Hernia diafragmatika adalah kondisi ketika satu atau lebih organ di perut bergerak ke atas menuju dada melalui diafragma. Pada umumnya, kondisi ini bisa didapat saat lahir atau terjadi setelahnya. Simak gejala, penyebab, hingga cara mengatasinya di bawah ini.
Hernia diafragmatika adalah kondisi di mana terdapat lubang pada diafragma (otot besar yang memisahkan dada dari perut) yang membuat organ di perut (seperti usus, lambung, dan hati) dapat bergerak melalui lubang tersebut sehingga naik ke dada. Kondisi ini dapat membuat paru-paru bayi tidak berkembang sepenuhnya, sehingga menyebabkannya kesulitan bernapas saat lahir.
Gejala setiap individu bisa berbeda-beda tergantung pada ukuran, penyebab, dan organ di perut yang terlibat. Berikut adalah beberapa gejala yang bisa terjadi, di antaranya:
Kondisi yang terjadi secara bawaan biasanya ditemukan selama pemeriksaan kehamilan. Jenis pemeriksaan yang dapat melihat kondisi ini adalah dengan USG. Tes ini dapat memberi gambaran dokter mengenai posisi perut, usus, hati, paru-paru, atau jantung di mana seharusnya berada.
Penyebab kondisi ini bisa dibagi menjadi dua: karena bawaan dan nonbawaan. Kondisi bawaan terjadi karena perkembangan abnormal diafragma saat janin sedang terbentuk. Cacat pada diafragma janin memungkinkan satu atau lebih organ perutnya bergerak ke dada dan menempati ruang di mana paru-paru seharusnya berada. Pada sebagian besar kasus, ini hanya memengaruhi satu paru-paru.
Sementara kondisi nonbawaan biasanya didapat akibat dari cedera seperti terjatuh atau kecelakaan kendaraan. Operasi pada perut atau dada juga dapat menyebabkan kerusakan yang tidak disengaja pada diafragma.
Pada umumnya, kondisi yang terjadi secara bawaan bersifat idiopatik (tidak diketahui penyebabnya). Akan tetapi, gangguan ini diduga merupakan kombinasi dari beberapa faktor seperti kelainan genetik, paparan lingkungan, dan masalah nutrisi.
Bahkan, kondisi ini juga bisa terkait dengan masalah organ lain seperti perkembangan abnormal pada jantung, gastrointestinal, atau sistem genitourinari. Berikut adalah beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko, antara lain:
Dokter biasanya dapat melihat kondisi ini saat melakukan pemeriksaan rutin kehamilan dengan teknik USG. Dalam beberapa kasus, USG selama kehamilan tidak menunjukkan kondisi ini.
Namun, begitu bayi lahir, dokter mungkin mendiagnosis kondisi tersebut setelah menyadari bahwa bayi mengalami kesulitan bernapas. Rontgen dada dapat menunjukkan masalah apapun yang ada di paru-paru, diafragma, dan usus. Tes lain yang mungkin disarankan adalah MRI janin.
Beberapa tes lain yang mungkin disarankan adalah:
Pada dasarnya, perawatan tergantung pada gejala, usia, dan kesehatan tubuh secara keseluruhan. Berikut adalah beberapa pengobatan yang bisa dilakukan, di antaranya:
Jika bayi terlahir dengan kondisi ini, perawatan NICU dibutuhkan. Hal itu dikarenakan bayi belum dapat bernapas sendiri dengan baik karena karena paru-parunya belum berkembang sepenuhnya. Sebagian besar bayi perlu menggunakan mesin pernapasan (mechanical ventilator) untuk membantunya bernapas.
Beberapa bayi dengan kondisi yang parah perlu menggunakan heart/lung bypass machine (ECMO). ECMO melakukan pekerjaan yang seharusnya dilakukan oleh jantung dan paru-paru bayi. Alat ini memasukkan oksigen dalam darah dan membantu memompa ke seluruh tubuh. Alat ini dibutuhkan sampai kondisinya membaik.
Tujuan dari pembedahan adalah untuk memperbaiki kondisi dengan menggeser organ di perut yang naik ke rongga dada kembali ke tempatnya. Selain itu, operasi juga berguna untuk memperbaiki lubang di diafragma.
Kondisi ini membuat paru-paru tidak berkembang sebagaimana mestinya (hipoplasia paru). Gangguan ini bisa membuat bayi sulit bernapas setelah lahir. Beberapa hal lain yang bisa terjadi terkait keadaan ini adalah:
Jika beberapa hal di atas terjadi, bayi tidak mendapatkan cukup oksigen untuk tetap sehat. Selain itu, usus bayi mungkin juga tidak terbentuk sebagaimana mestinya.
Tidak ada cara yang bisa mencegah jika kondisi ini terjadi secara bawaan. Pemeriksaan rutin kehamilan penting untuk membantu mendeteksi masalah sebelum kelahiran. Hal ini memungkinkan perencanaan dan perawatan yang tepat sebelum, selama, dan setelah melahirkan. Sedangkan jika kondisi terjadi nonbawaan, beberapa tindakan pencegahan yang bisa dilakukan, antara lain: