Terbit: 10 September 2019 | Diperbarui: 16 September 2022
Ditulis oleh: Redaksi DokterSehat | Ditinjau oleh: Tim Dokter

DokterSehat.Com- Cokelat dikenal luas sebagai camilan yang digemari oleh banyak orang. Tak hanya rasanya yang manis, cokelat juga disebut-sebut bisa membuat pikiran menjadi lebih tenang. Hanya saja, apakah benar jika makan cokelat bisa membantu mencegah datangnya penyakit jantung? Berikut adalah fakta yang terkait dengan hal ini.

Cokelat Bisa Cegah Penyakit Jantung?

Dampak Makan Cokelat bagi Risiko Penyakit Jantung

Sebuah penelitian yang dilakukan di Inggris menghasilkan fakta tentang kebiasaan makan cokelat. Bagi orang berusia paruh baya atau berusia lanjut, mengonsumsi 3,5 ons cokelat setiap hari bisa menurunkan risiko terkena penyakit jantung dengan signifikan. Fakta ini terungkap setelah para peneliti mengecek kebiasaan makan, termasuk makan cokelat dari 21.000 warga kawasan Norfolk, Inggris, selama 11 tahun.

Di akhir masa penelitian ini, 12 persen partisipan yang rutin makan cokelat meninggal atau mengalami masalah kardiovaskular. Jumlah ini lebih rendah dibandingkan dengan 17,4 persen kasus kematian dini atau mengalami masalah kardiovaskular pada partisipan yang tidak mengonsumsi cokelat.

Meskipun begitu, pakar kesehatan Howard LeWine, MD dari Harvard Health menyebut hanya dengan makan cokelat tidak serta merta akan membuat risiko terkena penyakit jantung menurun. Kita harus benar-benar menerapkan gaya hidup lebih sehat seperti dengan melakukan diet dengan gizi seimbang, tidur cukup, tidak merokok, dan rajin berolahraga. Jika kita mengombinasikannya dengan rutin makan cokelat, maka risiko untuk terkena penyakit jantung bisa ditekan lebih rendah.

Apakah Cokelat Susu Juga Bisa Memberikan Manfaat yang Sama?

LeWine menyebut kebanyakan penelitian hanya menemukan bahwa cokelat hitam atau dark chocolate yang bisa memberikan manfaat kesehatan bagi jantung dan pembuluh darah. Hanya saja, berdasarkan penelitian yang dilakukan di Norfolk, cokelat susu atau milk chocolate dianggap bisa memberikan manfaat yang sama.

Para peneliti sebenarnya belum begitu yakin dengan kandungan di dalam cokelat yang bisa meningkatkan kesehatan jantung. Hanya saja, hal ini sepertinya terkait dengan flavonoid, sejenis antioksidan yang juga bisa ditemukan di produk herbal layaknya teh, buah ceri, apel, dan buah pir.

Flavonoid disebut-sebut bisa membantu menurunkan tekanan darah, meningkatkan sirkulasi darah menuju otak dan jantung, mencegah penggumpalan darah, dan mencegah kerusakan sel.

Dosis Cokelat yang Tepat

Pakar kesehatan dari European Food Safety Authority menyebut konsumsi flavonoid di dalam cokelat sebanyak 200 mg setiap hari sudah bisa memberikan manfaat bagi kesehatan. Kita juga disarankan untuk mengonsumsi cokelat hitam yang memiliki kandungan kakao sekitar 70 persen.

Hal ini berarti, kita harus lebih cermat dalam mengecek label kemasan atau bahan pembuat cokelat yang kita konsumsi. Jika kita bisa memilih cokelat dengan kandungan kakao yang tinggi, besar kemungkinan cokelat ini bisa memberikan manfaat kesehatan bagi tubuh.

Mewaspadai Kandungan Gula di Dalam Cokelat

Meskipun secara umum cokelat baik bagi kesehatan, kita harus lebih cermat dalam mengecek seberapa banyak kandungan gula di dalamnya. Hal ini disebabkan oleh banyak produsen cokelat yang ingin membuat rasa cokelatnya menjadi lebih manis dan disukai banyak orang. Masalahnya adalah kandungan gula yang berlebihan ini bisa memberikan dampak buruk bagi berat badan atau memicu masalah kesehatan lainnya seperti diabetes.

Melihat fakta ini, sebaiknya memang kita harus memastikan bahwa cokelat yang kita pilih memiliki kandungan gula dan lemak jenuh yang rendah. Selalu cek label kemasannya demi memastikannya. Hanya saja, jika kita hanya bisa mendapatkan cokelat dengan kandungan gula cukup tinggi, sebaiknya kita membatasi konsumsi gula maksimal 25 hingga 50 gram setiap hari.

 

Sumber:

  1. LeWine, Howard, 2015. Sweet Dreams: Eating Chocolate Prevents Heart Disease. health.harvard.edu/blog/sweet-dreams-eating-chocolate-prevents-heart-disease-201506168087. (Diakses pada 10 September 2019).

DokterSehat | © 2024 PT Media Kesehatan Indonesia. Hak Cipta Dilindungi