Sarkoma Kaposi merupakan jenis kanker yang berasal dari sel endotel, yaitu sel pada lapisan pembuluh darah dan pembuluh getah bening. Simak penjelasan mengenai gejala, penyebab, hingga cara mengatasinya dalam ulasan berikut.
Sarkoma kaposi merupakan jenis tumor ganas yang langka. Terdapat beberapa tipe sarkoma kaposi dan tipe yang paling umum ditemukan memiliki hubungan dengan HIV.
Tumor ini ditandai dengan bintik ungu pada kaki atau wajah. Selain itu, kanker ini dapat menyerang kulit, kelenjar getah bening, mulut, organ pencernaan, paru-paru, dan limpa.
Seseorang yang memiliki daya tahan tubuh lemah memiliki risiko lebih untuk mengalami sarkoma Kaposi, terutama orang dengan HIV, konsumsi obat yang menekan sistem imun, dan lansia yang mengalami penurunan sistem imun.
Ciri-ciri yang dapat muncul ketika seseorang mengalami kondisi ini, di antaranya:
Sarkoma kaposi pada umumnya muncul pertama kali dalam bentuk lesi (bintik-bintik) pada permukaan kulit. Lesi ini dapat berwarna ungu, merah, atau coklat. Lesi sarkoma kaposi ini dapat berbentuk rata dan tidak terangkat (bercak), rata tetapi sedikit timbul (plak), atau benjolan (nodul).
Lesi kulit akibat sarkoma kaposi umumnya muncul pada kaki atau wajah, tetapi dapat juga muncul pada area lain.
Lesi juga dapat menyebabkan pembengkakan jika muncul pada area tertentu. Hal ini disebabkan oleh aliran cairan yang terhambat. Gejala ini dapat muncul ketika lesi timbul di area kaki dan area selangkangan.
Lesi dapat muncul pada lapisan dalam dari organ tubuh atau yang disebut juga dengan selaput lendir, seperti mulut, tenggorokan, serta bagian dalam kelopak mata.
Selain itu, lesi sarkoma kaposi juga dapat muncul pada organ tubuh lain dan menyebabkan adanya masalah kesehatan. Lesi yang muncul pada paru-paru dapat menghambat aliran udara dan menyebabkan sesak napas. Lesi yang muncul di lambung atau usus dapat menyebabkan diare atau sakit perut.
Lesi juga dapat mengalami pendarahan. Kondisi ini juga akan menyebabkan masalah lain pada kesehatan.
Jika lesi pada paru-paru mengalami pendarahan, maka paru-paru dapat penuh dengan darah dan pasien menjadi kesulitan bernapas.
Pendarahan lesi di lambung atau susu dapat menyebabkan anemia, dan gerakan usus menjadi sangat lambat.
Baca Juga: Perbedaan Kelenjar Getah Bening yang Terkena Kanker dan Infeksi
Sarkoma Kaposi disebabkan oleh virus herpes HHV-8 atau disebut kaposi sarcoma-associated herpesvirus (KSHV). Virus ini menyebar terutama melalui:
Seseorang dengan sistem kekebalan tubuh yang baik dapat melawan virus tanpa masalah atau tanpa gejala. Akan tetapi, virus ini dapat mengakibatkan mutasi DNA yang mengontrol pertumbuhan sel endotel pada orang dengan sistem kekebalan yang lemah, seperti pada penderita HIV/AIDS.
Ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko seseorang terkena sarkoma Kaposi, di antaranya:
Risiko sarkoma pada jaringan lunak dapat diturunkan dari orangtua. Sindrom yang dapat meningkatkan kondisi ini antara lain: hereditary retinoblastoma, Li-Fraumeni syndrome, familial adenomatous polyposis, neurofibromatosis, tuberous sclerosis, dan Werner syndrome.
Terpapar bahan kimia tertentu, seperti herbisida, arsenik, dan dioksin, dapat meningkatkan risiko sarkoma pada jaringan lunak.
Seseorang yang pernah menerima terapi radiasi kanker dapat memiliki risiko yang lebih tinggi untuk terkena sarkoma jaringan lunak.
Orang yang terinfeksi HIV/AIDS, konsumsi obat yang menurunkan kerja sistem imun, serta orang yang berusia lanjut memiliki risiko yang lebih tinggi untuk terkena kanker ini.
Melakukan hubungan seksual pria dengan pria akan meningkatkan risiko infeksi HHV-8. Selain itu, melakukan hubungan seks vaginal dan oral tanpa kondom dengan partner yang sebelumnya telah terinfeksi virus HHV-8 juga dapat meningkatkan risiko sarkoma Kaposi.
Penularan virus HHV-8 dari ibu ke janin dapat terjadi ketika proses melahirkan.
Sarkoma Kaposi merupakan jenis kanker yang langka. Pada tahun 2020, diperkirakan hanya ada 34,270 orang yang didiagnosis menderita keadaan ini di seluruh dunia. Sekitar 1 dari 200 orang penerima transplantasi diketahui mengalami penyakit ini.
Dokter akan menyarankan Anda untuk melakukan beberapa pemeriksaan, di antaranya:
Pada prosedur ini, dokter akan mengamati kondisi lesi pada kulit Anda. Selain itu, dokter juga akan mengambil sampel jaringan kulit pada lesi yang kemudian dikirim ke laboratorium.
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi ada atau tidaknya darah pada feses. Pemeriksaan dilakukan karena sarkoma Kaposi yang muncul pada saluran pencernaan dapat mengalami pendarahan sehingga akhirnya feses mengandung darah.
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat ada atau tidaknya sarkoma kaposi pada paru-paru. Pemeriksaan ini juga dapat dilakukan dengan CT scan atau rontgen dada.
Pada pemeriksaan ini, sebuah selang tipis yang dilengkapi kamera (bronkoskop) akan dimasukkan ke paru-paru melewati mulut atau hidung. Tujuan pemeriksaan ini dapat melihat dinding paru-paru dan mengambil sampel jaringan pada bagian yang tidak normal.
Pemeriksaan ini juga menggunakan sebuah selang tipis yang dilengkapi dengan kamera (endoskop) yang dimasukkan tubuh lewat mulut untuk melihat kondisi kerongkongan, lambung, dan bagian awal dari usus besar. Dokter juga akan mengambil sampel jaringan yang dicurigai sebagai sarkoma kaposi.
Pada pemeriksaan ini, dokter akan memasukkan alat kolonoskop, yaitu selang kecil yang dilengkapi kamera ke dalam anus untuk melihat bagian usus besar.
Dokter juga akan mengambil bagian yang tidak normal pada rektum atau usus besar untuk mengetahui kondisi pastinya.
Baca Juga: 7 Cara Pencegahan HIV/AIDS yang Dapat Anda Lakukan
Kondisi ini dibagi menjadi empat tipe, yaitu:
Ini adalah jenis paling umum. Tipe ini dapat muncul pada orang yang didiagnosis HIV tahap 3.
Orang dengan HIV memiliki peluang 50 persen untuk mengalami penyakit ini. Namun, pada umumnya penyakit ini muncul pada pria yang melakukan hubungan seksual dengan sesama pria.
Orang dengan HIV (human immunodeficiency virus) tidak selalu mengalami AIDS. Namun, seseorang akan dikatakan mengalami AIDS ketika virus sudah menyebabkan kerusakan parah pada sistem imun, sehingga lebih mudah untuk terserang berbagai infeksi atau penyakit komplikasi lainnya.
Penyakit ini juga sering di dianggap sebagai penyakit yang menentukan AIDS. Ketika orang dengan HIV terkena SK, berarti orang tersebut resmi mengidap AIDS.
Jenis ini kebanyakan dialami oleh pria tua di wilayah Mediterranean, Timur tengah, dan Eropa Timur. Pada wilayah ini paling banyak ditemukan kasus KSHV (Kaposi sarcoma-associated herpesvirus).
Pertumbuhan sel kanker ini pada umumnya pertama kali ditemukan pada bagian kaki. Pada kasus yang jarang, sarkoma kaposi klasik dapat memengaruhi mulut dan saluran pencernaan.
Kondisi ini banyak ditemukan di wilayah Afrika. Kanker ini umumnya dialami oleh orang di bawah usia 40 tahun serta banyak ditemukan pada berbagai kelompok umur dan jenis kelamin, termasuk wanita dan anak-anak.
Beberapa faktor yang dapat menurunkan kerja sistem imun, seperti malaria, infeksi kronis lain, dan malnutrisi dapat menjadi faktor yang dapat berkontribusi pada perkembangan penyakit sarkoma kaposi pada wilayah Afrika.
Kondisi ini umum dialami oleh orang yang konsumsi obat untuk menekan sistem imun setelah menjalani transplantasi organ. Pemberian obat ini bertujuan untuk membuat sistem imun tidak menyerang organ baru yang ditransplantasikan.
Ketika sistem imun tubuh melemah, maka risiko seseorang terinfeksi KSHV akan meningkat dan risiko perkembangan sarkoma kaposi juga akan meningkat. Pada umumnya, lesi akan mengecil atau hilang ketika konsumsi obat imunosupresan dihentikan atau dosis diturunkan.
Terdapat beberapa jenis pengobatan yang dapat diberikan untuk menangani kondisi ini. Dokter mungkin akan memberikan gabungan dari beberapa pengobatan agar hasilnya maksimal.
Beberapa pengobatan yang dapat diberikan, di antaranya:
Pengobatan ini menggunakan obat HAART yang diberikan pada pasien yang juga menderita HIV/AIDS. Obat ini akan menekan perkembangan virus. Dengan begitu, daya tahan tubuh yang lemah akibat infeksi HIV dapat diperbaiki.
Ketika sistem imun tubuh mampu bekerja dengan baik, maka sel imun akan membasmi virus HHV-8 dan pertumbuhan sel kanker juga dapat berkurang.
Pengobatan terapi radiasi atau radioterapi menggunakan sinar X energi tinggi atau tipe radiasi lain yang bertujuan untuk membunuh sel kanker atau mencegahnya bertumbuh.
Prosedur pengobatan ini dilakukan dengan mengangkat tumor beserta jaringan sehat yang berada di sekitarnya.
Pengobatan ini dilakukan dengan membekukan dan menghancurkan jaringan tidak normal menggunakan alat khusus.
Kemoterapi adalah pengobatan kanker dengan menggunakan obat untuk menghentikan pertumbuhan sel kanker, bak membunuh sel atau menghentikan pembelahan sel. Obat dapat diberikan lewat mulut atau injeksi ke pembuluh darah atau otot.
Pengobatan imunoterapi ini dilakukan menggunakan sistem imun pasien untuk melawan kanker. Sel imun tubuh pasien digunakan untuk meningkatkan atau memperbaiki mekanisme natural tubuh dalam melawan kanker.
Baca Juga: Sarkoma Jaringan Lunak: Gejala, Penyebab, dan Pengobatan
Selain menjalankan terapi pengobatan dari dokter, pasien yang menderita kondisi ini juga perlu menjalani gaya hidup tertentu
Perubahan gaya hidup yang perlu dijalani, antara lain:
Sarkoma Kaposi dapat menyebabkan timbulnya beberapa komplikasi, antara lain:
Baca Juga: 9 Manfaat Ikan Cakalang, Menyehatkan Jantung hingga Cegah Kanker
Langkah terbaik untuk mencegah sarkoma Kaposi adalah menurunkan peluang untuk terinfeksi virus HHV-8. Beberapa cara yang dapat Anda lakukan, di antaranya:
Dokter akan merekomendasikan konsumsi obat antivirus pada orang yang memiliki risiko tinggi terhadap kondisi ini.
Menggunakan jarum suntik bekas orang lain dapat meningkatkan risiko penyakit HIV/AIDS dan sarkoma Kaposi.
Ibu hamil yang terinfeksi HIV disarankan untuk rutin konsumsi obat anti HIV untuk mencegah penularan ke anaknya.
Menggunakan kondom saat berhubungan seksual, baik vaginal atau oral, dapat menurunkan risiko paparan virus penyebab penyakit ini.