Terbit: 18 March 2016 | Diperbarui: 24 July 2022
Ditulis oleh: Redaksi DokterSehat | Ditinjau oleh: Tim Dokter

DokterSehat.Com – Pernahkah anak anda mengalami batuk yang terdengar seperti serak/ parau seperti menggonggong? Jika iya, kemungkinan anak anda mengalami Sindroma Krup. Mari kita pelajari lebih jelas mengenai sindrom ini.

Batuk Parau dan Menggonggong pada Anak

Definisi
Sindroma Krup merupakan kumpulan gejala klinik yang ditandai dengan adanya batuk, suara parau, stridor inspiratoir yang disebabkan obstruksi saluran napas atas/ laring. Adanya faktor infeksi (virus, bakteri, jamur), mekanis dan/ atau alergi dapat menyebabkan terjadinya inflamasi, eritema dan edema pada laring dan trakea, sehingga mengganggu gerakan plica vocalis. Diameter saluran napas atas yang paling sempit adalah pada bagian trakea dibawah laring (subglottic trachea). Adanya spasme dan edema akan menimbulkan obstruksi saluran napas atas. Adanya obstruksi akan meningkatkan kecepatan dan turbulensi aliran udara yang lewat. Saat aliran udara ini melewati plica vocalis dan arytenoepiglottic folds, akan menggetarkan struktur tersebut sehingga akan terdengar stridor. Awalnya stridor bernada rendah (low pitched), keras dan terdengar saat inspirasi tetapi bila obstruksi semakin berat stridor akan terdengar lebih lemah, bernada tinggi (high pitched) dan terdengar juga saat ekspirasi. Edema pada plica vocalis akan mengakibatkan suara parau. Kelainan dapat berlanjut hingga mencapai brokus dan alveoli, sehingga terjadi laringotrakeobronkitis dan laringotrakeobronkopneumonitis. Pada spasmodic croup  terjadi edema jaringan tanpa proses inflamasi. Reaksi yang terjadi terutama disebabkan oleh reaksi alergi terhadap antigen virus dan bukan akibat langsung infeksi virus.

Krup merupakan penyakit anak yang paling umum yang menyebabkan stridor akut, terhitung sekitar 15% dari kunjungan gawat darurat untuk klinik dan pediatrik infeksi saluran pernapasan. Hal ini terutama penyakit bayi dan balita, dengan kejadian puncak dari usia 6 bulan sampai 36 bulan (3 tahun). Di Amerika Utara, puncak insidens pada tahun kedua kehidupan, pada 5-6 kasus per 100 anak. Meskipun penyakit ini jarang terjadi setelah usia 6 tahun, itu dapat dilihat hingga akhir usia 12-15 tahun. Rasio laki-perempuan untuk croup adalah sekitar 1.4:1. Penyakit ini paling sering terjadi pada akhir musim gugur dan awal musim dingin tetapi dapat dilihat setiap saat sepanjang tahun. Sekitar 5% anak mengalami lebih dari 1 episode.

Penyebab
Krup biasanya disebabkan virus para-influenza, respiratory syncytial virus (RSV), dan virus influenza A dan B. Virus tersebut banyak ditemukan di dalam udara dan ditularkan melalui percikan air ludah atau melaui benda-benda yang terkontaminasi oleh ludah penderita. Krup paling sering ditemukan pada anak-anak yang berumur 6 bulan-3 tahun.

Pada kasus yang berat, bisa terjadi superinfeksi oleh bakteri. Keadaan ini disebut trakeitis bakterial dan harus diatasi dengan antibiotik. Jika terjadi infeksi pada epiglotis, seluruh pipa udara bisa membengkak dan bisa berakibat fatal.

Gejala
Krup biasanya diawali dengan gejala yang menyerupai flu. Terjadi pembengkakan pada saluran pernapasan sehingga saluran udara menyempit dan penderita mengalami gangguan pernapasan. Gangguan pernapasan, batuk kering, dan suara serak, biasanya pertama kali muncul pada malam hari. Gangguan pernapasan menyebabkan anak terbangun dari tidurnya. Pernapasannya menjadi cepat dan dalam, dan separuh penderita mengalami demam. Keadaan anak akan membaik di pagi hari, tetapi kembali memburuk pada malam hari.

Krup biasanya berlangsung selama 3-4 hari. Krup yang sering kambuh disebut krup spasmodik, yang mungkin disebebkan oleh alergi, tetapi biasanya diawali oleh infeksi virus.

Gejala lainnya yang mungkin ditemukan:

  • Stridor (bunyi pernapasan yang bernada tinggi),
  • Sianosis (warna kulit menjadi kebiruan karena kekurangan oksigen),
  • Retraksi interkostal (meningkatnya pemakaian otot-otot leher dan dada sebagai usaha untuk bernafas).

Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik yang menunjukkan adanya retraksi interkostal pada saat anak menghirup napas. Pemeriksaan dengan stetoskopmenunjukkan adanya wheezing (bunyi napas mengi), fase inspirasi (penghirupan udara) danekspirasi (penghembusan udara) yang memanjang dan berkurangnya suara pernapasan. Rontgen leher bisa menunjukkan adanya penyempitan trakea.

Pengobatan
Jika penyakitnya ringan, anak tidak perlu dirawat di rumah sakit. Di rumah bisa digunakanhumidifier untuk melembabkan udara dan sebaiknya anak minum banyak cairan serta istirahat yang cukup.

Jika penyakitnya berat, biasanya anak dirawat di rumah sakit dan mendapatkan oksigen tambahan. Untuk membantu pernapasannya bisa dipasang ventilator. Nebulizer ultrasonik bisa mengurangi jumlah lendir yang sampai ke saluran pernapasan bagian bawah dan mengurangi kekentalan lendir sehingga lebih mudah dikeluarkan melalui batuk.

Bronkodilator (obat untuk melebarkan saluran pernapasan) bisa dihirup melalui nebulizer sehingga anak bernapas dengan lebih mudah. Sebagai pengobatan awal pada krup yang berat, diberikan kortikosteroid (tetapi hal ini masih bersifat kontroversial). Jika terjadi infeksi bakteri, diberikan antibiotik.

Semoga bermanfaat bagi kesehatan anak Anda :)


DokterSehat | © 2024 PT Media Kesehatan Indonesia. Hak Cipta Dilindungi