Selama kehamilan, penting untuk memantau tumbuh kembang janin. Umumnya, dokter akan melakukan pemeriksaan ultrasonografi (USG). Namun, pada beberapa kasus dokter juga akan menyarankan pemeriksaan amniosentesis. Simak selengkapnya tentang prosedur ini pada artikel ini!
Amniosentesis merupakan pemeriksaan sampel cairan ketuban. Pada prosedur ini, dokter akan mengambil sedikit cairan amnion atau air ketuban dengan cara menusukkan jarum khusus ke perut bumil hingga menyentuh rahim.
Sampel air ketuban kemudian akan diperiksa dan diteliti untuk mengetahui perkiraan kondisi kesehatan dan genetik janin. Melalui amniosentesis dapat diketahui apakah ada kelainan kromosom atau genetik, seperti sindrom down, sindrom Edward, dan sindrom Patau.
Air ketuban atau cairan amnion merupakan cairan yang mengelilingi janin dalam kandungan. Air ketuban mengandung berbagai enzim, protein, hormon, serta sel-sel yang dilepaskan oleh janin.
Sel-sel yang dilepaskan memiliki informasi genetik sehingga dapat digunakan untuk mendeteksi adanya kelainan genetik. Selain itu, cairan ketuban juga dapat memberikan informasi tentang kondisi metabolisme janin serta perkembangan organ tubuh janin.
Baca Juga: 10 Penyebab Bayi Lahir Cacat dan Cara Mencegahnya
Prosedur amniosentesis umumnya dilakukan pada usia kehamilan 15 hingga 20 minggu. Tidak semua ibu hamil perlu menjalani pemeriksaan ini.
Ada beberapa kondisi yang membuat ibu hamil direkomendasikan untuk menjalani amniosentesis, antara lain:
Beberapa tujuan pemeriksaan amniosentesis, antara lain:
Sebenarnya, tidak ada persiapan khusus yang perlu dilakukan sebelum menjalani pemeriksaan amniosentesis. Anda juga tidak perlu puasa sebelum tindakan dilakukan.
Kadang kala, dokter akan menganjurkan bumil untuk menahan buang air kecil sebelum tindakan amniosentesis. Langkah ini dilakukan karena prosedur amniosentesis lebih mudah dilakukan saat saluran kemih penuh dengan urine.
Sebelum menjalani prosedur ini, Anda juga perlu tahu risiko yang mungkin terjadi selama prosedur dilakukan, antara lain:
Meskipun risiko ini bisa saja terjadi, namun Anda tidak perlu khawatir dan ragu untuk menjalani pemeriksaan amniosenesis jika memang diperlukan. Kondisi ini sangat jarang terjadi bahkan angka kasus keguguran kurang dari 1 persen.
Ada beberapa faktor yang dapat menghambat jalannya proses amniosentesis, antara lain:
Proses pengambilan sampel air ketuban adalah sebagai berikut:
Setelah prosedur amniosentesis selesai, dokter akan memeriksa kembali denyut jantung janin untuk memasikan janin baik-baik saja dan tidak stres.
Ketika dilihat kondisi ibu dan janin tidak ada masalah, maka dokter akan mengizinkan pasien pulang dan disarankan untuk istirahat di rumah.
Pasien disarankan untuk tidak melakukan aktivitas fisik dengan gerakan berulang dan tidak melakukan hubungan seksual selama 1 hingga 2 hari setelah amniosentesis.
Pada umumnya, amniosentesis tidak menimbulkan masalah apapun. Namun, Anda tetap perlu memberitahu dokter jika mengalami beberapa kondisi berikut:
Meskipun sangat jarang terjadi, tetapi prosedur amniosentesis tetap dapat menimbulkan komplikasi tertentu. Komplikasi yang dapat muncul akibat pemeriksaan amniosentesis, antara lain:
Keguguran merupakan kondisi berhentinya kehamilan secara tiba-tiba saat kehamilan belum mencapai usia 20 minggu.
Pemeriksaan amniosentesis dapat meningkatkan peluang keguguran. Namun, kasus ini sangat jarang terjadi, hanya ada sekitar 0,1 hingga 0,3 persen dari seluruh kehamilan.
Risiko keguguran akan lebih tinggi jika Anda menjalani pemeriksaan amniosentesis sebelum usia kehamilan 15 minggu.
Hingga saat ini belum diketahui secara pasti alasan amniosentesis dapat menyebabkan keguguran. Namun, kemungkinan kondisi ini disebabkan oleh infeksi, pendarahan, atau kerusakan pada kantung ketuban.
Prosedur amniosentesis juga dapat menyebabkan kebocoran pada air ketuban. Jika hal ini terjadi, maka jumlah air ketuban akan semakin berkurang dan risiko kelahiran prematur akan meningkat.
Oleh sebab itu, bumil yang mengalami kebocoran air ketuban setelah menjalani amniosentesis perlu mendapatkan pengawasan ketat oleh dokter.
Ibu hamil yang menderita penyakit infeksi perlu waspada ketika menjalani pemeriksaan amniosentesis. Pasalnya, penyakit infeksi dapat ditularkan dari ibu kepada janin melalui prosedur ini akibat penusukan jarum.
Ibu hamil yang menderita penyakit, seperti hepatitis atau HIV perlu waspada.
Baca Juga: 12 Pemeriksaan Kehamilan yang Wajib Diketahui Bumil
Amniosentesis dapat meningkatkan risiko cedera pada janin, sperti dislokasi pinggul, gangguan paru-paru, serta kaki bengkok (clubfoot).
Risiko ini akan muncul jika pemeriksaan amniosentesis dilakukan sebelum usia kehamilan 15 minggu. Oleh sebab itu, pemeriksaan ini tidak dianjurkan untuk dilakukan sebelum usia kehamilan 15 minggu.
Amniosentesis merupakan salah satu prosedur pemeriksaan kehamilan yang bertujuan untuk mengetahui kondisi kesehatan serta genetik janin dalam kandungan.
Prosedur ini cenderung aman dilakukan tidak menutup kemungkinan adanya risiko komplikasi sehingga Anda perlu memerhatikan kondisi tubuh setelah menjalani prosedur pemeriksaan ini.