DokterSehat.Com- Kentang seringkali dianggap sebagai bahan makanan yang cocok bagi program diet atau penurunan berat badan. Padahal, pakar kesehatan menyarankan kita untuk tidak mengonsumsi kentang dengan berlebihan atau terlalu sering karena hal ini bisa menyebabkan dampak buruk bagi kesehatan.

Penelitian Konsumsi kentang Berlebihan
Sebagai contoh, sebuah penelitian yang dipublikasikan dalam British Medical Journal pada 2016 lalu menghasilkan fakta bahwa mengonsumsi kentang hingga 4 kali dalam sepekan bisa memicu peningkatan risiko terkena stroke dan serangan jantung. Menurut penelitian yang dilakukan di Boston ini, disebutkan bahwa kandungan di dalam kentang ternyata berpotensi untuk meningkatkan tekanan darah dengan signifikan.
“Kami menemukan bahwa asupan kentang dalam jumlah yang tinggi, termasuk kentang yang dipanggang, direbus, ditumbuk, atau bahkan kentang goreng bisa meningkatkan risiko terkena tekanan darah tinggi,” tulis penelitian tersebut.
Penelitian ini juga menyebutkan bahwa wanita yang rutin makan kentang lebih rentan untuk terkena hipertensi dibandingkan dengan kaum pria.
Mengubah saran diet sehat dari pemerintah Inggris
Sebelumnya, pemerintah Inggris menyebut kentang, nasi, pasta, dan roti sebagai makanan yang cocok untuk dikonsumsi jika menerapkan pola makan yang sehat. Hanya saja, hasil dari penelitian ini sepertinya akan mengubah isi dari saran tersebut.
“Penemuan kami sangat penting bagi pedoman makanan harian masyarakat. Bukan berarti kami tidak mendukung berbagai potensi kesehatan yang disediakan oleh kentang, namun kita memang harus berhati-hati saat mengonsumsinya karena memiliki kandungan karbohidrat yang tinggi dan bisa membahayakan kesehatan,” tulis penelitian yang dilakukan oleh para ahli dari Brigham and Women’s Hospital serta Harvard University ini.
Bagaimana bisa kentang bisa mempengaruhi tekanan darah?
Para peneliti menyarankan kita untuk mengganti kentang dengan sayuran non-tepung jika ingin menerapkan pola makan yang sehat. Menariknya adalah, keripik kentang yang telah berkali-kali dianggap sebagai camilan tidak sehat justru tidak termasuk dalam makanan yang terkait dengan risiko tekanan darah tinggi.
Menurut para peneliti, hal ini disebabkan oleh penelitian ini yang tidak mengukur asupan garam sehingga keripik kentang yang biasanya tinggi kandungan garamnya tidak bisa dianggap sebagai camilan yang sehat.
Para peneliti menyebut kentang bukan sebagai pemicu utama tekanan darah tinggi, namun menemukan fakta bahwa konsumsi jangka panjang dari bahan makanan ini, termasuk kentang panggang, kentang rebus, atau kentang tumbuk bisa memicu peningkatan risiko hipertensi bagi kaum hawa.
Fakta ini terungkap setelah para peneliti mengecek kondisi 187 ribu partisipan dari Amerika Serikat. Para peneliti membandingkan kondisi tekanan darah dari orang-orang yang mengonsumsi kentang empat kali sepekan dengan orang-orang yang hanya mengonsumsinya sekali dalam sebulan.
Hasil penelitian masih menjadi bahan perdebatan
Pakar nutrisi dari British Nutrition Foundation bernama Helena Gibson Moore menyebut hasil penelitian ini justru membuat banyak orang mengajukan pertanyaan.
“Satu hal yang harus diperdebatkan disini adalah temuan tentang keripik. Bukankah hipertensi juga terkait dengan bahan tambahan pada kentang seperti lemak dan garam? Mengapa justru dianggap tidak terkait dengan hipertensi? Menurut saya, temuan ini seharusnya tidak akan mengubah saran diet sehat daari Pemerintah Inggris karena kentang memang tinggi nutrisi yang baik bagi kesehatan seperti vitamin C dan serat,” terang Helena.
Sementara itu, pakar nutrisi lainnya dari British Heart Foundation bernama Victoria Taylor menyebut penelitian ini hanya menghasilkan hubungan antara kentang dan kaitan hipertensi, bukannya sebab akibat.
“Kami tak bisa membenarkan kesimpulan bahwa kentang bisa menyebabkan tekanan darah tinggi. Penelitian ini tidak menjabarkan sebab akibat dari konsumsi kentang, hanya menunjukkan adanya kaitan antara konsumsi kentang dengan penyakit ini,” ucap Victoria.
“Alih-alih menyalahkan asupan kentang, bisa jadi hal ini justru lebih terkait dengan hal lain seperti diet yang tidak sehat secara keseluruhan atau gaya hidup yang memang tidak sehat,” lanjutnya.