Terbit: 27 October 2021 | Diperbarui: 30 March 2022
Ditulis oleh: Gerardus Septian Kalis | Ditinjau oleh: dr. Ursula Penny Putrikrislia

Victim mentality atau playing victim adalah sifat yang menganggap dirinya sebagai korban dari tindakan negatif orang lain. Seseorang yang memiliki sifat ini akan merasa menjadi korban saat sesuatu tidak berjalan sesuai rencana. Simak penjelasan selengkapnya di bawah ini.

Playing Victim, Ciri-ciri dan Cara Menghadapinya

Apa itu Playing Victim?

Seseorang yang sering melakukan playing victim mengklaim segala sesuatu yang terjadi pada dirinya adalah kesalahan orang lain dan dia adalah korbannya. Orang dengan sifat ini umumnya terus-menerus mengeluh tentang hal-hal buruk yang terjadi dalam hidupnya. Ketidakmampuan mengendalikan keadaan sering kali membuatnya melepaskan tanggung jawab.

Tiga keyakinan seseorang yang memiliki sifat playing victim, antara lain:

  • Hal buruk terjadi dan akan terus terjadi.
  • Orang atau keadaan lain yang harus disalahkan.
  • Setiap upaya untuk menciptakan perubahan akan gagal, jadi tidak ada gunanya mencoba.

Seseorang yang memiliki gangguan kepribadian ini lebih mudah memandang semuanya secara negatif. Bahkan, dapat memaksakan pola pikirnya pada orang lain.

Pada intinya, playing victim artinya sifat yang membuat seseorang memilih untuk tidak bertanggung jawab, menyalahkan orang lain, dan menciptakan berbagai alasan untuk mendukung keyakinannya—bahkan saat sebenarnya dialah pelakunya.

Ciri-ciri Playing Victim yang Bisa Dikenali

Merasa tidak puas terhadap beberapa bagian dari perjalanan hidup adalah sesuatu yang normal. Akan tetapi, jika seseorang tidak puas di berbagai bidang kehidupan, ia mungkin memiliki victim mentality atau mentalitas korban.

Berikut ini adalah beberapa tanda seseorang dengan perilaku playing victim, antara lain:

  • Kesulitan mengatasi masalah dalam hidup dan merasa tidak berdaya menghadapinya.
  • Merasa terjebak dalam hidup dan memandang banyak hal dengan sikap negatif.
  • Merasa diserang ketika seseorang mencoba memberikan masukan yang bermanfaat.
  • Sulit untuk membuat perubahan dalam diri.
  • Cenderung bergaul dengan orang  yang juga suka mengeluh dan menyalahkan orang lain.
  • Merasa kurang mendapat dukungan dari orang lain.
  • Memiliki harga diri yang rendah.
  • Kurang empati terhadap masalah orang lain.
  • Banyak merenungkan berbagai situasi.
  • Sering berpikir bahwa dunia adalah tempat yang tidak adil.
  • Merasa bahwa kegagalan adalah sesuatu yang permanen.
  • Memiliki perasaan ketidakberdayaan yang konstan.
  • Memiliki kecenderungan untuk melakukan hal yang berbahaya.
  • Selalu merasa orang lain lebih baik hidupnya.

Cara Menghadapi Playing Victim

Mungkin sulit untuk berinteraksi dengan seseorang yang selalu melihat dirinya sebagai korban. Tetapi ingat bahwa seseorang yang hidup dengan pola pikir ini umumnya telah menghadapi peristiwa kehidupan yang sulit atau menyakitkan. Beberapa langkah yang bisa Anda lakukan untuk menghadapi seseorang dengan perilaku ini adalah:

  • Jalin Percakapan yang Sehat

Ada kemungkinan bahwa memulai percakapan dengan seseorang yang memiliki mental korban dapat memberinya kesempatan untuk mengekspresikan perasaan dengan cara yang produktif.

Selain itu, hindari menyebut atau mengatakan bahwa ia suka menjadi playing victim. Pelabelan ini tidak akan membantu kondisi yang dialami.

  • Tetapkan Batas

Sering kali sulit untuk membantu atau mendukung seseorang yang perspektifnya tampaknya sangat berbeda dari kenyataan. Jika ia tampak menghakimi atau menuduh Anda dan orang lain, membuat batasan dapat membantu.

Lepaskan sebanyak mungkin hal negatif darinya dan serahkan tanggung jawab kembali pada dirinya sendiri. Anda masih bisa memiliki  kepedulian terhadapnya meskipun terkadang Anda perlu mengambil jarak darinya.

  • Menawarkan Bantuan

Anda mungkin ingin memberi tahu orang yang memiliki mental korban bahwa perilakunya adalah sesuatu yang salah. Akan tetapi, hal ini mungkin dapat menguras sumber daya emosional dan mungkin bisa memperburuk situasi.

Pilihan yang terbaik adalah menawarkan bantuan (tanpa mengubah hal-hal yang diyakininya). Beberapa langkah yang bisa dilakukan adalah:

  • Mengakui keyakinannya bahwa ia tidak dapat berbuat apa-apa terhadap situasi tersebut.
  • Tanyakan apa yang akan dilakukan jika ia memiliki kekuatan untuk melakukan sesuatu.
  • Bantu ia bertukar pikiran tentang kemungkinan cara mencapai tujuannya.

Tetaplah bersikap lembut, berempati, dan akui bahwa ia telah menghadapi peristiwa menyakitkan di masa lalunya. Selain itu, Anda juga bisa mendorongnya untuk berbicara dengan terapis jika ia memiliki trauma dari masa lalu.

 

  1. Cuncic, Arlin. 2021. What Is a Victim Mentality?. https://www.verywellmind.com/what-is-a-victim-mentality-5120615. (Diakses pada 27 Oktober 2021).
  2. Elizabeth, Ashley. 4 Signs You Have a Victim Mentality (And How to Break out of It). https://www.lifehack.org/articles/communication/move-away-from-the-victim-mentality.html. (Diakses pada 27 Oktober 2021).
  3. Raypole, Crystal. 2019. How to Identify and Deal with a Victim Mentality. https://www.healthline.com/health/victim-mentality. (Diakses pada 27 Oktober 2021).


DokterSehat | © 2024 PT Media Kesehatan Indonesia. Hak Cipta Dilindungi