Infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapatkan pasien di lingkungan rumah sakit. Infeksi yang diperoleh di rumah sakit kemudian muncul setelah pulang. Jenis penyakit yang paling sering terjadi akibat infeksi nosokomial adalah infeksi luka bedah, infeksi dalam tubuh yang berat , infeksi saluran kemih, dan pneumonia.
Tingkat paling tinggi terjadi di unit perawatan khusus/ ICU (Intensive Care Unit), ruang rawat bedah dan ortopedi serta pelayanan obstetri (seksio sesarea). Tingkat paling tinggi dialami oleh pasien usia lanjut, mereka yang mengalami penurunan kekebalan tubuh (HIV/AIDS, pengguna produk tembakau, penggunaan kortikosteroid jangka panjang ), Tuberkulosis (TB) yang resisten terhadap berbagai obat, dan mereka yang menderita penyakit bawaan yang parah.
Sebagaimana jenis infeksi penyakit, infeksi nosokomial biasanya terjadi jika penderita lemah atau jika kekebalan alami tubuh diserang mikroba. Terdapat beberapa jenis kekebalan tubuh yang rentan infeksi penyakit, seperti pada kulit, membran mukosa, saluran gastrointestinal, saluran kencing, dan saluran napas atas berfungsi sebagai kekebalan terhadap infeksi.
Patogen yang menyebabkan infeksi nosokomial adalah bakteri, virus,parasit, dan jamur. Mikroorganisme ini bervariasi tergantung pada pasien yang berbeda, fasilitas medis dan bahkan perbedaan lingkungan di mana menerima perawatan. Berikut ini dijelaskan beberapa penyebab infeksi nosokomial:
Bakteri adalah patogen paling umum yang menjadi penyebab infeksi nosokomial. Beberapa bakteri alami dalam tubuh pasien dapat menyebabkan infeksi ketika sistem kekebalan tubuh rentan menurun. Bakteri ini di antaranya:
Selain bakteri, virus juga menjadi penyebab infeksi nosokomial. Pengamatan sederhana dapat mengungkapkan bahwa 5% dari infeksi nosokomial adalah karena virus. Infeksi dapat ditularkan melalui mulut, tangan, saluran pernapasan dan saluran fekal-oral.
Penyakit kronis seperti hepatitis dapat disebabkan oleh virus. Fasilitas layanan kesehatan umumnya dapat menularkan virus hepatitis kepada pasien dan pekerja. Sementara hepatitis B dan C biasanya ditularkan melalui prosedur injeksi yang tidak aman. Virus lainnya termasuk influenza, rotavirus, HIV, dan virus herpes-simpleks.
Faktor-faktor risiko yang menentukan infeksi nosokomial tergantung pada lingkungan di mana perawatan dilakukan, kerentanan dan kondisi pasien, dan kurangnya kesadaran akan infeksi yang terjadi di antara staf dan penyedia layanan kesehatan.
Kebersihan yang buruk dan pembuangan limbah yang tidak memadai dari pengelolaan perawatan kesehatan berisiko terjadinya infeksi nosokomial.
Kerentanan berkaitan erat dengan menurunnya daya tahan tubuhi pada pasien, dirawat dalam waktu yang lama di unit perawatan intensif, dan penggunaan antibiotik yang lama.
Teknik injeksi yang tidak tepat, pengetahuan yang buruk tentang tindakan pengendalian infeksi dasar, penggunaan perangkat invasif (kateter) yang tidak tepat, dan kurangnya kebijakan pengendalian.
Di negara-negara berpenghasilan rendah, faktor-faktor risiko ini terkait dengan kemiskinan, kurangnya biaya, pengaturan perawatan kesehatan yang kurang dan ketersediaan peralatan yang tidak memadai.
Penggunaan antibiotik yang berlebihan juga memicu terjadinya infeksi nosokomial dengan meningkatkan munculnya organisme resisten antibiotik yang akhirnya menyebabkan infeksi sulit diobati, pilihan pengobatan dengan antibiotik menjadi terbatas dan dapat memperpanjang waktu rawat inap pasien.
Gejala infeksi nosokomial akan bervariasi berdasarkan jenisnya. Jenis infeksi nosokoimial yang paling umum di antaranya infeksi saluran kemih (ISK), infeksi luka bedah, infeksi aliran darah, dan Pneumonia. Gejala-gejala infeksi ini termasuk:
Orang yang mengalami gejala baru selama perawatan juga mungkin mengalami rasa sakit dan iritasi pada area yang terinfeksi.
Dokter dapat mendiagnosis infeksi nosokomial dengan mengamati gejalanya. Peradangan ruam di area infeksi juga bisa menjadi indikasi. Infeksi sebelum pasien menginap di rumah sakit yang menjadi kompleks tidak dihitung sebagai infeksi nosokomial. Tetapi pasien harus tetap memberi tahu dokter jika muncul gejala baru selama menjalani perawatan di rumah sakit.
Mungkin pasien juga diminta untuk melakukan tes darah dan urine untuk mengidentifikasi infeksi nosokomial.
Perawatan untuk infeksi ini tergantung pada jenis infeksi nosokomial. Dokter mungkin akan merekomendasikan antibiotik, pengobatan bedah invasif, dan perawatan luka, atau bahkan bed rest. Antibiotik digunakan untuk mengobati sebagian infeksi, terkadang pasien mungkin memerlukan pembedahan.
Waktu yang dibutuhkan untuk mengonsumsi antibiotik bervariasi untuk mengobati infeksi luka bedah, tetapi biasanya selama 1 minggu. Penderita infeksi nosokomial mungkin mulai menggunakan antibiotik yang dimasukkan melalui pembuluh darah dan kemudian diganti dengan pil. Disarankan untuk mengonsumsi semua antibiotik yang diresepkan, bahkan jika merasa lebih baik.
Jika keluar cairan dari luka, mungkin akan dilakukan tes untuk mengetahui antibiotik yang cocok dan terbaik. Beberapa luka terinfeksi methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA) yang kebal terhadap methicillin, resisten terhadap antibiotik yang biasa digunakan. Infeksi MRSA akan membutuhkan antibiotik khusus untuk mengobatinya.
Terkadang, dokter bedah akan melakukan prosedur untuk membersihkan luka. Dokter dapat menangani kondisi ini di ruang operasi, di ruang perawatan atau di klinik. Dokter akan melakukan prosedur berikut:
Luka bedah mungkin perlu dibersihkan dan perban diganti secara teratur. Anda juga dapat melakukannya sendiri, atau dibantu oleh perawat. Jika Anda tetap melakukannya sendiri, berikut caranya:
Guna membantu luka bedah cepat sembuh, Anda mungkin membutuhkan terapi luka tekanan negatif atau dikenal dengan balutan vacuum-assisted closure (VAC), yang dapat meningkatkan aliran darah pada luka dan membantu penyembuhan. VAC terdiri dari:
Pengobatan ini mungkin butuh berhari-hari, berminggu-minggu, atau bahkan berbulan-bulan untuk membersihkan luka, bersih dari infeksi, dan akhirnya sembuh.
Jika luka terbuka tidak kunjung sembuh dengan sendirinya, mungkin memerlukan operasi cangkok kulit atau otot untuk menutup luka. Jika cangkok otot diperlukan, dokter bedah dapat mengambil sebagian otot dari pantat, bahu, atau dada bagian atas untuk menutupi luka.
Selain itu, dokter akan melepaskan perangkat medis seperti kateter secepatnya sesuai kebutuhan medis. Sementara untuk membantu proses penyembuhan alami, dokter akan menganjurkan pola makan sehat, asupan cairan yang cukup, dan istirahat.
Terdapat beberapa prosedur dan tindakan pencegahan infeksi nosokomial. Tindakan ini merupakan seperangkat tindakan yang didesain untuk membantu meminimalkan risiko terpapar material infeksius seperti darah dan cairan tubuh lain dari pasien kepada tenaga kesehatan atau sebaliknya.
Pencegahan infeksi nosokomial didasarkan pada asumsi bahwa seluruh komponen darah dan cairan tubuh mempunyai potensi menimbulkan infeksi baik dari pasien ke tenaga kesehatan atau sebaliknya. Kunci pencegahan infeksi pada fasilitas pelayanan kesehatan adalah mengikuti prinsip pemeliharaan kebersihan yang baik dan kesterilan dengan lima standar penerapan yaitu: