Terbit: 15 October 2019
Ditulis oleh: Redaksi DokterSehat | Ditinjau oleh: Tim Dokter

DokterSehat.Com- Kentang goreng dikenal luas sebagai camilan yang digemari oleh banyak orang. Hanya saja, belakangan ini ada anggapan yang menyebut sering mengonsumsinya bisa meningkatkan risiko terkena kanker. Apakah anggapan ini memang benar?

Waspada, Kentang Goreng Terkait dengan Risiko Kanker

Kaitan Antara Kentang Goreng dengan Risiko Kanker

Uk Food Standard Agency dari Inggris baru-baru ini mengeluarkan peringatan tentang risiko kanker yang bisa muncul jika kita mengonsumsi makanan seperti kentang atau makanan dengan pati yang diolah dengan suhu tinggi. Hal ini disebabkan oleh munculnya kandungan akrilamida di dalamnya.

Sebagai informasi, akrilamida sebenarnya juga sering digunakan dalam dunia industri, khususnya dalam hal proses pemurnian air atau proses pemisahan molekul. Hanya saja, bahan ini memang secara alami bisa ditemukan di dalam beberapa jenis makanan dan membuatnya memiliki rasa yang cukup nikmat.

Biasanya, akrilamida muncul saat makanan dengan kandungan pati seperti kentang diolah dengan suhu lebih dari 120 derajat Celcius. Makanan-makanan lain dengan kandungan tepung yang bisa saja mengandung akrilamida adalah roti yang dibakar, biskuit dan sereal instan.

Lantas apakah kandungan akrilamida berbahaya bagi kesehatan? Pakar kesehatan menyebut saat sudah sampai di dalam tubuh akrilamida akan berubah menjadi glikidamid yang mampu mempengaruhi DNA. Beberapa penelitian bahkan memastikan bahwa kandungan ini memang bisa menyebabkan kanker pada hewan percobaan meskipun dampaknya bagi tubuh manusia masih belum benar-benar bisa dipastikan.

“Penelitian yang kami lakukan pada hewan memang menunjukkan adanya kaitan antara akrilamida dari dalam beberapa jenis makanan dengan risiko kanker. Hanya saja kaitan akrilamida dengan risiko kanker pada manusia tidak jelas dan masih belum konsisten,” ucap Emma Shields dari Cancer Research UK.

Meskipun begitu, Emma menyarankan kita untuk menghindari makanan-makanan dengan kadar kalori dan pati yang tinggi seperti kentang, keripik, serta biksuit demi mencegah paparan akrilamida dan menurunkan risiko kanker. Selain itu, kita juga disarankan untuk menghindari rokok, alkohol, dan menerapkan gaya hidup sehat demi mencegahnya.

Tips Aman Makan Kentang

Emma menyebut proses penggorengan kentang bisa mempengaruhi risiko kanker dengan signifikan. Alih-alih menunggu hingga warnanya berubah menjadi kuning gelap, sebaiknya kita mengangkatnya saat warnanya masih kuning yang ringan. Hal yang sama juga berlaku jika kita sedang mengolah kentang panggang.

Selain itu, kentang mentah sebaiknya tidak dimasukkan ke dalam lemari es karena bisa membuat proses pembentukan akrilamida menjadi lebih memungkinkan untuk terjadi saat kentang dimasak. Selain itu, kita juga bisa merebus kentang goreng terlebih dahulu sebelum menggorengnya demi menurunkan kadar gula di dalamnya dengan signifikan.

Kentang Goreng Sebaiknya Dibatasi Konsumsinya

Penelitian terbaru yang dilakukan oleh Prof. Eric Rimm yang berasal dari Harvard T.H Chan School of Public Health menyarankan kita untuk membatasi konsumsi kentang goreng paling banyak hanya 6 potong. Menurut penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal berjudul American Journal of Clinical Nurition yang terbit pada 2017 silam ini, konsumsi kentang goreng hingga dua atau tiga kali dalam sepekan bisa meningkatkan risiko terkena kematian dini.

Hal ini disebabkan oleh kecenderungan kentang goreng yang tinggi kandungan lemak jahat akibat proses pengolahannya yang menggunakan minyak, tinggi kandungan karbohidrat yang membuatnya bisa meningkatkan berat badan dan risiko obesitas, hingga adanya kemungkinan bisa meningkatkan risiko terkena penyakit serius layaknya diabetes, kolesterol tinggi, hingga tekanan darah tinggi.

Melihat fakta ini, sebaiknya memang kita mulai lebih cermat dalam mengonsumsi kentang goreng. Meski rasanya enak, ada baiknya memang tidak sering mengonsumsinya demi menjaga kesehatan.

 

Sumber:

  1. 2017. Browned toast and potatoes are ‘potential cancer risk’, say food scientists. bbc.com/news/health-38680622. (Diakses pada 15 Oktober 2019).

DokterSehat | © 2023 PT Media Kesehatan Indonesia. Hak Cipta Dilindungi