Terbit: 20 August 2019 | Diperbarui: 20 November 2023
Ditulis oleh: Rhandy Verizarie | Ditinjau oleh: dr. Jati Satriyo

Operasi kelamin adalah prosedur medis yang mungkin masih terdengar tabu, terutama bagi masyarakat Indonesia. Operasi kelamin memungkinkan seseorang mengubah jenis kelamin, yakni laki-laki menjadi perempuan maupun sebaliknya. Lebih lanjut simak prosedur hingga risikonya dalam ulasan di bawah ini.

Operasi Kelamin: Pengertian, Tujuan, Prosedur, dan Risikonya

Apa itu Operasi Kelamin?

Operasi kelamin adalah tindakan bedah plastik yang dilakukan untuk mengubah organ genital seseorang. Artinya, seseorang dapat mengubah jenis kelaminnya dari laki-laki menjadi perempuan atau sebaliknya. Operasi ganti kelamin juga dilakukan pada mereka yang terlahir dengan kondisi kelamin ganda (ambiguous genitalia) atau disebut sebagai ‘interseksual’.

Mengapa Melakukan Operasi Kelamin?

Di balik tabunya operasi ini, tentunya harus dapat dipahami juga alasan mengapa seseorang ingin melakukan operasi ganti kelamin. Selain itu, perlu diketahui apa alasan dokter menyetujui tindakan operasi yang satu ini, mengingat kompleksitas dan risiko yang sangat tinggi.

Pada dasarnya, penyebab operasi kelamin wanita jadi pria dan sebaliknya dilakukan karena faktor berikut:

1. Memiliki Kelamin Ganda

Kelamin ganda adalah kondisi di mana seseorang memiliki bentuk alat kelamin yang bias. Kondisi langka ini terjadi sejak lahir. Ada faktor-faktor yang menyebabkan mengapa seseorang memiliki kelamin ganda, yakni:

  • Proses pembentukan kelamin yang tidak sempurna.
  • Bayi memiliki sisi atau karakteristik pria dan wanita.
  • Organ kelamin eksternal berbeda dengan organ kelamin internal.

Kelamin ganda atau interseksual bukanlah suatu penyakit, melainkan kondisi cacat lahir yang memengaruhi perkembangan seksual.

Oleh karena kondisi ini dapat mengganggu perkembangan seksual, maka umumnya dokter akan menyetujui tindakan operasi. Bahkan operasi harus segera dilakukan agar tidak menghambat perkembangan seksual.

Akan tetapi, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyatakan bahwa operasi alat vital pria menjadi wanita dan sebaliknya pada kasus kelamin ganda harus melalui persetujuan dari yang bersangkutan. Maka dari itu, operasi ini umumnya baru bisa dilakukan saat usia 18 tahun ketika pemilik kelamin ganda sudah bisa memutuskan ingin menjadi seorang pria atau wanita.

2. Disforia Gender (Gender Dysphoria)

Disforia gender adalah kondisi psikologis di mana seseorang merasa tidak nyaman dengan jenis kelamin yang dimilikinya sejak lahir, sehingga akhirnya merasa tertekan dan ujung-ujungnya menjadi depresi. Hal inilah yang umumnya memicu seseorang untuk menjadi transgender.

Jika sudah begitu, maka operasi kelamin dilakukan sebagai bagian dari terapi untuk mengatasi disforia gender tersebut. Operasi genital bertujuan untuk tak hanya mengubah tampilan fisik alat kelamin, namun juga bagian tubuh secara keseluruhan beserta fungsinya agar sesuai dengan anatomi tubuh dari gender yang dikehendaki.

Baca Juga: Kelamin Ganda: Penyebab, Gejala, Penanganan

Tahapan Pra Operasi Kelamin

Setelah seseorang sudah memantapkan hatinya untuk operasi ganti kelamin, bukan berarti ia bisa langsung sampai pada tahap pembedahan. Ada sejumlah tahapan atau proses operasi kelamin yang mesti dilewati sebelum benar-benar menjadi orang ‘baru’.

Tahapan atau proses operasi penggantian alat vital merujuk pada World Professional Association for Transgender Health (WPATH), meliputi:

1. Konsultasi

Sesi konsultasi menjadi tahapan awal dari operasi kelamin. Pada tahap ini, calon ‘wanita’ atau ‘pria’ akan dimintai keterangannya oleh konselor kesehatan mental terkait alasan pasti untuk melakukan operasi, termasuk menanyakan soal kondisi disforia gender yang ia alami.

Setelah diagnosis disforia gender, pasien akan mendapatkan surat rekomendasi, yang mana surat rekomendasi ini menjadi syarat untuk melanjutkan ke tahap selanjutnya, yakni terapi hormon dengan pengawasan dari dokter.

2. Terapi Hormon

Berlanjut ke tahap atau proses operasi alat vital selanjutnya yakni terapi hormon. Pasien akan diberikan suntikan hormon sesuai dengan jenis kelamin yang ia kehendaki.

Pada pasien yang akan menjalani operasi kelamin wanita jadi pria, maka ia akan disuntikkan hormon androgen, di mana hormon ini berfungsi untuk memunculkan karakteristik seksual sekunder dari pria, seperti:

  • Suara berat.
  • Tumbuh jenggot.
  • Rambut.

Sementara itu, bagi mereka yang akan menjalani operasi alat vital pria jadi wanita, jenis hormon yang disuntikkan adalah hormon estrogen dan anti-androgen. Hormon ini nantinya berdampak pada perubahan yang terdiri dari:

  • Suara mengecil ke arah wanita.
  • Massa otot mengecil.
  • Lemak.
  • Tekstur kulit.
  • Pinggul menjadi lebih lebar.

Paling penting, tahapan suntik hormon pada calon pasien operasi ini bertujuan untuk mengatasi gangguan yang mereka alami akibat disforia gender. Efek suntik hormon akan terasa dalam kurun waktu 1-2 bulan kemudian.

3. Uji Perilaku

Selesai terapi hormon, apakah selanjutnya langsung ke tahap pembedahan? Ternyata tidak.

Pasien masih harus melewati satu tahapan penting lagi, yakni uji perilaku di kehidupan sehari-hari. Ya, dokter (atau konselor) akan meminta pasien untuk melakukan semacam adaptasi di lingkungan sosialnya dengan tubuh dan jiwa yang ‘baru’, baik sebagai pria maupun wanita.

Proses atau tahapan pra-operasi ini idealnya memakan waktu sekitar 1 (satu) tahun. Pasien diminta untuk bisa beraktivitas dan berperilaku sesuai dengan gender yang ia kehendaki.

Uji perilaku ini juga menjadi ajang pembuktian bagi pasien kepada dokter dan konselor bahwa ia memang sudah benar-benar siap untuk menjadi insan yang baru.

Baca Juga: Operasi Kelamin: Prosedur, Proses, Risiko (Lengkap)

Proses Operasi Kelamin

Sampailah pada tahap akhir dari proses operasi mengubah alat vital, yakni tindakan pembedahan kelamin. Berikut ini prosedur operasi kelamin, meliputi:

1. Operasi Kelamin Wanita Menjadi Pria

Prosedur pembedahan kelamin dapat dilakukan dengan tahapan berikut:

  • Phalloplasty

Prosedur operasi untuk maskulinisasi penegasan gender. Ini adalah proses bertingkat yang mungkin mencakup berbagai prosedur, termasuk membentuk penis, memperpanjang uretra sehingga mampu berdiri saat buang air kecil, membuat ujung penis, membuat skrotum, pengangkatan (vagina, rahim dan indung telur), pemasangan implan ereksi dan testis, dan cangkok kulit dari lokasi jaringan donor.

Operasi penegasan gender disesuaikan dengan masing-masing individu. Rencana operasi mungkin mencakup lebih banyak atau lebih sedikit langkah dan prosedur.

  • Metoidioplasty

Metoidioplasty adalah jenis operasi penegasan gender, juga disebut sebagai bottom surgery atau meta. Prosedur ini menggunakan jaringan dari klitoris pasien itu sendiri untuk membuat neophallus, yang secara harfiah berarti penis baru.

Sebelum operasi, pasien harus menjalani terapi substitusi hormonal setidaknya selama satu tahun. Hormon testosteron akan meningkatkan ukuran klitoris.

2. Operasi Kelamin Pria jadi Wanita

Sementara itu, prosedur operasi kelamin pria jadi wanita terdiri dari beberapa tahapan prosedur, berikut di antaranya:

  • Vaginoplasty. Selama prosedur ini, ahli bedah membuat atau membentuk bagian kulit penis yang dirasa cocok menjadi seperti vagina. Syarat kulit penis yang dirasa cocok untuk operasi kelamin adalah yang elastis, halus, memiliki jaringan ikat yang tipis, dan tidak memiliki rambut.
  • Orchiectomy. Prosedur untuk mengangkat kedua testis. Kulit dari skrotum (kantung testis) digunakan untuk membuat labia. Jaringan ereksi penis digunakan untuk membuat neoklitoris. Uretra tetap terjaga dan berfungsi.
  • Labioplasty. Jenis prosedur operasi ini biasanya dilakukan untuk memperbaiki kelebihan labial pada alat kelamin wanita. Prosedur ini juga dapat dilakukan untuk membentuk labia dari jaringan yang tersisa setelah prosedur vaginoplasty.
  • Clitoroplasty. Setelah membentuk labia, prosedur ini dilakukan untuk membentuk klitoris dan menambah sensasi sensitif untuk kepuasan seksual.
  • Urethrostomy. Prosedur pembedahan yang dilakukan pada pria untuk pemendekan dan membuat lubang permanen pada uretra melalui sayatan pada kulit perineum. Perineum adalah area kulit antara skrotum dan anus.

Legalitas Operasi Kelamin di Indonesia

Jika ditinjau dari sisi hukum positif di Indonesia, perubahan jenis kelamin belum ada pengaturannya yang tentunya dapat menimbulkan kekosongan norma yang mana seorang transgender tidak memiliki kepastian hukum serta kejelasan mengenai perubahan jenis kelaminnya.

Orang yang ingin melakukan perubahan status jenis kelamin dapat ditinjau dari Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan dan Yurisprudensi Mengacu terhadap HAM dikarenakan setiap orang bebas untuk mengekspresikan jiwanya semasih hal tersebut tidak mengganggu ketenteraman orang lain (Abbad, 2005).

Selain HAM sebagai acuan untuk melindungi pelaku transeksual yang ingin mengubah status jenis kelamin hal ini juga dikaitkan dengan undang-undang administrasi kependudukan. Ini mengatur mengenai penataan serta penerbitan dokumen dan data kependudukan melalui pendaftaran penduduk pencatatan sipil dalam pasal 1 Angka 17 tentang administrasi kependudukan.

Meskipun tidak menyebutkan mengenai perubahan jenis kelamin sebagai peristiwa penting, namun dalam pasal 56 ayat 1 menyebutkan bahwa peristiwa penting dapat dilakukan apabila sudah mendapatkan putusan tetap oleh pengadilan negeri.

Bahaya Operasi Kelamin

Sejak awal sudah dikatakan jika operasi ini memiliki risiko yang sangat tinggi karena dapat menyebabkan komplikasi seperti:

  • Perdarahan.
  • Infeksi.
  • Kerusakan.
  • Penyempitan jalur ‘vagina’.
  • Disfungsi alat kelamin (khusus penis).
  • Infertilitas.

Tak hanya itu, sejumlah penyakit juga mungkin saja akan diderita oleh mereka yang melakukan operasi ganti kelamin sebagai efek dari suntik hormon berkepanjangan, di antaranya:

  • Sleep apnea.
  • Tekanan darah tinggi (hipertensi).
  • Batu empedu.
  • Penyakit jantung.
  • Tumor.

Selain fisik, risiko operasi ini juga menyangkut psikologis dari pelakunya. Hal ini dikarenakan mereka yang memilih untuk mengubah gender acap kali harus menghadapi berbagai permasalahan sosial, seperti dikucilkan oleh orang-orang sekitar (bahkan keluarga sekalipun), hingga sempitnya kesempatan untuk bekerja dan sebagainya.

Jika sudah begitu, bukan tidak mungkin seorang transgender atau transeksual akan mengalami masalah mental, seperti:

  • Stres.
  • Depresi.
  • Tindakan-tindakan yang mengarah untuk bunuh diri.

Sebuah studi yang dilakukan di Swedia pada tahun 2011 menunjukkan bahwa mereka yang melakukan operasi ganti kelamin memiliki kecenderungan untuk mengalami masalah psikologis, bahkan sampai pada keinginan untuk bunuh diri.

Itu dia informasi mengenai operasi ganti kelamin yang yang memberikan dampak bagi pelakunya. Mengingat kompleksitas, risiko, biaya, dan kenyataan bahwa operasi ini sifatnya permanen, perlu adanya keyakinan mendalam sebelum seseorang memutuskan untuk melakukannya. Semoga informasi ini bermanfaat ya, Teman Sehat!

 

  1. Anonim. Tanpa Tahun. Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara. Kementerian Kesehatan RI. http://kanker.kemkes.go.id/guidelines/PPKPayudara.pdf (Diakses pada 20 Agustus 2019)
  2. Anonim. Tanpa Tahun. Torture in Healthcare Settings: Reflections on the Special Rapporteur on Torture’s 2013 Thematic Report. http://antitorture.org/torture-in-healthcare-publication/ (Diakses pada 20 Agustus 2019)
  3. Anonim. Tanpa Tahun. Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan. http://www.depkes.go.id/resources/download/general/UU%20Nomor%2036%20Tahun2%20009%20tentang%20Kesehatan.pdf (diakses pada 20 Agustus 2019)
  4. Bernstein, L. 2015. Here’s how sex reassignment surgery works. The Washington Post. https://www.washingtonpost.com/news/to-your-health/wp/2015/02/09/heres-how-sex-reassignment-surgery-works/?noredirect=on (Diakses pada 20 Agustus 2019)
  5. Dhejne, C, et al. 2011. Long-Term Follow-Up of Transsexual Persons Undergoing Sex Reassignment Surgery: Cohort Study in Sweden. Plos One. https://journals.plos.org/plosone/article?id=10.1371/journal.pone.0016885 [diakses pada 20 Agustus 2019]
  6. Hess, J, et al. 2014. Satisfaction With Male-to-Female Gender Reassignment Surgery: Results of a Retrospective Analysis. Dtsch Arztebl Int., 111(47): 795–801. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4261554/ (Diakses pada 20 Agustus 2019)
  7. Liang, Fan. Tanpa Tahun. Gender Affirmation Surgeries. https://www.hopkinsmedicine.org/health/wellness-and-prevention/gender-affirmation-surgeries (Diakses pada 20 November 2023)
  8. McMillen, M. 2015. Changing Genders: How It’s Done. WebMD. https://www.webmd.com/sex/news/20150422/transgender-homomes-surgery#1 (Diakses pada 20 Agustus 2019)
  9. Perwira, Satria I. N et al. 2021. Perubahan Status Jenis Kelamin dalam Perspektif Hukum Positif di Indonesia. https://bowolaksono92.medium.com/kata-yang-ditulis-dengan-huruf-kecil-di-judul-tulisan-8605d5413441 (Diakses pada 20 November 2023)


DokterSehat | © 2024 PT Media Kesehatan Indonesia. Hak Cipta Dilindungi