Demam tifoid atau dikenal dengan sebutan tipes adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri Salmonella typhi. Demam tifoid sendiri menyebar melalui makanan dan air yang terkontaminasi atau melalui kontak dekat dengan seseorang yang terinfeksi. Simak penjelasan lengkap mengenai penyebab tipes, gejala tipes, dan obat tipes di bawah ini.
Perlu diketahui bahwa bakteri penyebab penyakit tipes ini ada dalam air atau makanan yang kemudian menyebar ke orang lain melalui jalur makanan atau minuman yang terkontaminasi bakteri.
Seseorang yang terinfeksi penyakit tipes atau tifoid dapat mencemari pasokan air di sekitarnya melalui tinja yang mengandung konsentrasi tinggi dari bakteri penyebab tipes. Kontaminasi pasokan air pada gilirannya akan mencemari pasokan makanan. Bakteri dapat bertahan selama berminggu-minggu dalam air atau limbah kering.
Sekitar 3-5 persen orang menjadi pembawa bakteri setelah terinfeksi yang merupakan penyebab demam tifoid. Sedangkan orang lain yang terinfeksi mampu menderita penyakit yang sangat ringan bahkan tidak tampak sakit. Orang-orang ini dapat menjadi penular bakteri jangka panjang yang umumnya disebut penderita karier typhoid. Meskipun mereka tidak memiliki gejala tipes dan menjadi sumber wabah baru demam tifoid selama bertahun-tahun.
Masa inkubasi gejala tipes atau demam tifoid ini biasanya 1-2 minggu dengan durasi penyakit adalah sekitar 3-4 minggu. Dua gejala tipes ringan yang utama adalah demam dan ruam. Ruam yang memengaruhi penderita terdiri dari bintik-bintik berwarna merah, terutama di leher dan perut. Gejala tipes lainnya, antara lain:
Dada sesak dan sakit perut adalah gejala tipes yang umum terjadi pada banyak orang. Sekitar 10% orang yang memiliki gejala tipes berulang akan merasa lebih baik setelah satu hingga dua minggu. Kekambuhan sebenarnya lebih sering terjadi pada mereka yang mendapat perawatan dengan antibiotik.
Jika penyakit ini tidak mendapatkan penanganan dengan serius, gejala tipes akan terus memburuk selama minggu-minggu dan risiko untuk mengembangkan komplikasi yang berpotensi fatal akan meningkat.
Setelah menelan makanan atau air yang terkontaminasi, bakteri Salmonella menyerang usus kecil dan memasuki aliran darah sementara. Sel darah putih membawa bakteri ke hati, limpa, dan sumsum tulang. Kemudian bakteri berkembang biak di sel-sel organ tersebut dan masuk ke aliran darah.
Dokter mungkin mencurigai demam tifoid berdasarkan gejala tipes dan riwayat kesehatan. Akan tetapi diagnosis biasanya dikonfirmasi dengan mengidentifikasi Salmonella typhi dalam kultur darah atau cairan atau jaringan tubuh lainnya.
Sampel kecil darah, feses, urine, atau sumsum tulang Anda ditempatkan pada media khusus yang mendorong pertumbuhan bakteri, kemudian diperiksa di bawah mikroskop untuk mengetahui adanya bakteri tifoid. Pemeriksaan sumsum tulang sering kali merupakan tes paling sensitif untuk Salmonella typhi.
Meskipun melakukan beberapa tes seperti di atas adalah cara terbaik untuk mendiagnosis gejala tipes, ada pengujian lain yang dapat digunakan untuk mengonfirmasi dugaan infeksi demam tifoid, seperti tes untuk mendeteksi antibodi terhadap bakteri tifoid dalam darah atau tes yang memeriksa DNA tifoid dalam darah.
Komplikasi yang disebabkan oleh demam tifoid biasanya hanya terjadi pada orang yang belum diobati dengan antibiotik yang sesuai atau tidak segera diobati ketika gejala tipes muncul.
Terdapat dua komplikasi paling umum dari demam tifoid apabila tidak mendapatkan penanganan dengan segera, di antaranya:
Kebanyakan pendarahan internal yang terjadi pada demam tifoid tidak mengancam jiwa, akan tetapi kondisi ini bisa membuat Anda merasa sangat tidak sehat.
Gejalanya meliputi:
Transfusi darah mungkin diperlukan untuk menggantikan darah yang hilang, dan pembedahan dapat digunakan untuk memperbaiki lokasi perdarahan.
Perforasi berpotensi menjadi komplikasi yang sangat serius. Hal ini dikarenakan bakteri yang hidup dalam sistem pencernaan dapat bergerak ke perut dan menginfeksi lapisan perut (peritoneum). Kondisi ini dikenal sebagai peritonitis.
Peritonitis adalah keadaan darurat karena jaringan peritoneum biasanya steril (bebas kuman). Tidak seperti bagian tubuh lainnya, peritoneum tidak memiliki mekanisme pertahanan bawaan untuk melawan infeksi.
Pada peritonitis, infeksi dapat dengan cepat menyebar ke dalam darah (sepsis) sebelum menyebar ke organ lain. Hal ini membawa risiko kegagalan banyak organ. Jika tidak mendapatkan penanganan dengan benar, hal itu bisa membahayakan nyawa.
Gejala peritonitis yang paling umum adalah nyeri perut mendadak dan semakin memburuk dari waktu ke waktu.
Satu-satunya obat tipes yang paling efektif adalah antibiotik. Antibiotik yang paling umum digunakan adalah ciprofloxacin (untuk orang dewasa yang tidak hamil) dan ceftriaxone. Selain antibiotik, penting untuk rehidrasi dengan minum air yang cukup. Dalam kasus yang lebih parah di mana usus telah berlubang, operasi mungkin diperlukan.
Seperti sejumlah penyakit bakteri lainnya, saat ini ada kekhawatiran tentang meningkatnya resistensi antibiotik terhadap S. typhi. Kondisi ini berdampak pada pilihan obat yang tersedia untuk mengobati gejala tipes.
Dalam beberapa tahun terakhir, tipes menjadi resisten terhadap trimethoprim-sulfamethoxazole dan ampicillin. Bahkan, ciprofloxacin juga mengalami kendala yang sama. Beberapa penelitian telah menemukan tingkat resistensi Salmonella typhimurium sekitar 35 persen.
Suatu wilayah yang akses mendapatkan air bersihnya terbatas, biasanya memiliki jumlah kasus demam tifoid yang lebih tinggi.
Berikut adalah beberapa pencegahan yang bisa dilakukan, di antaranya:
Sebelum bepergian ke daerah berisiko tinggi, Anda disarankan untuk mendapatkan vaksin. Vaksin bisa dengan obat oral atau suntikan. Perlu diketahui juga bahwa vaksin tidak 100 persen efektif mencegah bakteri tipes, menjaga kebersihan makanan dan minuman yang dikonsumsi tetap harus dilakukan
Vaksinasi tidak boleh dimulai jika individu tersebut sedang sakit atau berusia di bawah 6 tahun. Vaksin ini mungkin memiliki efek buruk, karena 1 dari 100 orang akan mengalami demam. Sementara untuk vaksin oral, masalah yang bisa muncul seperti mual, dan sakit kepala. Namun, efek samping yang parah jarang terjadi pada kedua vaksin tersebut.
Meminimalkan kemungkinan terserang infeksi tipes bisa dilakukan dengan: