DokterSehat.Com – Sejak ratusan tahun yang lalu, nenek moyang bangsa Indonesia telah terkenal pandai meracik jamu dan obat tradisional. Beragam jenis tumbuhan, akar-akaran, dan bahan-bahan alamiah lainnya diracik sebagai ramuan jamu untuk menyembuhkan berbagai penyakit.
Ramuan-ramuan itu digunakan pula untuk menjaga kondisi badan agar tetap sehat, mencegah penyakit, dan sebagian untuk mempercantik diri. Kemahiran meracik bahan-bahan itu diwariskan oleh nenek moyang secara turun temurun, dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Di berbagai daerah di Tanah Air ditemukan berbagai kitab yang berisi tata cara pengobatan dan jenis-jenis obat tradisional. Di Bali, misalnya, ditemukan kitab usadha tuwa, usadha putih, usadha tuju, dan usadha seri yang berisi berbagai jenis obat tradisional.
Dalam cerita rakyat seperti cerita Sudamala, dikisahkan bagaimana Sudamala berhasil menyembuhkan mata pendeta Tambapetra yang buta. Demikian pula relief cerita Mahakarmmawibhangga pada kaki Candi Borobudur, menggambarkan seorang anak kecil yang sakit dan sedang diobati dua orang tabib. Salah satu relief lainnya, juga memperlihatkan kegiatan seorang tabib sedang meracik obat.
Demikian pula dalam tradisi Melayu, ditemukan naskah-naskah yang menyajikan resep obat-obatan. Naskah-naskah itu, antara lain memuat berbagai jamu sawan, jamu sorong, jamu untuk ibu hamil dan melahirkan, obat sakit mata, obat sakit pinggang, hingga obat penambah nafsu makan.
Peralihan dari zaman Hindu-Buddha ke zaman Islam, telah memperkaya khazanah tradisi pengobatan dalam masyarakat Indonesia. Sementara itu, berbagai buku kedokteran Islam yang ditulis dalam bahasa Arab dan Persia, telah diterjemahkan baik ke dalam bahasa Jawa maupun bahasa Melayu. Semua ini berlangsung tanpa terputus, sampai bangsa kita mengenal ilmu kedokteran dari Eropa pada zaman penjajahan.
Di tengah-tengah serbuan obat-obatan modern, jamu dan obat tradisional tetap menjadi salah satu pilihan bagi masyarakat Indonesia. Tidak hanya masyarakat di pedesaan, masyarakat di perkotaan pun mulai mengonsumsi obat-obatan tradisional ini.
Keragaman obat tradisional di Tanah Air, telah memperkaya khazanah ilmu pengetahuan dan kesehatan bangsa Indonesia. Hari ini, Indonesia telah menjadi salah satu pusat tanaman obat di dunia. Jamu dan obat tradisional, telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Indonesia.
Sementara itu, tren gaya hidup sehat yang berkembang saat ini membuat masyarakat untuk kembali menggunakan produk yang berasal dari alam. Oleh karenanya, jamu dan obat tradisional dapat menjadi salah satu pilihan pengobatan.
Tidak hanya itu, Presiden Republik Indonesia ke-6, Susilo Bambang Yudhoyono, memberikan perhatian khusus pada jamu dan obat tradisional dalam Pembukaan Musyawarah Nasional ke-5 Gabungan Pengusaha Jamu dan Obat Tradisional Indonesia.
Obat tradisional adalah bahan atau ramuan yang berasal dari bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut, yang secara turun-temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman.
Di Indonesia, obat yang berbahan dasarnya bersumber dari alam dapat dikategorikan menjadi 3, yaitu jamu, obat herbal terstandar, dan fitofarmaka.
Jamu adalah obat tradisional yang berisi seluruh bahan tanaman di dalamnya. Pada umumnya, jenis ini dibuat dengan mengacu pada resep peninggalan leluhur. Jamu tidak memerlukan pembuktian ilmiah karena telah terbukti dengan bukti empiris secara turun temurun.
Adalah obat tradisional yang disajikan dari ekstrak atau penyarian bahan alam yang dapat berupa tanaman obat, binatang, maupun mineral. Proses ini membutuhkan peralatan yang lebih kompleks dan berharga mahal, ditambah dengan tenaga kerja yang mendukung dengan pengetahuan maupun keterampilan pembuatan ekstrak.
Selain proses produksi dengan teknologi maju, obat jenis ini telah ditunjang dengan pembuktian ilmiah berupa penelitian-penelitian pre-klinik (uji pada hewan) dengan mengikuti standar kandungan bahan berkhasiat, standar pembuatan ekstrak tanaman obat, standar pembuatan obat tradisional yang higienis, dan uji toksisitas akutmaupun kronis.
Fitofarmaka adalah obat tradisional dari bahan alam yang dapat disetarakan dengan obat modern karena proses pembuatannya yang telah terstandar, ditunjang dengan bukti ilmiah sampai dengan uji klinik pada manusia dengan kriteria memenuhi syarat lmiah, protokol uji yang telah disetujui, pelaksana yang kompeten, memenuhi prinsip etika, hingga tempat pelaksanaan uji memenuhi syarat.
Dengan adanya uji klinik, hal itu akan lebih meyakinkan para profesi medis untuk menggunakan obat herbal di sarana pelayanan kesehatan. Masyarakat juga bisa didorong untuk menggunakan obat herbal karena manfaatnya jelas dengan pembuktian secara ilmiah.
TOGA adalah singkatan dari tanaman obat keluarga. Tanaman obat keluarga pada hakikatnya adalah sebidang tanah di halaman rumah, kebun ataupun ladang yang digunakan untuk membudidayakan tanaman yang berkhasiat sebagai obat dalam rangka memenuhi keperluan keluarga akan obat-obatan.
Sejak terciptanya manusia dibumi, sejak saat itu pula manusia mencoba memanfaatkan alam sekitarnya untuk memenuhi kebutuhannya, termasuk keperluan obat-obatan untuk mengatasi masalah-masalah kesehatan.
Fakta menunjukkan, bahwa dengan bantuan obat-obatan yang berasal dari bahan alam, masyarakat dapat mengatasi masalah-masalah kesehatan yang dihadapinya. Hal ini menunjukkan bahwa obat yang berasal dari sumber bahan alam—khususnya tanaman telah memperlihatkan peranannya dalam penyelenggaraan upaya-upaya kesehatan masyarakat.
Pemanfaatan TOGA yang digunakan untuk pengobatan gangguan kesehatan keluarga menurut gejala umum adalah:
Sementara itu, jenis tanaman yang harus dibudidayakan untuk tanaman obat keluarga adalah jenis-jenis tanaman yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
Salah satu fungsi TOGA adalah sebagai sarana untuk mendekatkan tanaman obat sebagai upaya untuk memperbaiki kesehatan secara umum, di antaranya:
Selain fungsi diatas ada juga fungsi lainnya yaitu:
Dalam menggunakan tumbuhan obat, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar hasil pengobatan dapat maksimal. Berikut ini adalah beberapa petunjuk yang harus Anda perhatikan, antara lain:
Guna mendapatkan bahan yang terbaik dari tumbuhan obat, perlu diperhatikan saat-saat pengumpulan atau pemetikan bahan berkhasiat. Berikut ini pedoman waktu pengumpulan bahan obat secara umum:
Bahan obat yang sudah dikumpulkan sebaiknya segera dicuci bersih dengan air yang mengalir. Setelah bersih, dapat segera dimanfaatkan bila diperlukan pemakaian yang bahan segar. Namun, bisa pula dikeringkan untuk disimpan dan digunakan bila sewaktu-waktu dibutuhkan.
Pengeringan bertujuan untuk mengurangi kadar air dan mencegah pembusukan oleh cendawan atau bakteri. Dengan demikian, bahan dapat disimpan lebih lama dalam wadah yang tertutup rapat. Bahan kering juga mudah dihaluskan bila ingin dibuat serbuk.
Berikut ini cara mengeringkan bahan obat :
Menurut Traditional Chinese Pharmacology dikenal 4 macam sifat dan 5 macam cita rasa tumbuhan obat. Adapun keempat macam sifat tumbuhan obat itu ialah dingin, panas, hangat, dan sejuk.
Tumbuhan obat yang sifatnya panas dan hangat dipakai untuk pengobatan sindroma dingin, seperti pasien yang takut dingin, tangan dan kaki dingin, lidah pucat atau nadi lambat. Sedangkan, tumbuhan obat yang bersifat dingin dan sejuk digunakan untuk pengobatan sindroma panas, seperti demam, rasa haus, warna kencing kuning tua, lidah merah atau denyut nadi cepat.
Sementara lima macam cita rasa dari tumbuhan obat ialah pedas, manis, asam, pahit, dan asin. Cita rasa ini digunakan untuk tujuan tertentu karena selain berhubungan dengan organ tubuh, juga mempunyai khasiat dan kegunaan tersendiri.
Misalnya rasa pedas mempunyai sifat menyebar dan merangsang. Rasa manis berkhasiat tonik dan menyejukan. Rasa asam berkhasiat mengawetkan dan pengelat. Rasa pahit dapat menghilangkan panas dan lembap.
Sementara rasa asin memiliki sifat melunakkan dan sebagai pencahar. Kadang-kadang ada juga yang menambahkan cita rasa yang keenam, yaitu netral atau tawar yang berkhasiat sebagai peluruh kencing.
Perebusan umumnya dilakukan dalam pot tanah atau pot keramik. Pot keramik dapat dibeli di toko obat tradisional Tionghoa. Pot dari besi, alumunium atau kuningan sebaiknya tidak digunakan untuk merebus.
Hal itu mengingatkan karena bahan tersebut dapat menimbulkan endapan, konsentrasi larutan obat yang rendah, terbentuknya racun atau menimbulkan efek samping akibat terjadinya reaksi kimia dengan bahan obat.
Lakukan perebusan dengan api sesuai petunjuk pembuatan. Apabila nyala api tidak ditentukan, biasanya perebusan dilakukan dengan api besar sampai airnya mendidih. Selanjutnya api dikecilkan untuk mencegah air rebusan meluap atau terlalu cepat kering.
Meski demikian, adakalanya api besar dan api kecil digunakan sendiri-sendiri sewaktu merebus bahan obat. Sebagai contoh, obat yang berkhasiat tonik umumnya direbus dengan api kecil sehingga zat berkhasiatnya dapat secara lengkap dikeluarkan dalam air rebusan.
Demikian pula tumbuhan obat yang mengandung racun perlu direbus dengan api yang kecil dalam waktu yang agak lama, sekitar 3-5 jam untuk mengurangi kadar racunnya. Nyala api yang besar digunakan untuk ramuan obat yang dimaksudkan agar pendidihan menjadi cepat dan penguapan berlebih dari zat yang merupakan komponen aktif tumbuhan dapat dicegah.
Bila tidak terdapat petunjuk pemakaian, biasanya obat diminum sebelum makan kecuali obat tersebut merangsang lambung—maka obat tersebut diminum setelah makan. Obat berkhasiat tonik diminum sewaktu perut kosong dan obat berkhasiat sedative diminum sewaktu ingin tidur.
Sementara pada penyakit kronis diminum sesuai jadwal secara teratur. Rebusan obat bisa diminum sesering mungkin sesuai kebutuhan atau diminum sebagai pengganti teh.
Obat biasanya diminum satu dosis sehari yang dibagi untuk 2 sampai 3 kali minum. Umumnya, obat tradisional diminum selagi hangat, terutama untuk pengobatan sindroma luar. Setelah minum obat, pakailah baju tebal atau tidur berselimut supaya tubuh tetap hangat dan mudah mengeluarkan keringat.
Sementara pengobatan sindroma panas, obat diminum dalam keadaan dingin. Sebaliknya untuk pengobatan sindroma dingin obat diminum dalam keadaan hangat. Obat yang sedikit toksik, diminum sedikit demi sedikit tetapi sering. Tambahkan dosisnya secara bertahap sehingga efek pengobatan tercapai.
Tumbuhan obat yang masih berupa simplisia (belum mengalami perubahan proses apa pun), hasil pengobatannya tampak lambat, namun sifatnya konstruktif. Hal ini berbeda dengan obat kimiawi yang hasil pengobatannya terlihat cepat namun destruktif.
Oleh karena itu, obat yang berasal dari tumbuhan tidak dianjurkan penggunaannya untuk penyakit-penyakit infeksi akut. Tumbuhan obat lebih diutamakan untuk memelihara kesehatan dan pengobatan penyakit kronis yang tidak dapat disembuhkan dengan obat kimiawi atau memerlukan kombinasi antara obat kimiawi dengan obat dari tumbuhan berkhasiat.
Sumber : Rektorat Universitas Negeri Bangka Belitung