DokterSehat.Com- Apa itu bronkopneumonia? bronkopneumonia adalah salah satu jenis pneumonia, yaitu salah satu penyakit yang menyerang saluran napas. Bronkopneumonia adalah penyakit yang menjadi penyebab kematian terbesar untuk penyakit saluran napas bawah yang menyerang balita dan anak-anak.
Menurut sebuah penelitian, diperkirakan pneumonia banyak terjadi pada bayi kurang dari 2 bulan, oleh karena itu pengobatan penderita pneumonia dapat menurunkan angka kematian anak.
Bronkopneumonia disebut juga pneumonia lobularis yaitu suatu peradangan pada parenkim paru yang terlokalisir–biasanya mengenai bronkiolus dan juga mengenai alveolus disekitarnya.
Kondisi ini disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing. Kebanyakan kasus pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme, tetapi ada juga sejumlah penyebab non infeksi yang perlu dipertimbangkan.
Bronkopneumonia pada anak lebih sering merupakan infeksi sekunder terhadap berbagai keadaan yang melemahkan daya tahan tubuh tetapi bisa juga sebagai infeksi primer yang biasanya dapat jumpai pada orang dewasa.
Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada anak-anak di bawah umur 5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi, sedangkan di Amerika pneumonia menunjukkan angka 13% dari seluruh penyakit infeksi pada anak di bawah umur 2 tahun.
Penyebab bronkopneumonia yang biasa dijumpai adalah:
Terjadi akibat disfungsi menelan atau refluks esophagus antara lain:
Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran napas bagian atas selama beberapa hari. Suhu tubuh dapat naik secara mendadak sampai 39-40°C dan mungkin disertai kejang karena demam yang tinggi.
Selain itu, anak bisa menjadi sangat gelisah, pernapasan cepat dan dangkal disertai pernapasan cuping hidung dan sianosis di sekitar hidung dan mulut. Sedangkan, batuk biasanya tidak dijumpai pada awal penyakit, seorang anak akan mendapat batuk setelah beberapa hari, di mana pada awalnya berupa batuk kering kemudian menjadi produktif.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan:
Pada bronkopneumonia, hasil pemeriksaan fisik tergantung pada luasnya daerah yang terkena. Pada perkusi toraks sering tidak dijumpai adanya kelainan. Pada auskultasi mungkin hanya terdengar ronki basah gelembung halus sampai sedang.
Bila sarang bronkopneumonia menjadi satu (konfluens) mungkin pada perkusi terdengar suara yang meredup dan suara pernapasan pada auskultasi terdengar mengeras. Pada stadium resolusi ronki dapat terdengar lagi. Tanpa pengobatan biasanya proses penyembuhan dapat terjadi antara 2-3 minggu.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik yang sesuai dengan gejala dan tanda yang diuraikan sebelumnya disertai pemeriksaan penunjang. Pada bronkopneumonia, bercak-bercak infiltrat didapati pada satu atau beberapa lobus.
Foto rontgen dapat juga menunjukkan adanya komplikasi seperti pleuritis, atelektasis, abses paru, pneumotoraks atau perikarditis. Gambaran ke arah sel polimorfonuklear juga dapat dijumpai. Pada bayi-bayi kecil jumlah leukosit dapat berada dalam batas yang normal. Kadar hemoglobin biasanya normal atau sedikit menurun.
Diagnosis etiologi dibuat berdasarkan pemeriksaan mikrobiologi serologi, karena pemeriksaan mikrobiologi tidak mudah dilakukan dan bila dapat dilakukan kuman penyebab tidak selalu dapat ditemukan.
Oleh karena itu WHO mengajukan pedoman diagnosa dan tata laksana yang lebih sederhana. Berdasarkan pedoman tersebut bronkopneumonia dibedakan berdasarkan:
Bila terjadi sianosis sentral dan anak tidak sanggup minum,maka anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika.
Bila dijumpai adanya retraksi, tanpa sianosis dan masih sanggup minum,maka anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika.
Bila tidak ada retraksi tetapi dijumpai pernapasan yang cepat:
Hanya batuk tanpa adanya tanda dan gejala seperti diatas, tidak perlu dirawat dan tidak perlu diberi antibiotika. Diagnosis pasti dilakukan dengan identifikasi kuman penyebab:
Penatalaksanaan bronkopneumonia tergantung pada penyebab yang sesuai dengan hasil dari pemeriksaan sputum, di antaranya:
Sebaiknya pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi, akan tetapi hal ini tidak dapat selalu dilakukan dan memakan waktu yang cukup lama, maka dalam praktek diberikan pengobatan polifarmasi seperti penisilin ditambah dengan kloramfenikol atau diberi antibiotik yang mempunyai spektrum luas seperti ampicilin.