Cairan ketuban memiliki banyak fungsi penting untuk perkembangan janin yang sehat. Cairan ini mengelilingi bayi yang tumbuh di rahim dan jumlahnya akan semakin banyak seiring dengan bertambahnya usia kehamilan. Berikut informasi seputar ketuban beserta fungsinya yang perlu Ibu ketahui.
Air ketuban adalah bantalan cairan hangat yang melindungi bayi dalam kandungan. Pada tingkat tertinggi, air ketuban bisa mencapai 1 liter jumlahnya.
Ketika memasuki usia kehamilan 36 minggu, kadar air ketuban dapat berkurang dan menjadi tanda tubuh mempersiapkan kelahiran bayi Anda. Jumlah air ketuban yang masih mengelilingi bayi dapat diperkirakan melalui pemeriksaan USG.
Lalu dari mana asalnya air ketuban? Pada dasarnya, air ketuban diproduksi oleh tubuh ibu. Cairan ini terdiri dari air, elektrolit, protein, karbohidrat, lipid, mineral, dan urea. Komposisi tersebut bisa berubah tergantung asupan nutrisi yang masuk selama kehamilan. Umumnya, secara bertahap, setelah usia kandungan memasuki 20 minggu, air ketuban akan didominasi oleh air seni janin.
Seharusnya, cairan ketuban tidak berbau aneh, walau mengandung urin karena biasanya telah bercampur dengan cairan vagina dan bintik-bintik darah. Ciri-ciri air ketuban yang normal harus jernih atau berwarna kekuningan. Sementara, ketuban yang terlihat hijau atau kecoklatan menandakan bahwa bayi telah buang air besar pertama kalinya (mekonium) saat dalam kandungan. Normalnya, bayi mengalami buang air besar pertama setelah lahir.
Baca juga: Emboli Air Ketuban: Penyebab, Gejala, Cara Mengatasi, dll
Sebelum mengetahui jumlah cairan ketuban normal dan tentang air ketuban pecah, ketahui lebih dulu fungsi air ketuban. Berikut adalah beberapa fungsi ketuban yang perlu para ibu ketahui:
Jumlah air ketuban dalam kandungan tentunya akan meningkat seiring dengan bertambahnya usia kehamilan. Jumlah terbanyak air ketuban biasanya adalah pada sekitar usia kehamilan 36 minggu. Berikut adalah jumlah air ketuban normal selama kehamilan:
Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya bahwa jumlah air ketuban dapat diukur melalui pemeriksaan USG. Terdapat dua cara perhitungan yaitu dengan indeks cairan ketuban atau amniotic fluid index (AFI) dan juga kantung vertikal maksimum atau maximum vertical pocket (MPV).
Jika jumlah AFI kurang dari 5 cm dan MPV kurang dari 2 cm, maka jumlah cairan ketuban akan dianggap terlalu rendah.
Baca juga: Mengenal 11 Fungsi Plasenta Bagi Janin, Bumil Harus Tahu
Terdapat beberapa kondisi di mana jumlah air ketuban di luar jumlah normal, bisa jadi lebih sedikit atau bisa juga terlalu banyak. Keduanya merupakan kondisi yang perlu diwaspadai karena dapat memberikan pengaruh pada kehamilan.
Oligohidramnion adalah kondisi di mana ketuban terlalu sedikit. Kondisi ini terjadi jika AFI kurang dari 5 cm dengan indeks normal 5-25 cm dan MVP kurang dari 2 cm. Kondisi ini bisa dibuktikan dari kebocoran pada selaput ketuban atau ketika janin tidak bergerak sesuai dengan yang diharapkan.
Kondisi ini juga dapat terjadi dengan ibu yang memiliki riwayat kondisi kesehatan seperti berikut ini:
Oligohidramnion dapat terjadi pada usia kehamilan berapapun, namun paling harus diwaspadai jika terjadi pada trimester 1 dan 2, karena dapat menyebabkan risiko cacat lahir, keguguran, kelahiran prematur, atau kematian neonatal.
Sedangkan jika kondisi ini terjadi pada trimester akhir maka risikonya adalah pertumbuhan janin lambat atau komplikasi persalinan. Kemungkinan prosedur persalinan caesar akan lebih disarankan.
Kondisi terlalu banyak air ketuban disebut dengan polihidramnion. Kondisi ini lebih jarang terjadi, yaitu hanya pada sekitar 1% kehamilan. Polihidramnion adalah kondisi AFI melebihi 25 cm dan MVP lebih dari 8 cm.
Beberapa kelainan janin yang dapat memicu kondisi ini adalah:
Selain kondisi di atas, kondisi diabetes tidak terkontrol pada ibu atau kehamilan kembar juga dapat meningkatkan risiko.
Gejala yang dirasakan ibu pada kondisi ini umumnya adalah nyeri perut dan kesulitan bernapas akibat pembesaran pada rahim.
Jika tidak berat, maka kondisi ini dapat sembuh tanpa pengobatan, namun jika dibiarkan dan kondisinya berat, maka dapat menyebabkan komplikasi seperti berikut ini:
Beberapa kondisi mungkin memerlukan penanganan seperti amniosentesis atau menggunakan obat-obatan untuk mengurangi produksi urin yang dihasilkan bayi dan mencegah terjadinya komplikasi.
Terkadang ibu hamil tidak memahami apakah cairan yang keluar dari vagina merupakan air ketuban atau bukan karena memang air ketuban mirip dengan urin. Maka dari itu, sangat penting untuk para ibu mengetahui ciri-ciri air ketuban.
Air ketuban pecah biasanya terjadi sebagai tanda persalinan sudah dekat. Di sisi lain, terdapat juga kondisi di mana terjadi kebocoran pada kantong ketuban yang menyebabkan kebocoran atau air ketuban rembes secara perlahan.
Agar dapat membedakan apakah cairan yang keluar dari vagina merupakan air ketuban dan bukan cairan vagina maupun urin, kenali ciri-ciri air ketuban beriktu ini:
Meski merupakan hal alami, ketuban bisa pecah lebih awal dari seharusnya dan berpotensi serius. Kondisi ketuban pecah dini atau premature rupture of membranes (PROM) umumnya terjadi sebelum minggu ke-37 kehamilan.
Cara mengetahui apakah kondisi air ketuban normal adalah dengan melakukan pemeriksaan kehamilan secara rutin. Jika mengalami pecah ketuban segera periksakan ke dokter untuk mengetahui apakah kondisi ini merupakan tanda kelahiran.
Perlu diketahui bahwa terkadang air ketuban pecah namun tidak dibarengi dengan kontraksi, padahal kondisi ini juga termasuk ke dalam tanda akan melahirkan. Konsultasikan dengan dokter jika Anda mengalami gejala air ketuban rembes atau pecah.