DokterSehat.Com – Usus adalah organ tubuh yang berfungsi untuk mencerna makanan. Usus terdiri dari beberapa bagian, salah satunya usus buntu. Berbicara tentang usus buntu, kita langsung teringat pada penyakit usus buntu yang kerap dialami oleh banyak orang, mungkin termasuk Anda juga pernah mengalaminya. Usus buntu dapat diobati dengan melakukan tindakan operasi usus buntu. Bagaimana tata pelaksanaan operasi ini?
Apa Itu Operasi Usus Buntu?
Operasi usus buntu adalah suatu tindakan operasi pengangkatan usus buntu (apendektomi), untuk kasus di mana usus buntu atau disebut juga umbai cacing (appendix) mengalami peradangan akibat infeksi. Kondisi ini juga dikenal dengan istilah apendisitis. Usus buntu sendiri adalah bagian usus yang berbentuk seperti kantung yang terdapat pada bagian kanan bawah dari usus besar.
Pada saat usus buntu mengalami peradangan (inflamasi), maka seseorang harus segera dioperasi guna mencegah kondisi ini bertambah parah. Pasalnya, penyakit usus buntu yang tidak segera ditangani bisa berujung pada usus buntu yang pecah dan menyebabkan penderitanya bahkan sampai harus kehilangan nyawa.
Tujuan Operasi Usus Buntu
Seperti yang telah disinggung di awal, tujuan operasi usus buntu adalah untuk mengangkat usus buntu yang sudah telanjur mengalami peradangan (inflamasi). Tindakan operasi ini menjadi sangat penting dikarenakan radang pada usus buntu (apendiks) jika tidak segera diobati akan menyebabkan usus buntu pecah.
Usus buntu yang pecah lantas mengakibatkan feses yang ada di dalamnya keluar. Masalahnya, pada feses terdapat kandungan bakteri dan partikel berbahaya lainnya. Keduanya lalu masuk ke dalam rongga perut dan menyebabkan terjadinya komplikasi serius bernama peritonitis. Peritonisis inilah yang bisa berujung pada kematian.
Jenis-Jenis Operasi Usus Buntu
Operasi usus buntu dalam dunia medis dikenal dengan istilah apendektomi. Secara umum, apendektomi terbagi ke dalam 2 (dua) jenis metode. Apa saja jenis-jenis operasi usus buntu? Berikut penjelasannya.
1. Operasi Usus Buntu Terbuka (Open Appendectomy)
Operasi usus buntu terbuka adalah metode operasi usus buntu konvensional, yang mana sama seperti operasi konvensional pada umumnya, dilakukan dengan cara menyayat bagian tubuh (dalam kasus ini perut bagian kanan bawah), dengan diameter sayatan sekitar 2-4 inci.
Operasi usus buntu terbuka seperti ini dilakukan apabila penyakit usus buntu yang dialami pasien sudah sampai tahap di mana usus buntu pecah dan infeksi bakteri yang ada di dalamnya mulai menyebar.
Pun, open appendectomy menjadi pilihan bagi dokter jika titik terjadinya peradangan sulit untuk dijangkau dan membutuhkan kehati-hatian tingkat tinggi, misalnya apabila radang terjadi di bagian dalam usus buntu yang sempit. Atau, usus buntu sudah terlilit oleh usus-usus lainnya yang mana aktivitas ini merupakan reaksi alami dari sistem pertahanan tubuh terhadap infeksi.
2. Laparoskopi
Laparoskopi adalah metode apendektomi minimal invasif, yakni jenis operasi yang memungkinkan dokter untuk membuat irisan atau sayatan kecil pada bagian kanan bawah dari abdomen, untuk kemudian memasukkan alat laparoskop yang nantinya berfungsi untuk mengangkat usus buntu.
Laparoskop adalah sebuah alat khusus berbentuk tabung yang terdiri dari alat bedah juga kamera untuk membantu dokter mengangkat apendiks. Laparoskopi adalah produk hasil inovasi teknologi di dalam dunia kedokteran yang berimbas pada efisiensi tindakan operasi, termasuk bekas luka sayatan operasi yang tidak terlalu besar dan rasa sakit yang minim.
Tata cara pelaksanan apendektomi dengan metode laparoskopi yaitu:
- Pasien akan diberikan bius total, yakni tak sadarkan diri selama operasi
- Dokter akan membuat sayatan pada abdomen sebanyak 1-3 sayatan
- Dokter akan memasukkan selang ke dalam sayatan tersebut
- Dokter akan memompa gas karbon dioksida melalui selang, tujuannya untuk membuat perut pasien membesar sehingga memudahkan dokter melihat kondisi dalam perut
- Dokter akan memasukkan alat laparoskop ke dalam salah satu sayatan
- Laparoskop digunakan untuk mengindentifikasi titik radang, dan juga untuk mengangkat usus buntu
- Setelah usus buntu diangkat, dokter akan memasukkan cairan khusus untuk menekan infeksi
- Laparoskop diangkat, sekaligus mengeluarkan karbon dioksida dari dalam perut
- Sayatan ditutup
Namun demikian, operasi usus buntu dengan metode laparoskopi tidak selamanya bisa dilakukan. Pada kasus di mana titik peradangan usus buntu sulit dijangkau, dokter umumnya lebih memilih melakukan tindakan apendektomi terbuka untuk meminimalisir risiko kegagalan operasi.
