Saat hamil terjadi perubahan sistem kekebalan dan sistem kardiovaskular, seperti kebutuhan oksigen yang meningkat dan pembengkakan mukosa saluran pernapasan, sehingga ibu hamil kurang bisa mentoleransi kekurangan oksigen. Berdasarkan data CDC 22 Januari hingga 7 Juni 2020, dari 326.335 perempuan usia produktif di Amerika yang terkonfirmasi positif COVID-19, 8.207 (9%) sedang hamil.
Gejala demam dan batuk lebih dominan pada ibu hamil daripada gejala lain seperti sesak, nyeri otot, dan diare. Menurut data tersebut, ibu hamil berisiko tinggi untuk dirawatinapkan dan masuk ICU dibandingan perempuan yang tidak hamil.
Ada beberapa laporan bahwa virus pneumonia pada ibu hamil dikaitkan dengan peningkatan risiko kelahiran prematur, pembatasan pertumbuhan janin (FGR), dan kematian perinatal, namun risiko aborsi spontan tidak meningkat pada wanita hamil dengan infeksi SARS-CoV-2 dari data yang ada di Cina.
Tentu ibu sangat khawatir apakah janin akan tertular COVID-19 bila ibu sudah terkonfirmasi positif, penularan dari ibu ke janin ini disebut penularan vertikal.
Hasil penelitian di Cina menjelaskan bahwa dari sampel cairan amnion, darah tali pusat dan swab pada bayi yang dikumpulkan belum terbukti bisa terjadi penularan vertikal ini. Meskipun demikian, ada beberapa laporan mengenai bayi baru lahir di Cina yang antibodi IgM dan IgG COVID-19 reaktif, namun diperlukan data yang lebih kuat agar temuan ini bisa mewakili populasi.
Berdasarkan protokol gugus tugas percepatan penanganan COVID-19 dalam hal layanan kesehatan ibu hamil di Indonesia, ada kunjungan ibu hamil yang wajib dilakukan selama pandemi, yaitu:
1.Kunjungan wajib pertama dilakukan pada trimester 1 direkomendasikan oleh dokter untuk dilakukan skrining faktor risiko (HIV, sifilis, Hepatitis B). Jika kunjungan pertama ini di lakukan ke bidan, maka sebaiknya ibu hamil meminta rujukan ke dokter untuk pemeriksaan selanjutnya.
Lebih disarankan untuk kunjungan yang tidak wajib dilakukan melalui teknologi telemedicine supaya mengurangi kontak ibu hamil dengan orang lain yang tidak diketahui status kesehatannya.
Hal-hal yang perlu di perhatikan ketika pemeriksaan kehamilan adalah:
Di akhir pemeriksaan jangan lupa tanyakan tentang jadwal ANC berikutnya, apakah diperlukan pertemuan ANC tatap muka atau melalui medium lain. Hal ini biasanya tergantung pada hasil pemeriksaan di ANC tersebut.
Apabila memang hasil pemeriksaan disimpulkan bahwa kehamilan berisiko tinggi atau memerlukan perhatian khusus, maka dapat dilakukan ANC tatap muka sesuai dengan protokol kesehatan yang sudah ditetapkan Kementerian Kesehatan.
Di tengah pandemi ini tentu kita harus meminimalisir kontak dengan dunia luar kecuali kunjungan wajib atau kunjungan yang gawat darurat.
Kondisi saat hamil yang segera harus ditangani, yaitu:
Kondisi ini ditandai dengan kenaikan tekanan darah dan ditemukan protein di dalam kencing ibu. Preeklampsia biasanya terjadi setelah usia kehamilan 20 minggu. Gejalanya terdiri dari sakit kepala berat, nyeri perut kanan atas, perubahan pandangan, sesak nafas dan bengkak yang berlebihan.
Selanjutnya untuk tempat pemeriksaannya, ibu hamil yang tidak memiliki gejala demam, gejala influenza, dan tidak dengan status ODP dapat berkunjung ke Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) seperti puskesmas atau dokter praktik mandiri.
Sementara itu, ibu hamil dengan status PDP akan dirujuk ke Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut (FKTRL) seperti RS rujukan COVID-19, RS Umum, atau RS Ibu dan Anak.
Pemeriksaan ANC yang dilakukan sesuai dengan SOP, namun untuk ibu dengan status PDP atau terkonfirmasi positif perlu dilakukan penundaan pemeriksaan USG hingga masa isolasinya berakhir.
Hamil merupakan keadaan imunosupresan, sehingga diperlukan usaha ekstra untuk mencegah penularan COVID-19.
Cara agar ibu hamil terhindar dari risiko COVID-19 yaitu dengan:
Apabila ada keraguan selama masa kehamilan, segera lakukan konsultasi dengan dokter spesialis obstetric ginekologi atau praktisi kesehatan terkait.
Informasi kesehatan ini disponsori: