DokterSehat.Com- Keracunan massal terjadi di Bogor, Jawa Barat pada hari Jumat hingga Sabtu kemarin, 26 dan 27 Mei 2018.
Hingga hari Sabtu, setidaknya adal 85 orang yang sudah menjadi korban keracunan akibat mengonsumsi keong sawah atau Filopaludina javanica yang kerap pula disebut tutut jawa.
Para pasien yang yang menderita keracunan tersebar di cukup banyak wilayah di Kota Bogor, mulai dari Puskesmas Bogor Utara, RSUD Kota Bogor, RS Mulia, RS Azra, Puskesmas Tanah Saeal dan Puskesmas Mekar Wangi. Kondisi ini membuat Pemerintah Kota Bogor menetapkannya sebagai Kejadian Luar Biasa.
Keong sawah selama ini memang telah dianggap sebagai salah satu bahan sumber pangan berprotein yang sudah sejak lama banyak dikonsumsi masyarakat. Lalu, seberapa bahayakah keong sawah jika dikonsumsi?
Keong sawah digunakan sebagai alternatif sumber pangan berprotein
Keong sawah dinilai sebagai alternatif sumber protein yang cenderung murah karena ada dalam jumlah cukup banyak dan dianggap sebagai hama padi. Bahkan beberapa daerah di Indonesia kerap menyajikan keong sawah sebagai menu makanan andalan saat bulan Ramadan.
Hal ini tentu saja wajar karena keong sawah telah terbukti memiliki kandungan protein dan zat gizi lain, dalam 100 gram keong sawah terdapat kandungan 12% protein, 217 mg kalsium, kandungan vitamin A, E, vitamin B dan asam folat.
Dengan melihat adanya hal tersebut, maka tentu wajar jika kita menganggap bahwa keong sawah adalah makanan yang aman dikonsumsi.
Kandungan gizi yang cukup lengkap dan rasanya yang dinilai enak membuat banyak orang sering mengonsumsinya.
Bahaya konsumsi keong sawah
Sayangnya, konsumsi keong sawah bukan berarti tanpa bahaya, lho. Ada cukup banyak hal yang perlu diperhatikan sebelum mengonsumsi keong sawah. Mengolah atau mengonsumsi keong sawah dengan asal justru akan membuat keong sawah berisiko menyebabkan keracunan makanan, karena:
1. Risiko adanya parasit dan cacing
Keong sawah memiliki habitat berlumpur sehingga risiko adanya parasit atau cacing yang menempel pada keong sawah cukup besar.
2. Terpapar pestisida
Keong sawah berada pada lingkungan sawah tanaman padi, sehingga risiko paparan terhadap pestisida juga cukup tinggi.
Kedua kandungan tersebut yang menyebabkan pengolahan keong sawah harus dilakukan dengan ekstra hati-hati.
Belum lagi, risiko dari penggunaan air yang kurang bersih akan meningkatkan kemungkinan adanya paparan bakteri E. Coli pada olahan berbahan dasar keong sawah.
Metode dan lama pemasakan yang kurang tepat dan suhu panas yang tidak sesuai juga akan meningkatkan risiko masih adanya parasit, cacing dan bakteri E. Coli pada olahan keong sawah.
Kombinasi hal di atas yang membuat keong sawah berpotensi menimbulkan racun saat dikonsumsi, sehingga sebelum mengonsumsi keong sawah kita harus cermat dalam mengolah dan saat akan mengonsumsinya.
Tips sehat sebelum mengonsumsi keong sawah
Beberapa hal yang bisa dilakukan sebelum mengonsumsi keong sawah adalah:
1. Pastikan memilih dan membersihkan keong dengan tepat
Jika Anda akan mengolah sendiri keong sawah, pastikan keong sawah melalui proses pencucian yang baik dan benar.
Rendam selama dua jam, cuci dengan air bersih mengalir sembari menyikatnya. Sebelum itu, pastikan Anda memilih keong dalam keadaan segar, tidak berlendir dan berbau busuk.
2. Rebus sebelum mengolah keong sawah
Setelah mencucinya, Anda dianjurkan merebusnya dalam air mendidih agar paparan parasit, bakteri dan pestisidanya hilang. Setelah merebusnya, Anda bisa melanjutkan ke metode masak selanjutnya misalnya merebus kembali dengan bumbu kuah, memanggang atau menumisnya.
3. Perhatikan tampilan fisik keong sawah sebelum mengonsumsinya
Sebelum mengonsumsinya, baik setelah Anda mengolah sendiri maupun membelinya, pastikan tampilan keong tidak berlendir, berbau atau menjadi lengket tidak wajar saat dikonsumsi.
Hal ini penting karena keong bisa jadi berubah tekstur dipengaruhi lama waktu pemasakan, suhu atau kontaminasi dengan bahan lain. Hindari konsumsi keong sawah yang sudah nampak tidak berkualitas, ya.
Dengan memerhatikan tips di atas, Anda bisa tetap mengonsumsi keong sawah sebagai alternatif sumber protein dengan cara yang tepat untuk menekan risiko keracunan keong sawah.