DokterSehat.Com- Seringkali pada orang lansia, terutama perempuan, mengeluhkan tidak mampu menahan kencing sehingga mengompol. Ketidakmampuan menahan kencing seringkali didahului oleh bersin, tertawa kencang atau batuk. Dalam bidang kedokteran, ketidakmampuan menahan keluarnya urin disebut sebagai inkontinensia urin.
Inkontinensia urin dapat menimbulkan masalah fisik maupun psikososial. Keluarnya urin yang tidak dapat dikendalikan bisa menyebabkan penderitanya jatuh karena terpeleset urinnya sendiri dan berisiko mengalami infeksi kulit karena kulit yang lembab akibat urin. Penderita juga mungkin merasa malu dan kurang percaya diri karena takut bila mengompol di tempat umum. Hal ini dapat memicu terjadinya depresi di kemudian hari.
Inkontinensia urin dapat bersifat sesaat/akut maupun menetap/kronis. Inkontinensia akut akan menghilang setelah penyebab yang mendasarinya teratasi. Penyebab inkontinensia akut adalah:
Inkontinensia kronik dibagi menjadi lima tipe, yaitu:
Penderita sering berkemih dengan frekuensi lebih dari 8 kali sehari, keinginan berkemih tidak dapat ditahan, sering berkemih di malam hari (nokturia), dan keluarnya urin tidak terkendali. Penyebabnya adalah gangguan rangsang berkemih pada otot detrussor kandung kemih, misalnya pada penderita stroke, Parkinson atau kerusakan medula spinalis. Hal ini dapat disebabkan pula oleh adanya sistitis (radang kandung kemih) dan batu saluran kemih.
Keluarnya urin tidak dapat ditahan pada saat tekanan dalam perut meningkat, misalnya saat batuk, bersin, dan tertawa. Penyebabnya adalah kelainan anatomis pada pintu keluar uretra atau buli-buli, serta kelemahan otot dasar panggul.
Ditandai dengan menggelembungnya kandung kemih melebihi volume seharusnya dan volume urin setelah kencing mencapai lebih dari 100 ml. Penyebabnya adalah gangguan kontraksi kandung kemih akibat neuropati DM, sumbatan akibat kistokel atau pembesaran kelenjar prostat.
Pada tipe ini, penderita mengompol sebelum mencapai toilet karena adanya masalah fungsional seperti penurunan gangguan kognitif berat pada demensia, gangguan fisik, dan faktor psikologis seperti depresi atau marah.
Gejala tumpang tindih antara empat tipe di atas.
Jika menemukan keadaan ini pada diri atau kerabat Anda. Segera konsultasikan pada dokter sehingga dapat diberikan penanganan yang tepat. Pada inkontinensia akut, biasanya dokter akan memberikan obat-obatan untuk menghentikan infeksi atau menghentikan pemberian obat-obatan tertentu yang mungkin menyebabkan terjadinya inkontinensia. Sedangkan pada inkontinensia kronik, penatalaksanaannya tergantung dengan tipe inkontinensianya, dapat berupa:
Sumber: Tanto, Chris dkk, Kapita Selekta Kedokteran Jilid II, Jakarta, Media Aesculapius, 2014.