Imunisasi anak diperlukan untuk mencegah beberapa penyakit berbahaya yang bisa menyerang anak. Simak penjelasan lengkap mengenai jenis dan jadwal imunisasi anak di bawah ini.
Pada dasarnya, jenis imunisasi anak disesuaikan dengan usia. Berikut adalah jadwal pemberian imunisasi yang penting untuk diperhatikan:
Sedangkan imunisasi anak lanjutan, yaitu bayi bawah dua tahun (baduta) usia 18 bulan diberikan imunisasi (DPT-HB-Hib dan Campak/MR). Saat memasuki kelas 1 SD anak diberikan Dt (diphtheria tetanus) dan Campak/MR, kelas 2 dan 5 diberikan Td (tetanus diphtheria).
Imunisasi lanjutan merupakan kegiatan yang bertujuan untuk menjamin terjaganya tingkat imunitas pada anak baduta, anak usia sekolah, dan wanita usia subur (WUS) termasuk ibu hamil.
Vaksin DPT-HB-Hib terbukti aman dan memiliki efikasi yang tinggi, tingkat kekebalan yang protektif akan terbentuk pada bayi yang sudah mendapatkan tiga dosis imunisasi DPT-HB-Hib.
Meski vaksin sangat efektif melindungi kematian dari penyakit difteri, secara keseluruhan efektivitas melindungi gejala penyakit hanya berkisar 70-90 %.
Penyakit lain yang membutuhkan pemberian imunisasi lanjutan pada usia baduta adalah campak. Penyakit campak adalah penyakit yang sangat mudah menular dan mengakibatkan komplikasi yang berat. Vaksin campak memiliki efikasi kurang lebih 85 %, sehingga masih terdapat anak-anak yang belum memiliki kekebalan dan menjadi kelompok rentan terhadap penyakit campak.
Setelah Anda mengetahui jadwal imunisasi dasar lengkap seperti di atas, hal penting lainnya yang juga harus Anda tahu adalah manfaat apa yang bisa Anda dapatkan dari setiap jenis vaksin tersebut.
Meski saat ini sedang digalakkan vaksin COVID-19 untuk anak, imunisasi dasar lengkap untuk anak harus tetap dilakukan.
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mendorong orang tua untuk memeriksa kelengkapan status jadwal imunisasi anak di Buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), serta mencatat imunisasi yang tidak dapat diberikan selama masa penundaan imunisasi di masa PPKM. IDAI menyarankan agar orang tua melengkapinya setelah kondisi kembali normal.
Data dari Surveilans di Kementerian Kesehatan menunjukkan, data bulan imunisasi anak sekolah tahun 2020 cakupan campak hanya mencapai 45 %, diphtheria tetanus 40 %, dan tetanus diphtheria 40 %.
Menurut Sekretaris Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia Prof. dr. Soedjatmiko, Sp.A(K), rendahnya cakupan imunisasi disebabkan karena orang tua takut tertular virus SARS-CoV-2 saat kunjungan ke fasilitas kesehatan.
Selain itu, ada juga orang tua yang tidak tahu bahwa terdapat penyakit yang bisa dicegah dengan imunisasi. Alasan lainnya karena ketidaktahuan orang tua pada jadwal imunisasi, serta berbagai informasi yang tidak benar terkait imunisasi untuk anak.
Sementara itu, Wakil Menteri Kesehatan dr. Dante Saksono Harbuwono mengatakan imunisasi adalah intervensi yang efektif, karena 2 sampai 3 juta kematian global dapat dicegah setiap tahunnya dengan imunisasi. Bahkan, imunisasi juga penting untuk mencegah 26 penyakit.
Namun, akibat pandemi COVID-19 target cakupan 80 % di 401 kabupaten/kota belum tercapai sepenuhnya, hanya 200 yang mencapai imunisasi dasar lengkap lebih dari 80 %. Padahal, imunisasi adalah salah satu investasi untuk masa depan bagi anak-anak yang harus diutamakan. Anak-anak tetap bisa melakukan vaksinasi dengan menerapkan protokol kesehatan yang baik.
Imunisasi anak merupakan sesuatu yang umum dibicarakan di Indonesia. Namun, sejumlah masalah yang masih menjadi pembahasan di masyarakat adalah perihal haram-halal vaksin, serta ketidakpercayaan dan ketakutan akan suntikan.
Hal ini semakin dipersulit dengan adanya pandemi COVID-19, yang membuat sejumlah orang tua tidak mau membawa anaknya ke fasilitas pelayanan kesehatan untuk mendapatkan imunisasi.
Menurut laporan Kementerian Kesehatan dan UNICEF, terdapat berbagai faktor berkontribusi pada keputusan apakah orang tua dan pengasuh akan mencari layanan imunisasi selama pandemi COVID-19.
Tingkat pemahaman tentang manfaat imunisasi adalah faktor yang paling berperan penting. Sejumlah responden melaporkan bahwa persepsi kualitas layanan imunisasi sama pentingnya dengan ketersediaan layanan imunisasi.
Orang tua dan pengasuh juga menyatakan bahwa risiko tertular virus Corona di fasilitas pelayanan kesehatan menjadi pertimbangan penting.
Sedangkan, aksesibilitas atau jarak lokasi pelayanan imunisasi dan keuangan bukan merupakan suatu masalah dalam memutuskan untuk mendapatkan imunisasi.