Cedera kepala adalah kondisi yang bisa bersifat ringan atau bahkan serius sekalipun hingga membutuhkan penanganan medis secara khusus. Ketahui lebih lanjut mengenai masalah kesehatan yang satu ini mulai dari gejala, penyebab, pengobatan, hingga pencegahannya berikut ini!
Sesuai dengan namanya, cedera kepala adalah suatu kondisi ketika kepala mengalami kerusakan yang mana hal tersebut diakibatkan oleh benturan. Cedera kepala—disebut juga trauma kepala—memiliki dampak yang beragam, tergantung dari seberapa parah cedera yang terjadi.
Pada kasus yang ringan, cedera mungkin hanya berujung pada memar dan muncul luka yang disertai perdarahan minor. Akan tetapi, cedera yang tergolong berat bisa saja berdampak sampai ke bagian dalam dari kepala yakni tengkorak dan bahkan otak.
Secara garis besar, cedera kepala terbagi menjadi 2 (dua) jenis yakni cedera kepala ringan dan berat. Lebih spesifik, kondisi ini dibagi lagi ke dalam 5 (lima) jenis berdasarkan dampaknya, yaitu:
Jenis yang pertama adalah hematoma. Cedera yang satu ini menyebabkan terjadinya pembekuan darah di luar pembuluh darah, alias memar. Hematoma bersifat serius apabila menyerang otak. Penggumpalan juga dapat menyebabkan tekanan pada intrakranial (isi kepala di dalam tengkorak).
Hal ini lantas akan membuat penderitanya hilang kesadaran. Jika tidak segera ditangani, kondisi tersebut mungkin akan berujung pada kerusakan otak permanen.
Hemorrhage, atau hemoragik adalah perdarahan. Apabila cedera tergolong berat, maka ada kemungkinan perdarahan terjadi di ruang sekitar otak (perdarahan subaraknoid), atau di dalam jaringan otak (pendarahan intraserebral).
Perdarahan subaraknoid ditandai dengan gejala sakit kepala dan muntah. Sementara itu, tingkat keparahan perdarahan intraserebral tergantung pada seberapa banyak perdarahan yang terjadi, tetapi seiring waktu jumlah darah dapat menyebabkan tekanan besar pada otak.
Concussion atau gegar otak terjadi ketika cedera yang dialami sangat parah hingga mengenai otak.
Kondisi ini dimungkinkan akibat benturan yang terjadi sangat keras hingga menyebabkan otak membentur dinding tengkorak. Pada banyak kasus, terganggunya fungsi otak—terutama memori—akan berlangsung sementara. Akan tetapi, bukan tidak mungkin jenis cedera ini berujung pada kerusakan otak secara permanen.
Sesuai dengan namanya, kondisi yang terjadi di sini adalah terjadinya pembengkakan pada area kepala yang mengalami cedera. Pembengkakan berdampak langsung terhadap jaringan yang ada di sekitar kepala yang terdampak.
Menjadi suatu hal yang serius ketika pembengkakan terjadi di otak. Pasalnya, tengkorak tidak dapat meregang untuk mengakomodasi pembengkakan tersebut. Alhasil, tengkorak akan mengalami tekanan dan bukan tidak mungkin terjadi keretakan.
Cedera aksonal difus adalah cedera yang tidak menyebabkan perdarahan tetapi merusak sel-sel otak. Kerusakan lantas berakibat pada tidak berfungsinya sel-sel otak tersebut. Cedera aksonal difus adalah salah satu jenis cedera kepala yang paling berbahaya. Pasalnya, kondisi ini dapat menyebabkan kerusakan otak permanen atau bahkan kematian.
Ciri dan gejala cedera kepala dipengaruhi oleh tingkat keparahan cedera yang terjadi. Berikut adalah ciri-ciri yang menandakan jika kepala Anda mengalami cedera.
Cedera yang masih bersifat ringan ditandai oleh gejala-gejala sebagai berikut:
Cedera yang masuk kategori berat memiliki gejala yang sama seperti cedera ringan, namun ditambah dengan gejala lainnya seperti:
Anda disarankan untuk segera memeriksakan diri ke dokter apabila mengalami benturan yang cukup hebat kemudian diiringi oleh kemunculan gejala-gejala yang tadi sudah disebutkan. Penanganan sedini mungkin diperlukan guna mencegah kondisi bertambah buruk hingga menyebabkan komplikasi serius yang bisa saja membahayakan nyawa.
Penyebab kondisi ini sudah jelas, yakni karena adanya benturan. Biasanya hal ini diakibatkan oleh kejadian-kejadian seperti:
Cedera juga bisa terjadi karena adanya guncangan keras pada kepala. Hal ini biasanya dialami oleh anak bayi dan anak kecil.
Diagnosis cedera dilakukan guna mengukur seberapa parah kondisi ini. Diagnosis dibagi menjadi 3 (tiga) tahapan yaitu anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
Pertama-tama, dokter akan mengajukan sejumlah pertanyaan pada pasien seputar keluhan yang dialami. Pertanyaan ringan seperti “Siapa nama Anda?” atau “Ini dimana?” dapat ditanyakan oleh Dokter untuk mengecek kesadaran pasien. Pertanyaan lain meliputi:
Setelah itu, dokter akan memeriksa kondisi kepala pasien untuk melihat apakah ada ciri-ciri fisik yang mengindikasikan bahwa cedera telah terjadi seperti pembengkakan maupun luka. Dokter juga akan mengecek kesadaran pasien untuk menentukan jenis cedera kepala ringan, sedang, atau berat.
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk mencari tahu apakah cedera yang dialami pasien sudah sampai menyebabkan terjadinya kerusakan pada tengkorak atau bahkan otak. Pemeriksaan penunjang umumnya meliputi:
Pengobatan cedera tergantung dari tingkat keparahannya. Berikut adalah metode penanganan trauma kepala yang umum dilakukan.
Pemberian obat-obatan lebih dimaksudkan untuk mengatasi gejala sakit kepala yang muncul. Oleh sebab itu, paracetamol menjadi jenis obat yang biasa diresepkan oleh dokter kepada pasien.
Penggunaan paracetamol ini juga apabila cedera masih tergolong ringan. Sementara untuk cedera yang tergolong berat, dokter juga akan meresepkan obat-obatan lain guna meredakan gejala lainnya yang mungkin terjadi seperti obat antikejang untuk meredakan kejang, atau manitol untuk meredakan edema yang terjadi di otak.
Pada kasus di mana cedera sampai menyebabkan terganggunya kinerja fisik dan sistem saraf, dokter juga akan menginstruksikan pasien untuk menjalani terapi fisik. Terapi fisik yang dimaksud meliputi:
Sementara pada kasus yang terbilang berat sampai menyebabkan gegar otak, hematoma, dan perdarahan, tindakan operasi mungkin diperlukan. Operasi dilakukan dengan sejumlah tujuan, antara lain:
Apabila tidak ditangani secara cepat dan tepat, cedera kepala—khusus tingkat sedang dan berat—dapat berujung pada sejumlah komplikasi, yaitu:
Cedera hampir pasti disebabkan oleh insiden. Oleh karena itu, cara mencegah—atau setidaknya meminimalisir—hal ini menimpa Anda adalah dengan menerapkan hal-hal berikut ini: