Pernah mendengar apa itu chorioamnionitis? Kondisi yang dikenal dengan nama lain “amnionitis” atau “infeksi intra-amnion” ini menginfeksi lapisan di sekitar janin. Ketahui lebih lanjut gejala, penyebab, diagnosis, hingga pengobatannya!
Chorioamnionitis adalah suatu kondisi infeksi bakteri yang terjadi sebelum atau saat persalinan. Namanya sendiri mengacu kepada membran atau selaput luar yang melindungi janin. Diambil dari kata “chorion” (selaput luar) dan “amnion” (kantung yang terisi cairan).
Kondisi ini terjadi ketika bakteri menginfeksi chorion, amnion, dan cairan amnion (cairan ketuban) sekitar janin. Apabila tidak ditangani dengan baik, hal ini dapat menyebabkan persalinan preterm atau infeksi yang serius bahkan menyebabkan sepsis baik pada ibu dan bayi.
Menurut The National Institute of Child Health and Human Development (NICHD), dapat disebut maternal fever apabila temperatur ibu 39 derajat celsius atau 38 pada 2 kali pengukuran dengan jarak waktu 30 menit.
Nadi ibu >120 kali per menit.
Nadi janin >160 kali per menit.
Jumlah leukosit pada pemeriksaan lab ibu >15,000 cells/mL tanpa dibawah penggunaan kortikosteroid.
Chorioamnionitis sering berhubungan dengan kondisi lain seperti infeksi saluran kemih, dan Prolonged Rupture of Membrane yang merupakan kondisi ketika ketuban pecah sebelum waktunya. Seperti 95% dari kasus dapat disebabkan oleh beberapa jenis mikroba (polimikrobial).
Bakteri mycoplasma hominis, E. coli, group B streptococci, dan golongan bakteri anaerob termasuk golongan bakteri penyebab chorioamnionitis yang paling sering dijumpai.
Beberapa golongan virus seperti cytomegalovirus, adenovirus, enterovirus, respiratory syncytial virus, dan Epstein-Barr virus juga dapat menjadi penyebab chorioamnionitis.
Pecahnya membran atau ketuban yang bertahan lebih dari 18–24 jam sebelum persalinan.
WHO mendefinisikan persalinan lama dengan adanya kontraksi uterus yang ritmik dan reguler disertai pembukaan serviks yang berlangsung lebih dari 24 jam.
Kondisi di mana seorang wanita belum pernah melahirkan sebelumnya.
Infeksi seperti Bacterial Vaginosis, adanya koloni dari grup B stretococcus, dan infeksi saluran kemih dapat meningkatkan probabilitas wanita hamil untuk menderita chorioamnionitis.
Konsumsi alkohol dan rokok dapat meningkatkan produksi radikal bebas dalam tubuh sehingga meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi.
Kondisi ini terjadi ketika meconium atau feses bayi tercampur dengan cairan amnion(air ketuban). Feses mengandung banyak bakteri, sehingga apabila tercampur dengan air ketuban dapat menyebabkan chorioamnionitis.
Cara untuk mendiagnosis chorioamnionitis, gejala yang telah disebutkan diatas akan muncul. Kemudian, dokter dan petugas kesehatan akan melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
Hal yang akan ditanyakan dokter ketika melakukan anamnesis adalah adanya ketuban berbau yang keluar dari daerah kewanitaan, usia kehamilan, adanya demam pada ibu, adanya nyeri perut dan panggul, serta riwayat kehamilan, kelahiran, dan keguguran (bila ada), riwayat infeksi menular seksual, dan riwayat saluran kemih.
Dokter akan memeriksa tanda vital ibu dan janin, dilanjutkan dengan status generalis ibu, dan melakukan pemeriksaan status lokalis pada bagian panggul. Kemudian memastikan apakah gejala dan tanda yang dialami ibu sesuai dengan gejala chorioamnionitis atau tidak.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan seorang dokter untuk mendiagnosis pemeriksaan penunjang adalah pemeriksaan kultur, histologi, laboratorium, USG, dan pemeriksaan urine. Kultur dengan cara amniosentesis merupakan baku emas untuk diagnosis korioamnionitis.
Manajemen chorioamnionitis meliputi agen antibiotik, antipiretik, persalinan, dan pengobatan untuk gejala lainnya.
Antibiotik yang dapat digunakan adalah golongan aminoglikosida seperti:
Antipiretik digunakan untuk menurunkan suhu bila terjadi demam. Untuk ibu hamil antipiretik yang disarankan adalah golongan acetaminophen atau biasa dikenal dengan sebutan paracetamol.
Persalinan dapat dilakukan apabila kondisi ibu dan bayi memungkinkan dan diperlukan untuk dilakukan persalinan sehingga dapat mengurangi resiko terjadinya komplikasi akibat korioamnionitis. Keputusan ini tentunya diambil atas persetujuan dokter spesialis kandungan yang merawat, keluarga, dan pasien.
Apabila tidak dideteksi dan ditangani dengan baik, maka kondisi ini dapat menimbulkan komplikasi baik kepada ibu atau janin. Berikut merupakan daftar komplikasi yang dapat terjadi akibat chorioamnionitis:
Pencegahan yang dapat dilakukan dari masa kehamilan yaitu: