Di Indonesia ganja termasuk dalam narkotika golongan I dan tidak boleh digunakan untuk terapi. Namun, di beberapa negara ganja telah digunakan sebagai obat herbal dan memiliki sejumlah potensi manfaat untuk kesehatan. Lantas, saja manfaat ganja medis untuk kesehatan? Simak penjelasan lengkapnya di sini.
Sebelum membedakan ganja biasa dengan ganja medis, Anda perlu tahu jika ‘ganja’ dalam bahasa Inggris bisa mengacu pada dua hal berbeda yaitu cannabis dan marijuana. Meski sama-sama mendeskripsikan tumbuhan ganja, arti dari dua istilah tersebut tidaklah sama.
Melansir National Center for Complementary and Integrative Health, cannabis mengacu pada sejumlah produk yang berasal dari tanaman Cannabis sativa.
Sementara itu, marijuana mengacu pada suatu bagian atau produk dari tanaman Cannabis sativa yang memiliki kandungan tetrahydrocannabinol (THC) dalam jumlah besar.
Cannabis adalah bagian dari tanaman Cannabis sativa. Tumbuhan ini kaya akan tetrahydrocannabinol (THC). Nah, THC inilah yang bisa memengaruhi kondisi mental seseorang.
Selain THC yang bersifat psikoaktif, terdapat kandungan lain di dalam tanaman yaitu cannabidiol (CBD), senyawa yang tidak memiliki sifat psikoaktif serta memberikan efek anti kejang.
THC dan CBD merupakan dua cannabinoid utama. Substansi cannabinoid sendiri merupakan sekelompok zat yang terkandung dalam tanaman ganja.
Jadi, istilah ganja medis adalah pengobatan dengan memanfaatkan cannabinoid. Bentuk yang digunakan sama dengan ganja pada umumnya, bedanya ganja digunakan untuk tujuan medis.
Baca Juga: 15 Bahaya Menghisap Ganja, Merusak Otak hingga Ganggu Kesuburan
Ganja dan cannabinoid tidaklah sama. Cannabidiol termasuk senyawa cannabinoid. CBD merupakan senyawa yang terkandung dalam ganja. Senyawa inilah yang kemudian sering diteliti dan digunakan untuk kepentingan ilmu medis.
Selain tanaman ganja, tanaman rami juga mengandung senyawa cannabidiol (CBD). CBD dari tanaman rami (hemp plants) dinilai lebih tidak menimbulkan pro dan kontra karena dinilai lebih sedikit punya zat yang bersifat merugikan. Sementara, yang berada di tanaman ganja kebanyakan adalah senyawa THC yang punya efek lebih kuat.
Sebagai informasi, ganja yang digunakan untuk keperluan medis bukanlah keseluruhan tanaman ganja. Sebab, yang dibutuhkan hanyalah kandungan CBD-nya.
Ganja medis merupakan tanaman ganja yang telah melalui proses pemurnian dan diberikan oleh dokter dengan dosis yang telah terukur untuk dijadikan sebagai bahan pembuatan obat.
Sementara penggunaan ganja seperti diseduh, dimakan, atau bahkan dihisap tidak dianjurkan dipergunakan sebagai bahan pengobatan, karena dosisnya tidak dapat diukur. Selain itu, penggunaan ganja utuh dinilai lebih berisiko karena masih bercampur dengan kandungan THC yang lebih tinggi.
Food and Drug Administration (FDA) telah menyetujui bahwa substansi tertentu pada ganja dapat digunakan dalam pengobatan beberapa jenis epilepsi. Kendati begitu, FDA tidak menganggap pengobatan dengan ganja aman dan efektif.
Melansir National Center for Complementary and Integrative Health, FDA belum menyetujui penggunaan tanaman cannabis untuk keperluan medis. FDA menyetujui penggunaan beberapa obat dengan kandungan cannabinoid, seperti epidiolex, marinol, dan syndros.
Terkait penggunaannya di Indonesia, ganja untuk kepentingan medis masih ilegal menurut UU Narkotika. Pada 2019 lalu, pernah ada kasus penangkapan pada seorang pria yang membuat ekstrak ganja untuk mengobati nyeri neuropatik kronis akibat kecelakaan.
Kasus serupa juga terjadi di tahun 2017. Seorang PNS mendapatkan vonis 8 bulan penjara akibat menanam ganja untuk keperluan pengobatan istrinya yang menderita syringomyelia.
Kasus ganja medis kembali viral karena aksi seorang ibu di acara car free day Bundaran HI pada Hari Minggu, 26 Juni 2020. Perempuan bernama Santi Warastuti tersebut berusaha mendapatkan minyak CBD (cannabidiol) untuk pengobatan anaknya yang menderita cerebral palsy.
Menanggapi hal itu, Komisi III DPR RI menggelar Rapat Dengar Pendapat mengenai legalisasi ganja medis pada Kamis, 30 Juni 2022. Hasil rapat tersebut menyepakati bahwa penggunaan ganja medis akan dipertimbangkan kembali.
Sementara itu, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) menyatakan bahwa pihaknya akan segera memberikan regulasi untuk mengatur penelitian terkait ganja medis.
Menurut sejumlah penelitian, terdapat potensi khasiat ganja untuk kesehatan, di antaranya:
Sebuah telaah yang dilakukan oleh National Academies of Sciences, Engineering, and Medicine melaporkan bahwa ada lebih dari 10,000 penelitian ilmiah yang membuktikan manfaat dari cannabis.
Menurut tinjauan tersebut, ganja atau produk dengan kandungan cannabinoid efektif untuk menghilangkan nyeri kronis. Beberapa peneliti mengungkapkan bahwa manfaat tanaman ini untuk nyeri kronis cukup menjanjikan.
Khasiat ganja untuk mengatasi kecanduan alkohol dan narkoba telah dibuktikan oleh sebuah tinjauan komprehensif dalam jurnal Clinical Psychology Review. Menurut studi tersebut, cannabis terbukti memiliki potensi untuk membantu orang yang kecanduan alkohol atau opioid.
Sayangnya, temuan ini bertentangan dengan tinjauan National Academies of Sciences yang menemukan bahwa ganja justru meningkatkan risiko penyalahgunaan obat dan menyebabkan ketergantungan.
Baca Juga: 5 Efek Tembakau Gorila yang Berbahaya bagi Kesehatan (Fisik dan Mental)
Kegunaan ganja medis untuk mengatasi gangguan mental telah terbukti dalam sebuah tinjauan penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Clinical Psychology Review.
Menurut tinjauan tersebut, penggunaan cannabis dapat menjadi alternatif pengobatan pada orang dengan gangguan kecemasan.
Selain itu, hasil telaah tersebut juga menemukan bukti bahwa tumbuhan cannabis bisa meredakan depresi dan post-traumatic stress disorder (PTSD).
Sayangnya klaim tersebut masih kontroversial, karena di sisi lain sebuah tinjauan dari National Academies of Sciences, Engineering, and Medicine menemukan bahwa penggunaan ganja berisiko tinggi terhadap kejadian gangguan kecemasan sosial.
Salah satu manfaat ganja medis bisa diperoleh lewat penggunaan oral. Penggunaan cannabinoid oral jangka pendek dapat memperbaiki gejala spastisitas pada orang dengan multiple sclerosis. Kendati demikian, penelitian lain masih dibutuhkan untuk membuktikan khasiat ganja yang satu ini.
Penggunaan cannabinoid dapat membantu pasien kanker yang tengah menjalani kemoterapi. Terdapat bukti yang menunjukkan jika cannabinoid oral efektif untuk mengatasi mual dan muntah.
Selain itu, mengisap ganja juga dapat membantu mengurangi gejala-gejala yang muncul setelah kemoterapi.
Para ahli yang melakukan studi di laboratorium juga melaporkan bahwa THC dan cannabinoid lain dapat menghambat pertumbuhan sel kanker tertentu.
Tak hanya itu, penelitian lain pada hewan menunjukkan jika cannabinoid dapat mengurangi penyebaran beberapa jenis kanker. Namun, perlu penelitian lebih jauh terhadap manusia. Sebab, studi awal yang mengkaji khasiat ini menemukan bahwa ganja tidak efektif dalam mengendalikan ataupun menyembuhkan kanker.
Food and Drug Administration (FDA) telah menyetujui penggunaan obat dengan kandungan cannabidiol (CBD) untuk mengobati epilepsi.
Secara lebih spesifik, epilepsi yang dimaksud di sini yaitu sindrom Lennox-Gastaut dan sindrom Dravet. Dua jenis epilepsi ini termasuk penyakit parah dan langka.
CBD bukan merupakan bahan psikoaktif pada ganja. Obat dengan kandungan ini juga telah melalui proses tertentu sampai mendapatkan persetujuan medis.
Kaitan dengan hal tersebut, terdapat penelitian yang mendukung penggunaan ganja obat. Sebuah penelitian menemukan jika CBD dapat meredakan gejala kejang pada penderita sindrom Dravet. Bahkan, efek antikejangnya lebih baik daripada plasebo.
Penggunaan ganja medis berpotensi sebagai obat untuk mengatasi sejumlah kondisi berikut:
Meski cukup menjanjikan, masih perlu penelitian lanjutan terkait manfaat ganja medis untuk mengatasi berbagai kondisi di atas.
Baca Juga: Berapa Lama Efek Ganja Bertahan dalam Tubuh?
Meski bermanfaat, penggunaan ganja untuk obat juga bisa memicu kondisi berikut:
Secara umum, berikut ini adalah beberapa efek samping penggunaan ganja:
Pada akhirnya, penggunaan ganja untuk kepentingan pengobatan masih masih bersifat kontroversial. Meski begitu, penelitian terkait penggunaan ganja untuk pengobatan tidak boleh dianggap sepele, mengingat potensi manfaatnya yang cukup menjanjikan.