Masalah gizi pada remaja kerap terjadi akibat gaya hidup yang tidak sehat. Salah satu masalah gizi yang umum terjadi pada remaja adalah kekurangn zat besi. Yuk, simak informasi lengkapnya berikut ini!
Malnutrisi atau gizi buruk adalah masalah gizi yang terdiri dalam segala bentuknya, termasuk kekurangan gizi, vitamin atau mineral yang tidak memadai, kelebihan berat badan (obesitas), dan penyakit tidak menular yang terkait dengan pola makan.
Tidak hanya anak-anak, masalah gizi juga dapat terjadi pada kalangan remaja. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), banyak remaja di Asia Tenggara menderita gizi buruk dan anemia kronis, yang berdampak buruk bagi kesehatan dan perkembangannya.
Sementara menurut Kementerian Kesehatan RI (Kemkes RI), dalam seminar bertema Edukasi dan Kampanye Kesehatan dan Gizi Remaja Menuju Generasi Tinggi, Cerdas dan Berprestasi, ada beberapa masalah gizi yang mengancam masa depan remaja Indonesia.
Beberapa masalah gizi pada remaja ini, termasuk:
Masalah gizi pertama yang dihadapi remaja Indonesia adalah masalah gizi mikronutrien, ada sekitar 12% remaja laki-laki dan 23% remaja perempuan mengalami anemia. Kondisi ini biasanya akibat kekurangan zat besi atau disebut anemia defisiensi besi.
Anemia cenderung terjadi pada kalangan remaja perempuan daripada remaja laki-laki. Anemia pada remaja memberikan dampak buruk pada penurunan imunitas, konsentrasi, prestasi belajar, kebugaran remaja, dan produktivitas.
Khusus pada remaja putri, anemia akan berdampak lebih serius. Hal ini karena remaja putri merupakan calon ibu yang akan hamil dan melahirkan, sehingga meningkatkan risiko kematian ibu melahirkan, bayi lahir prematur, dan berat bayi lahir rendah (BBLR).
Cara mencegah anemia defisiensi besi dapat mengonsumsi makanan dengan kandungan gizi berikut ini:
Selain itu, bisa juga menggunakan tablet tambah darah (TTD).
Salah satu masalah gizi pada remaja adalah stunting—tinggi badan yang pendek. Rata-rata tinggi badan anak Indonesia lebih pendek dibandingkan dengan standar WHO, yaitu lebih pendek 12,5 cm pada laki-laki dan lebih pendek 9,8cm pada perempuan.
Stunting dapat menimbulkan dampak jangka pendek, termasuk:
Ini pada akhirnya berisiko menimbulkan penyakit degeneratif, seperti diabetes mellitus, hipertensi, jantung koroner, dan obesitas.
Remaja yang bertubuh kurus atau kurang energi kronis dapat disebabkan oleh kurangnya asupan zat gizi, termasuk energi dan protein. Akibatnya, gizi yang dibutuhkan oleh tubuh tidak tercukupi. Hal ini karena alasan ekonomi maupun alasan psikososial seperti penampilan.
Kekurangan energi kronik (KEK) merupakan kondisi yang disebabkan karena adanya ketidakseimbangan asupan gizi antara energi dan protein, sehingga zat gizi yang dibutuhkan tubuh tidak tercukupi.
Kurang energi kronik pada remaja dapat meningkatkan risiko berbagai penyakit infeksi dan gangguan hormonal yang berdampak buruk pada kesehatan. KEK dapat dicegah dengan makan makanan bergizi seimbang.
Berdasarkan data Global School Health Survey tahun 2015, berikut ini gambaran pola makan pada remaja:
Obesitas dapat meningkatkan risiko penyakit tidak menular seperti tekanan darah tinggi (hipertensi), penyakit kardiovaskuler, diabetes mellitus, osteoporosis, kanker, dan penyakit lainnya yang berakibat pada penurunan produktivitas dan usia harapan hidup.
Kelebihan berat badan pada remaja dapat dicegah dengan perubahan gaya hidup, berikut di antaranya:
Tanda dan gejala gizi buruk yang umum terjadi, antara lain:
Baca Juga: 7 Tips Pola Makan Sehat Bergizi dan Seimbang
Jika didiagnosis gizi buruk, dokter akan membuat rencana perawatan. Pasien mungkin juga perlu mengunjungi ahli gizi dan penyedia layanan kesehatan lainnya.
Perawatannya tergantung pada tingkat keparahan masalah gizi dan adanya kondisi atau komplikasi lain yang mendasarinya.
Perawatan masalah gizi, termasuk:
Dalam kasus yang parah, pasien mungkin memerlukan perawatan berikut:
Tenaga kesehatan untuk pasien tersebut akan terus memantaunya guna memastikan bahwa pasien mendapatkan nutrisi yang dibutuhkannya.