Biduran setelah melahirkan? Ya, kondisi yang dalam dunia medis diberi nama urtikaria ini ternyata dialami oleh sebagian wanita yang baru saja melahirkan. Lantas, apakah biduran pasca melahirkan merupakan kondisi yang normal? Atau, hal ini menjadi pertanda adanya suatu masalah medis? Simak penjelasan lebih lanjutnya berikut ini.
Gatal pasca melahirkan terjadi ketika sistem kekebalan tubuh bereaksi terhadap alergen atau perubahan hormon, yang kemudian melepaskan histamin dan protein ke dalam aliran darah. Histamin membuat kapiler darah kecil membengkak dan plasma bocor ke dalam kulit, sehingga mengakibatkan ruam merah gatal yang disebut biduran.
Wanita cenderung menderita gatal-gatal pada rentang waktu yang berbeda setelah melahirkan. Gatal pasca melahirkan biasanya terjadi pada lengan, kaki, dan punggung. Sementara itu, beberapa pakar kesehatan mengungkapkan, biduran setelah melahirkan tidak secara langsung memiliki kaitan. Kondisi stres dan kelelahan yang dialami ibu saat merawat bayi mungkin menjadi pemicu biduran setelah melahirkan.
Berikut ini adalah hal-hal lain yang menjadi pemicu biduran, antara lain:
Meski begitu, penyebab biduran atau biduran setelah melahirkan sendiri hampir tidak bisa ditentukan penyebab pastinya. Urtikaria dapat dimulai sebagai respons autoimun, tetapi mengapa hal itu terjadi masih belum jelas.
Sedangkan apabila biduran berlangsung lebih dari 6 minggu maka kondisi ini disebut dengan urtikaria kronis, sedangkan apabila berlangsung singkat kurang dari 6 minggu maka disebut dengan urtikaria akut.
Cara paling tepat mengatasi biduran adalah dengan mengenali pencetus biduran. Setelah mengetahui pencetus biduran, sebisa mungkin hindari pencetusnya agar tidak kambuh. Urtikaria kronik cenderung hilang dan kambuh dengan pemicunya seperti stres, alkohol, kafein, suhu hangat, serta tekanan lama pada kulit.
Cara untuk mengetahuinya bisa dilakukan dengan mengamati kapan urtikaria muncul lalu amati penyebabnya, apakah dari makanan, cuaca atau debu. Selain itu Anda juga bisa mengganti sabun mandi dengan sabun yang mengandung hipoalergenik dan tidak menyebabkan iritasi.
Sementara itu, dokter mungkin akan merekomendasikan untuk mengonsumsi obat yang dijual bebas di pasaran seperti antihistamin, untuk mengobati gejala-gejala biduran. Obat antihistamin membantu menghambat pelepasan histamin yang membuat gejala biduran.
Apabila Anda sedang hamil atau menyusui, memiliki kondisi medis kronis, atau sedang konsumsi obat lain, konsultasi dengan dokter sebelum mengonsumsinya.
Sementara itu, jika antihistamin tidak menghilangkan gejala biduran, obat lain yang bisa digunakan, antara lain:
Obat-obatan ini juga disebut antagonis reseptor H-2, disuntikkan atau diminum secara oral. Contohnya termasuk simetidin (Tagamet HB), ranitidin (Zantac) dan famotidine (Pepcid).
Kortikosteroid oral seperti prednison, dapat membantu mengurangi pembengkakan, kemerahan dan gatal. Obat ini umumnya hanya untuk kontrol jangka pendek dari biduran kronis. Obat antiradang ini dapat menyebabkan efek samping yang serius jika dikonsumsi dalam waktu lama.
Obat Antidepresan yang biasanya digunakan adalah doxepin dalam bentuk krim, di mana dapat membantu meringankan gatal. DObat ini dapat menyebabkan pusing dan kantuk.
Obat-obatan yang mengganggu aksi pengubah leukotrien dapat membantu ketika digunakan dengan antihistamin. Contohnya adalah montelukast (Singulair) dan zafirlukast (Accolate).
Obat omalizumab (Xolair) sangat efektif melawan sejenis biduran kronis yang sulit diobati. Ini adalah obat suntik yang biasanya diberikan sebulan sekali.
Pilihannya termasuk cyclosporine (Gengraf, Neoral, lainnya) dan tacrolimus (Astagraft XL, Prograf, Protopic).
Biduran kronis dapat berlangsung selama berbulan-bulan dan bertahun-tahun. Biduran bisa mengganggu tidur dan aktivitas sehari-hari. Tindakan pencegahan berikut ini dapat membantu mencegah atau menenangkan reaksi kulit gatal-gatal kronis yang berulang:
Segera ke dokter jika gatal-gatal terjadi disertai dengan gejala berikut: