Terbit: 10 July 2019 | Diperbarui: 28 April 2022
Ditulis oleh: Rhandy Verizarie | Ditinjau oleh: Tim Dokter

Sunat adalah operasi yang lazim dijalani oleh kaum pria sebelum memasuki usia akil baliq. Di samping merupakan salah satu perintah agama, operasi sunat nyatanya juga memiliki manfaat dari segi medis, mulai dari membersihkan penis, meminimalisir risiko terkena infeksi saluran kemih, hingga mencegah terjadinya penyakit kanker. Sunat terbagi ke dalam beberapa metode. Apa saja macam metode sunat tersebut?

5 Metode Sunat yang Aman dan Modern (Lengkap)

Macam-Macam Metode Sunat yang Aman

Operasi sunat terdiri dari pelbagai macam metode sunat. Hal ini disesuaikan dengan ketersediaan peralatan, tenaga medis yang menangani, hingga biaya operasi yang harus dikeluarkan. Teknologi yang semakin berkembang, termasuk di dalam dunia medis, telah memungkinkan sunat bisa dilakukan dengan lebih efisien dan tidak sakit.

Khusus untuk Anda para orang tua yang tengah merencanakan sunat untuk putra tercinta, ada baiknya ketahui terlebih dahulu sejumlah teknik sunat yang umum diterapkan. Berikut informasi metode sunat yang perlu diketahui.

1. Sunat Konvensional

Sunat konvensional adalah teknik sunat yang dilakukan oleh mantri atau bisa juga dokter. Keamanan dan tingkat keberhasilan yang tinggi pun menjadi alasan mengapa sunat konvensional masih dijadikan pilihan bagi banyak orang tua yang hendak menyunat penis anaknya, di samping biaya yang murah.

Prosedur dari metode sunat konvensional (dorsumsisi) ini yaitu, pertama-tama penis akan dibius menggunakan jarum suntik. Setelah itu, dokter atau mantri sunat akan mengiris kulit kulup penis secara melingkar menggunakan pisau bedah khusus.

Kemudian, kulit penis yang sudah terkelupas tersebut akan dijahit, pun menggunakan benang khusus. Teknik sunat konvensional rata-rata memakan waktu operasi selama 30-60 menit. Proses penyembuhan metode sunat ini tergolong lama, bisa 2-4 minggu.

2. Sunat Laser

Sunat laser (electrical cauter) adalah teknik sunat yang juga umum dilakukan. Metode sunat laser dilakukan dengan menggunakan medium logam beraliran listrik. Dokter akan mengiris kulit kulup penis pasien dengan logam yang telah dialiri listrik tersebut.

Metode sunat laser memiliki sejumlah kelebihan dibandingkan dengan teknik sunat konvensional, yaitu:

  • Meminimalisir perdarahan
  • Jahitan lebih sedikit
  • Operasi hanya berlangsung selama 15-30 menit

Sama halnya dengan sunat konvensional, proses pemulihan pasca operasi sunat laser ini bisa memakan waktu sekitar 2-4 minggu.

3. Sunat Stapler

Stapler adalah metode sunat yang menggunakan medium alat berbentuk lonceng bernama ‘stapler’. Bentuk alat tersebut yang sedemikian rupa bukannya tanpa alasan, melainkan fungsinya untuk melindungi kepala penis selama operasi berlangsung.

Setelah itu, pisau berbentuk agak bulat yang terdapat di sisi satunya dari alat ini ‘bertugas’ untuk memotong kulit kulup penis. Jahitan pada penis yang lebih kuat dan minim perdarahan menjadi keuntungan yang bisa didapat jika menggunakan teknik sunat yang satu ini. Biaya yang harus dikeluarkan untuk sunat stapler ini tergolong mahal.

4. Sunat Klem

Sama seperti sunat stapler, sunat klem juga menggunakan medium alat yang dipasangkan pada penis sebelum operasi dilakukan. Alat sunat klem ini berbentuk seperti tabung yang terbuat dari bahan plastik. Ukurannya pun berbeda-beda guna menyesuaikan dengan ukuran penis pasien.

Setelah klem terpasang pada penis, maka dokter akan segera memotong kulit kulup penis menggunakan pisau bedah. Setelah operasi selesasi dilakukan, klem tersebut tidak langsung dilepaskan. Klem akan tetap terpasang sampai luka pada penis akibat operasi sunat mengering. Proses ini umumnya memakan waktu 3-6 hari.

Sejumlah keuntungan yang didapat dengan menggunakan metode sunat klem ini seperti:

  • Meminimalisir perdarahan
  • Tidak perlu ada jahitan
  • Operasi hanya memakan waktu 7-10 menit
  • Minim rasa sakit, bahkan pasien bisa langsung beraktivitas pasca disunat
  • Proses penyembuhan lebih cepat

Efisiensi yang dihasilkan dari teknik sunat klem ini sayangnya membutuhkan biaya operasi yang tidak sedikit. Kendati begitu, Anda bisa memiliki sunat klem demi kenyamanan si kecil saat disunat.

5. Sunat Tradisional

Kendati teknik sunat yang satu ini sudah sangat jarang sekali diterapkan, namun tidak ada salahnya untuk membicarakan sunat tradisional sebagai salah satu metode sunat yang pernah ‘berjaya’ pada zaman dahulu ketika teknologi medis belum secangghih sekarang.

Sunat tradisional umumnya dilakukan oleh mantri sunat, seperti bengkong atau bong supit. Sunat ini dilakukan dengan menggunakan alat potong sederhana seperti pisau, silet, bahkan batang bambu yang telah diasah menjadi tajam.  Kemudian, medium potong tersebut disirami alkohol terlebih dahulu sebelum digunakan.

Tanpa dibius, mantri sunat lalu akan menarik kulit kulup penis untuk dijepit dengan alat penjepit khusus. Setelah itu, barulah kulit kulup dipotong menggunakan alat potong tersebut. Terakhir, mantri akan menaburi semacam obat anti-infeksi pada bekas luka sunat sebelum dibalut dengan kain khusus.

Tidak ada jahitan pada teknik sunat yang satu ini. Kendati proses sunat berlangsung cepat, ada sejumlah risiko yang harus dihadapi oleh pasien sunat tradisional, yaitu:

  • Perdarahan
  • Infeksi (jika alat potong tidak steril)
  • Saraf pada penis terpotong

Hal-Hal yang Harus Diperhatikan Sebelum Sunat

Terlepas dari perintah agama dan manfaat kesehatan yang dihasilkan dari sunat, ada sejumlah hal yang perlu Anda perhatikan sebelum menyunat si buah hati, yaitu:

  • Sunat tidak bisa dilakukan pada mereka yang mengidap kelainan letak lubang uretra, atau disebut sebagai episadia dan hipospadia
  • Pada penderita masalah pembekuan darah (hemofilia), sunat harus dilakukan oleh dokter bedah khusus dengan teknik sunat yang canggih
  • Pilihlah klinik sunat yang sudah memiliki reputasi tinggi, baik dari segi pelayanan maupun dokter yang menangani

Itu dia informasi mengenai metode sunat beserta hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum melakukan tradisi ini. Semoga bermanfaat!


DokterSehat | © 2024 PT Media Kesehatan Indonesia. Hak Cipta Dilindungi