Kapan Harus Menjalani Operasi Usus Buntu?
Penyakit usus buntu (apendisitis) adalah penyakit yang tidak boleh disepelekan. Anda disarankan untuk segera menjalani operasi usus buntu apabila mengalami gejala-gejala seperti berikut ini:
- Nyeri pada perut bagian kanan bawah
- Pembengkakan abdomen
- Otot perut terasa kaku
- Demam tinggi
- Mual dan muntah
- Sering buang air kecil
- Buang air kecil terasa sakit
- Diare
- Sembelit
Segera kunjungi dokter apabila Anda mengalami gejala-gejala di atas agar segera bisa dilakukan langkah penanganan sebelum kondisi bertambah parah.
Apa yang Perlu Diperhatikan Sebelum dan Sesudah Operasi Usus Buntu?
Jika akhirnya Anda harus menjalani operasi usus buntu untuk mengatasi apendisitis yang diderita, maka ada sejumlah hal yang perlu diperhatikan dari mulai pra dan pasca operasi dilakukan. Hal ini penting agar operasi bisa berjalan lancar, pun dengan proses pemulihannya.
Berikut adalah hal-hal yang harus menjadi perhatian Anda berkaitan dengan operasi usus buntu.
1. Pra Operasi
Sebelum melakukan operasi usus buntu atau apendektomi, hal-hal yang perlu Anda perhatikan meliputi:
- Mengikuti saran dokter yang menangani Anda
- Puasa 6-8 jam sebelum operasi dilakukan (atau sesuai dengan saran dari dokter)
- Menghindari konsumsi obat-obatan tertentu, seperti insulin dan sebagainya
- Menanggalkan aksesori tubuh seperti perhiasan, kacamata, sampai gigi palsu
- Mempersiapkan mental dan fisik
- Istirahat yang cukup
2. Pasca Operasi
Setelah operasi selesai dilakukan, maka pasien masih akan menjalani rawat inap, namun umumnya hanya 1 (satu) hari atau one-day care treatment.
Akan tetapi, apabila usus buntu disertai oleh komplikasi lainnya, proses pemulihan pasca operasi mungkin berlangsung lebih lama karena artinya pasien juga memerlukan penyembuhan terhadap komplikasi yang menyertai tersebut.
Pasien juga disarankan untuk melakukan hal-hal berikut pasca operasi:
- Medical check-up secara rutin
- Menghindari aktivitas fisik yang terlalu berat untuk sementara waktu
- Mengonsumsi obat anti-nyeri untuk mengurangi gejala pasca operasi yang mungkin ditimbulkan (ikuti saran dari dokter)
Siapa yang Tidak Disarankan Menjalani Operasi Usus Buntu?
Operasi usus buntu atau apendektomi tidak memiliki kontraindikasi ketat bagi para penderitanya. Namun, Anda tidak disarankan untuk langusng menjalani operasi usus buntu apabila diketahui mengalami kondisi seperti:
- Radang jaringan ikat (phlegmon)
- Adhesi ekstensif
- Tekanan darah tinggi (hipertensi)
- Radioterapi
- Imunosupresan
- Koagulopati
- Wanita di periode trimester pertama kehamilan
Risiko Operasi Usus Buntu
Sayangnya, operasi usus buntu tak lepas dari sejumlah risiko. Risiko-risiko dari tindakan operasi usus buntu sebagaimana dimaksud meliputi:
- Gangguan usus
- Infeksi pada luka
- Kelahiran prematur
- Perdarahan
- Komplikasi jantung
- Pneumonia
- Infeksi saluran kemih
Operasi usus buntu juga berpotensi mengalami kegagalan yang lantas berujung pada kematian. Oleh sebab itu, penanganan sedini mungkin wajib dilakukan agar risiko-risiko di atas dapat dicegah.
Biaya Operasi Usus Buntu
Operasi usus buntu tergolong ke dalam jenis operasi sedang hingga besar, tergantung dari komplikasi yang menyertainya. Tidak ada ukuran pasti perihal biaya operasi usus buntu, mengingat operasi ini bergantung pada fasilitas rumah sakit yang menangani, pun tingkat kesulitan operasi.
Sumber:
- Nall, R. (2018, November 26). “What to know about appendectomy” Medical News Today. https://www.medicalnewstoday.com/articles/323805.php [Diakses pada 6 Agustus 2019]
- “Appendectomy”. John Hopkins Medicine. https://www.hopkinsmedicine.org/health/treatment-tests-and-therapies/appendectomy [Diakses pada 6 Agustus 2019]