DokterSehat.Com- Salah satu momen membahagiakan bagi seorang wanita yang sudah menikah adalah mendapatkan kehamilan. Meski hal itu adalah sesuatu yang menggembirakan, terdapat beberapa wanita yang merasakan sebaliknya, perasaan stres, bingung hingga depresi justru muncul saat masa kehamilan.

Depresi pada kehamilan ini merupakan penyakit biologis yang melibatkan perubahan kimia otak. Selama hamil, perubahan hormon dapat memengaruhi zat kimia pada otak yang berhubungan dengan depresi dan kecemasan.
Depresi selama kehamilan sering kali tidak terdiagnosis dengan benar karena orang-orang berpikir bahwa gejala yang ditunjukkan hanya bentuk lain dari perubahan hormon—yang normal terjadi selama masa kehamilan.
Mengenali Gejala Depresi pada Ibu Hamil
Mendiagnosis depresi selama kehamilan adalah sesuatu yang sulit karena gejalanya hampir sama dengan gejala-gejala umum kehamilan, seperti perubahan nafsu makan, tingkat energi, konsentrasi, atau pola tidur.
Berikut ini adalah beberapa gejala depresi yang biasanya muncul saat hamil, di antaranya:
- Merasa putus asa atau berulang kali berpikir untuk bunuh diri.
- Memiliki masalah ingatan.
- Menangis terus menerus.
- Tidak berenergi, lemah lesu berkepanjangan.
- Konsentrasi yang buruk, atau kesulitan dalam membuat keputusan.
- Mengalami sakit kepala, nyeri dan ngilu, atau gangguan pencernaan yang tidak kunjung sembuh.
- Merasa tidak berharga.
- Tidak tertarik dengan kondisi sekitar.
- Tidak lagi menikmati hal-hal yang dulunya digemari.
- Terlalu banyak tidur atau justru kurang tidur.
- Dilanda kesedihan secara berkepanjangan.
Wanita hamil yang mengalami depresi biasanya mengalami beberapa gejala-gejala tersebut dalam jangka waktu selama dua minggu atau lebih.
Risiko Depresi Saat Hamil
Risiko yang bisa terjadi pada bayi dari ibu yang mengalami depresi selama kehamilan adalah berat lahir rendah, kelahiran prematur (sebelum 37 minggu), skor APGAR rendah, dan gangguan pernapasan dan gelisah.
Sebuah penelitian juga menunjukkan bahwa, bayi yang terlahir dari ibu yang dilanda depresi berkepanjangan menjadi lebih mungkin untuk mudah marah, lebih rewel, kurang aktif bergerak, kurang menunjukkan minat, dan lebih gelisah.
Berikut ini adalah risiko lain yang mungkin terjadi jika depresi saat hamil diabaikan begitu saja.
- Depresi pascamelahirkan.
- Ikatan batin dengan bayi tidak cukup kuat.
- Preeklampsia pada ibu.
- Kelahiran dengan operasi caesar.
- Gangguan perkembangan janin karena ibu tidak menjaga kesehatan selama hamil.
Mengatasi Depresi Saat Hamil
Berikut adalah langkah-langkah yang bisa ditempuh ibu hamil untuk menghadapi depresi saat hamil, antara lain:
-
Berolahraga
Latihan fisik selama kehamilan secara alami dapat meningkatkan kadar hormon bahagia atau serotonin dan menurunkan kadar hormon stres atau kortisol.
-
Konsumsi omega-3
Asam lemak omega-3 diketahui dapat membantu mengurangi gejala depresi dan dapat berfungsi sebagai penambah semangat alami. Asam lemak omega-3 banyak terkandung di dalam ikan berminyak dan kenari. Sementara itu, jika Anda memilih untuk mengonsumsi omega-3 dalam bentuk suplemen, sebaiknya konsultasikan terlebih dahulu kepada dokter kandungan.
-
Bercerita pada orang lain
Mencurahkan isi hati pada orang lain dipercaya dapat membantu mengatasi depresi. Bicarakan dengan pasangan agar dia memahami dan terus memberikan dukungan. Selain itu, Anda juga bisa berkonsultasi dengan dokter kandungan.
-
Akupuntur
Sebuah penelitian mengungkapkan bahwa, terapi akupuntur mampu meredakan gejala depresi pada ibu hamil. Terapi yang menggunakan jarum khusus ini ampuh untuk meringankan depresi dan memperbaiki suasana hati. Akupuntur juga sudah terbukti aman bagi ibu hamil.
Pada akhirnya, mengobati tanda dan gejala depresi selama kehamilan—selain baik untuk ibu hamil hal itu juga berguna untuk mencegah depresi menurun pada anak di kemudian hari. Cara paling efektif yang bisa dilakukan adalah melakukan pengobatan sesegera mungkin terlepas dari penyebab yang mendasarinya.
.