih rendah.
Menurut para peneliti, indeks massa tubuh ternyata terkait erat dengan sensitivitas pada kandungan capsaicin. Mereka yang hobi makan pedas cenderung memiliki indeks massa tubuh ideal. Mereka juga cenderung lebih sensitif pada capsicin. Masalahnya adalah, peningkatan sensitivitas ini selaras dengan peningkatan risiko penurunan daya ingat.
Meskipun begitu, para peneliti juga menyebut ada beberapa faktor lain yang mempengaruhi penurunan daya ingat atau risiko demensia ini, yakni berupa faktor ekonomi, sosial, hingga tingkat pendidikan para partisipan.
Sebaiknya Menghindari Makanan Pedas?
Pakar ksehatan menyebut kita tak perlu khawatir dengan berlebihan untuk rutin mengonsumsi makanan pedas. Asalkan tidak dilakukan dengan terlalu sering atau rasa pedas yang kita konsumsi tidak terlalu berlebihan, dampaknya masih bisa memberikan manfaat positif bagi kesehatan.
Hanya saja, pakar kesehatan juga menyarankan kita untuk lebih cermat untuk memilih makanan pedas. Sebagai contoh, jika kita mengonsumsi sambal yang dibuat dari bahan alami, bukannya saus botolan yang bisa saja sudah diberi bahan kimia tambahan yang kurang sehat, tentu akan jauh lebih baik.
Sumber
- Cohut, Maria. 2029. Is spicy food linked to dementia risk?. https://www.medicalnewstoday.com/articles/325841.php#1. (Diakses pada 6 Februari 2020).